Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji penerapan tanda pengenal berupa nomor identitas untuk investor kripto. Di industri pasar modal, kode identitas ini dikenal dengan sebutan single investor identification (SID) dan diterbitkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Tekonologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan, lembaga pengawas ini membuka peluang untuk mengimplementasikan SID di industri kripto. “Tentu akan kami lakukan secara hati-hati dengan melakukan lebih dahulu kajian yang mendalam,” ucap Hasan di Jakarta, dikutip Kamis, 16 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini, lanjut dia, karena karakteristik dan kompleksitas aset kripto berbeda dengan instrumen efek yang ada di pasar modal secara umum. Namun SID merupakan salah satu konsep penting dalam upaya mendukung transparansi, integritas, dan efisiensi dalam mekanisme mengenal investor untuk memfasilitasi transaksi perdagangan.
Sebelumnya, fungsi pengawasan dan pengaturan aset kripto resmi dialihkan kepada OJK dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdangangan (Kemendag) pada Jumat, 10 Januari 2025 lalu. Peralihan tugas pengawasan dan pengaturan ke OJK ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas mandat dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Hasan menyatakan pengalihan tugas pengawasan dan pengaturan aset kripto ini membawa dampak pada industri kripto. Salah satunya ialah kategori aset kripto kini berubah menjadi instrumen dan aset keuangan. Sementara sebelumnya di bawah pengaturan Bappebti Kemendag, aset kripto diklasifikasikan sebagai bagian dari aset komoditas.
“Perubahan ini tentu berdampak juga pada cara pengaturan dan pengawasan terhadap aset kripto di Indonesia antara lain dalam pendekatan pengaturan dan pengawasan,” ucap dia.
Ia menerangkan, di bawah kewenangan Kemendag, pengaturan aset kripto difokuskan pada aspek perdagangan dan penyelenggaraan dari pasar perjangkanya. Kini setelah tugas pengaturan berada di tangan OJK, cakupan pengawasan dan pengaturan aset kripto menjadi lebih luas.
“Tidak hanya mencakup pengawasan terhadap transaksi dan perdagangan tetapi juga terhadap berbagai aspek lainnya, termasuk aspek pengembangan produk dan layanannya, aspek penawaran,” ungkap Hasan. Selain itu, OJK juga melakukan pengawasan risiko, dampak sistemik, aspek tata kelola, dan aspek integrasi dengan sektor keuangan lainnya.