PEJABAT pemerintah dan direksi BUMN mulai tampil dalam barisan pembayar pajak terbesar. Dalam daftar 200 pembayar pajak terbesar tahun 1991, yang diumumkan pekan lalu, terlihat nama Gubernur Bank Sentral Adrianus Mooy dan Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo. Posisi mereka (Mooy di urutan ke-163 dan Tungky di urutan ke-176) memang masih di bawah Direktur Utama Pertamina, Faisal Abda'oe (urutan 108), tapi munculnya nama kedua menteri itu cukup mengundang pertanyaan awam. Apakah penghasilan Menteri Perindustrian Hartarto, atau Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita, atau Menteri Keuangan J.B. Sumarlin, atau Menko Ekuin Radius Prawiro, lebih kecil dari kedua pejabat tadi? ''Kalau Tungky masuk daftar, itu karena dia direktur utama PT Krakatau Steel,'' ujar Menteri Hartarto. ''Saya kan cuma men- teri, jadi saya ya hanya menerima gaji dari menteri.'' Mengapa direktur utama BUMN di bawah Departemen Perindustrian bisa lebih besar dari menteri? ''Urusan pembayaran pajak soal pribadi Pak Tungky, jadi saya nggak tahu soal itu,'' ujar Hartarto mengelak. Menteri Tungky Ariwibowo mengaku juga kaget melihat namanya masuk daftar 200 pembayar pajak terbesar 1991. ''Saya memang terus terang, kok, melaporkan ke pajak. Tapi saya tidak menyangka bisa masuk,'' ujarnya. Tungky, yang mengaku menerima banyak dari BUMN, merahasiakan berapa besar penghasilan serta pajak yang dibayarkannya. ''Tanya saja ke petugas pajak,'' tambahnya. Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad, yang tengah mengikuti Sidang Umum MPR 1993, sampai tiga kali dicegat wartawan TEMPO, tetap tak mau memberi penjelasan berapa besar pajak yang dibayarkan kedua pejabat tadi. ''Pada saatnya nanti akan saya jelaskan,'' katanya tanpa menyebut jadwal. ''Sekarang no comment. Mau dibilang mister no comment, terserah.'' Sebuah sumber mengatakan, gaji presiden direktur PT Krakatau Steel sekitar Rp 15 juta sebulan. Itu belum termasuk tunjangan, dan tantiem (pembagian keuntungan perusahaan untuk direksi). Jika benar demikian, gaji bos Krakatau Steel dua tahun lalu lebih dari tiga gaji presiden RI. Ketika gaji pegawai negeri dinaikkan, Januari kemarin, dari Surat Edaran Menteri Keuangan terungkap gaji presiden tahun lalu Rp 4.950.000 sebulan (sekarang jadi Rp 15 juta), sedangkan gaji menteri, jaksa agung, gubernur Bank Indonesia, dan Panglima ABRI cuma Rp 825.000 sebulan (sekarang jadi Rp 2.500.000). Menteri Keuangan J.B. Sumarlin sebagai wakil Pemerintah yang membawahkan semua BUMN (dewasa ini tak kurang dari 200 perusahaan) mengaku tak mendapat dividen atau tantiem. ''Menteri Keuangan memang pemegang saham di BUMN. Tapi kan bukan menteri langsung yang duduk menjadi komisaris,'' ujarnya. Sumarlin menyebut nama Dono Iskandar (staf ahli dari Badan Analisa Anggaran Departemen Keuangan), Oskar Surjaatmadja (bekas Dirjen Keuangan, kini Komisaris BI dan calon preskom Astra), dan Bambang Subianto (Dirjen Lembaga Keuangan) yang jadi komisaris di BUMN. Namun, nama-nama itu tak masuk dalam daftar pembayar pajak terbesar. Bagaimana dengan Mooy? ''Pak Mooy lain. Dia gubernur Bank Indonesia, dan gajinya lebih besar. Selain itu, kalau saya tak salah, Pak Mooy baru saja mengontrakkan tiga rumah. Tapi baiknya tanyakan langsung ke Pak Mooy,'' ujar Sumarlin. Namun, sampai Minggu kemarin, Mooy belum bisa ditemui untuk mengecek kebenaran tersebut. Akan halnya Faisal Abda'oe, ia mengaku sudah masuk sebagai pembayar pajak terbesar sejak pengumuman tahun lalu (untuk pembayar pajak terbesar tahun 1990). ''Saya kan juga menjabat komisaris di PT Asuransi Tugu. Coba lihat, direktur utama Asuransi Tugu, Sonny Dwi Harsono, kan masuk daftar juga,'' katanya. Abda'oe, yang 14 tingkat di bawah urutan Sonny, mengaku tidak tahu berapa besar pajaknya yang dibayarkan Tugu. Apakah itu berarti gaji Abda'oe di Asuransi Tugu lebih tinggi daripada di Pertamina? ''Pertanyaan Anda sulit dijawab,'' ujarnya menghindar. Tapi ia terus terang mengatakan bahwa kalau cuma gaji dari Pertamina tak mungkin masuk daftar pembayar pajak terbesar. Urutan nama pejabat pemerintah maupun BUMN tadi memang masih di bawah urutan sejumlah pengusaha swasta. Tampil sebagai pembayar pajak terbesar tahun 1991 adalah Nyonya (janda) Tan Siok Tjien. Menyusul di bawahnya Liem Sioe Liong (Sudono Salim), Rachman Halim (Gudang Garam), Susilo Wonowidjojo, Sigid Sumargo Wonowidjojo, Usman Admadjaja (Bank Danamon), Sumarto Wono- widjojo, Eka Tjipta Widjaya, Prajogo Pangestu, dan Hutomo (Tommy Soeharto) Mandala Putera (Humpuss). Posisi Tommy jauh di atas abangnya, Sigit Hardjojudanto (urutan 28), Bambang Trihatmodjo (86), dan abang iparnya Indra Rukmana (urutan 75). ''Saya memang melaporkan apa adanya, untuk apa bohong,'' ujarnya. Bisnis Tommy yang menonjol dewasa ini adalah sektor angkutan (penerbangan Sempati dan Gatari, tanker LNG, kapal pesiar), udang, dan tata niaga cengkeh. ''Kalau Mas Bambang (Trihat- modjo) di bawah saya, itu bukan urusan saya. Mana saya tahu ke- napa?'' tambah Tommy. Bos Bimantara, Bambang Trihatmodjo, ketika ditanya TEMPO di sela-sela kesibukannya mengikuti Sidang Umum MPR 1993, mengelak memberikan tanggapan. Berapa besar pajak yang dibayar Tommy sehingga namanya menduduki urutan kesepuluh? ''Wah, lupa tuh,'' ujarnya. Max Wangkar, Iwan Qodar Himawan, Linda Djalil
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini