Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengelola PLTGU Jawa-1 menghadapi masalah keuangan.
Pengoperasian PLTGU Jawa-1 tertunda karena turbin yang bermasalah.
Pipa penyalur gas PLTGU Jawa-1 sempat terapung di atas laut.
DUA tahun lebih target pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap atau PLTGU Jawa-1 di Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, telah terlewati. Namun, hingga pertengahan bulan ini, baru pembangkit unit 2 berkapasitas 880 megawatt (MW) yang telah beroperasi secara komersial. Sedangkan pembangkit unit 1 yang diharapkan bisa beroperasi sejak Januari 2024 gagal memenuhi jadwal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Proyek dan Operasi PT Pertamina Power Indonesia (PPI) Norman Ginting mengatakan satu unit proyek Jawa-1 telah beroperasi pada akhir Desember 2023. Ia optimistis unit berikutnya yang juga berkapasitas 880 MW secara teknis siap dioperasikan. “Insyaallah awal tahun ini,” katanya pada 16 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Norman, apabila kedua unit pembangkit telah bekerja penuh, keandalan sistem kelistrikan Jawa-Bali akan meningkat. Selain itu, yang penting, dia menambahkan, pembangkit listrik berbahan bakar gas alam cair (LNG) ini akan membantu menurunkan emisi karbon sektor ketenagalistrikan.
PLTGU Jawa-1 didesain terintegrasi dengan terminal penyimpanan gas terapung dan unit regasifikasi atau floating storage and regasification unit (FSRU) sehingga lebih efisien. Proyek ini digadang-gadang menjadi model pembangkit energi bersih yang paling ekonomis dengan tarif listrik US$ 5,336 sen per kilowatt-jam (kWh). PLTGU Jawa-1 mulai dibangun pada Desember 2018 dengan biaya US$ 1,75 miliar atau kurang-lebih Rp 27 triliun.
Proyek ini dikelola PT Jawa Satu Power, perusahaan patungan yang didirikan PPI, yang juga dikenal sebagai Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), bersama Marubeni Corporation dan Sojitz Corporation. PPI dan Marubeni masing-masing memegang 40 persen saham, sementara Sojitz 20 persen. Selain itu, ada PT Jawa Satu Regas yang didirikan Jawa Satu Power bersama Mitsui OSK Line dan Humpuss. Jawa Satu Regas mengelola FSRU.
Kini sederet persoalan mengemuka menyusul keterlambatan proyek yang semula dirancang beroperasi pada Desember 2021 ini. Berdasarkan dokumen laporan PPI kepada direksi PT Pertamina (Persero) yang salinannya diperoleh Tempo, penundaan proyek itu berujung pada gangguan arus kas alias cash flow deficiency. Padahal ada sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi. Salah satunya pembayaran utang kepada senior lender yang jatuh tempo pada 16 Januari 2024.
PLTGU Jawa-1 menggunakan mekanisme pendanaan project financing yang 98 persennya dibiayai kreditor, yaitu Bank Jepang untuk Kerja Sama Internasional (JBIC), Nexi, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan bank komersial, melalui senior debt dan equity bridge loan. Sedangkan sisanya dibiayai konsorsium menggunakan ekuitas.
Seorang pejabat yang mengetahui proses ini bercerita, operator PLTGU Jawa-1 tak hanya mengalami kekurangan kas, tapi juga didera kesulitan keuangan. Sebab, mereka harus membayar cicilan utang ke lembaga keuangan dan bank yang jatuh tempo pada 16 Januari 2024. Selain itu, manajemen proyek harus membayar kontraktor desain perencanaan, pengadaan barang dan jasa, dan konstruksi (engineering, procurement, and construction/ EPC) atau yang dijadwalkan pada Agustus 2024.
Dokumen laporan PPI menyebutkan pemilik PLTGU Jawa-1 dalam pertemuan pada 1 Desember 2023 bersepakat menggunakan mezzanine loan sebagai mitigasi cash flow deficiency. Pembiayaan mezzanine ini adalah gabungan utang dan ekuitas yang memberi hak kepada lender untuk mengkonversi utang menjadi kepemilikan di perusahaan jika terjadi gagal bayar.
Pinjaman baru ini diperlukan untuk menyelamatkan proyek dari potensi default, risiko kehilangan proyek yang berdampak pada potensi kerugian, dan risiko reputasi Pertamina. Namun, untuk itu, Pertamina Power perlu mendapat persetujuan direksi Pertamina.
Masalahnya, berdasarkan hitungan pada Desember 2023, penambahan mezzanine loan akan membuat nilai pengembalian proyek atau equity internal rate of return (EIRR) makin merosot menjadi 6,93 persen. Dalam hitungan 2016, EIRR diperkirakan 11,55 persen, lalu turun menjadi 8,97 persen dalam hitungan 2017. Nilai pengembalian itu berada di bawah standar Pertamina, baik dari parameter tingkat pengembalian minimum (hurdle rate) maupun biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital).
Norman tak bersedia menjelaskan persoalan kesulitan keuangan dan berbagai masalah yang membuat proyek Jawa-1 tersendat. “Mohon doa dan dukungannya agar seterusnya lancar,” ujarnya. Demikian pula Sekretaris Perusahaan PPI Dicky Septriadi. “Semua proses dioptimalkan untuk hasil yang terbaik. Mohon doanya.”
•••
SEJUMLAH masalah teknis membuat rencana commercial operation date PLTGU Jawa-1 tersendat. Di dalam dokumen laporan PPI disebutkan kendala teknis yang terjadi antara lain kegagalan teknologi (technology failure) dari kontraktor EPC. Selain itu, ada masalah pada suplai setrum untuk memulai penyalaan pembangkit (backfeeding), gas dan uap turbin, fender, pipa, serta sistem gas.
Kontraktor EPC Jawa-1 adalah konsorsium General Electric (GE), Samsung C&T, dan PT Meindo Elang Indah yang ditunjuk Jawa Satu Power. GE Power, sebelumnya dikenal sebagai GE Energy, adalah perusahaan di bawah GE. Banyak pembangkit listrik di berbagai negara menggunakan perangkat dan teknologi buatan GE.
Di PLTGU Jawa-1, GE menyediakan turbin gas generasi terbaru, yaitu single shaft combined cycle gas turbine yang memiliki efisiensi termal 60-65 persen. GE juga bakal menggarap layanan pemeliharaan yang meliputi digital solution, commissioning and installation, part, serta field and repair service selama 25 tahun.
Sedangkan Samsung menggarap konstruksi dan peralatan balance of plant untuk pembangkit listrik. Adapun Meindo mengerjakan semua pekerjaan di sisi laut, seperti terminal jetty, pipa gas, dan pipa air pendingin. Jawa Satu Power juga menunjuk Samsung Heavy Industries untuk membangun kapal FSRU.
Kegagalan proses uji coba PLTGU Jawa-1 pernah diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pada 5 Mei 2023. “Ada masalah desain alat. Ternyata enggak proven," katanya. Namun saat itu Arifin enggan menyebut nama perusahaan penyedia alat tersebut. "Big name, negaranya Uncle Sam,” ucap Arifin lalu menambahkan, “Kalau milih harus barang yang sudah terbukti jalannya bagus."
Akibat kegagalan teknologi tersebut, menurut seorang pejabat, PPI meminta semacam ganti rugi. Setelah melalui perundingan yang alot, GE bersedia membayar kompensasi US$ 18 juta atau sekitar Rp 281,8 miliar.
Country Leader GE Gas Power Indonesia George Djohan enggan menjelaskan hal itu. “Saya tidak bisa berkomentar,” ujarnya pada 17 Februari 2024. Sebelumnya, George pernah mengatakan PLTGU Jawa-1 tengah dalam tahap commissioning. “Namanya alat dengan sistem yang kompleks, perlu disetel ya, supaya jalannya bagus.”
George menjelaskan, PLTGU merupakan proyek yang kompleks dengan ribuan komponen dan sistem. Dia optimistis GE bakal menyelesaikannya dengan kualitas sebaik mungkin. “Kami berkomitmen memberikan yang terbaik dari sisi kualitas dan performance untuk pembangkit-pembangkit listrik kami.”
Kendala lain yang sempat menghambat PLTGU Jawa-1 adalah pemasangan pipa gas sepanjang 20 kilometer di laut. Pipa yang membentang sejauh 14 kilometer itu semestinya ditanam 2 meter di bawah dasar laut. Namun, pada Agustus-September 2022, pipa itu tiba-tiba mengapung. Diduga kontraktor hanya menaruh pipa di dasar laut, lantas menimpanya dengan beban tertentu. Pipa pun terseret derasnya arus laut dan akhirnya tertabrak perahu nelayan.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Agus Cahyono Adi, mengatakan isu kegagalan teknik disebabkan oleh kegagalan isolasi sistem mesin pendingin gas pada September 2023, saat PLTGU menjalani uji comissioning. "Sudah teratasi sehingga satu unit bisa beroperasi akhir tahun lalu."
Sedangkan satu unit lagi, Agus melanjutkan, sedang menjalani pengujian dan dalam proses mendapatkan sertifikasi laik operasi dengan tingkat kemajuan 99,75 persen. Proses ini ditargetkan rampung pada akhir Februari atau pekan pertama Maret 2024. Masalah alokasi gas untuk kebutuhan pengujian PLTGU sebanyak 1 kargo LNG sudah teratasi oleh Menteri Energi melalui penerbitan surat bernomor T-57/MG.04/MEM.M/2024 tertanggal 30 Januari 2024.
Pemerhati sektor kelistrikan, Fabby Tumiwa, berharap persoalan teknis PLTGU Jawa-1 dapat diatasi sehingga pembangkit bisa segera beroperasi. Sebab, PLTGU ini bisa menjadi opsi untuk dinyalakan pada beban menengah dan dapat disesuaikan dengan kondisi permintaan listrik. “PLTGU lebih bisa menyesuaikan, tidak harus menyala 24 jam nonstop.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Terancam Tekor karena Molor"