Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pakar Geologi Universitas Padjajaran Sebut IUP Bagai Harta Karun

Izin Usaha Pertambangan atau IIUP kalau dipandang dari sudut komoditas pertambangan itu seperti harta karun.

17 Mei 2024 | 15.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mobil milik tersangka Harvey Moeis yang disita penyidik Kejaksaan Agung terparkir di Kejagung, Jakarta, Jumat 26 April 2024. Kejaksaan Agung kembali menyita tiga mobil mewah milik tersangka Harvey Moeis yakni Ferrari 458 Speciale, Ferrari 360 Challenge Stradale, dan Mercedes Benz SLS dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Geologi Universitas Padjajaran, Dicky Muslim menanggapi soal rencana pembagian izin usaha pertambangan (IUP) oleh Menteri Investasi dan Kepala Bidang Koordinator Penanaman Modal (BKPM) kepada organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan bagaikan harta karun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mungkin istilahnya bukan membagi barangkali ya. Kesannya kalau membagi itu memberi dan dari kacamata masyarakat masalah pembagian agak sensitif," kata Dicky dihubungi TEMPO pada Kamis, 16 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya diksi yang tepat adalah memberikan kesempatan kepada organisasi masyarakat untuk memenuhi peraturan pemberian IUP. "Karena IUP ini kalau dipandang dari sudut komoditas pertambangan itu seperti harta karun," ucapnya.

Pemilik IUP, kata Dicky tidak perlu berbuat apapun di dalam modal beserta pajaknya, tapi mendapatkan uang. Korelasi dengan kerusakan lingkungan, yakni kesadaran untuk memelihara masih minim. "Mungkin sudah tahu aturannya tapi tidak dipahami," ujarnya.

Dia mempertanyakan soal organisasi masyarakat yang dimaksud oleh Menteri Bahlil, apakah hanya satu agama atau lainnya. "Saya belum tahu yang di maksud ormas itu sekelas apa, kategori apa kan yayasan juga organisasi masyarakat, yayasan pendidikan, swasta ormas juga sebenarnya," ujarnya.

Ia menyebut fokus lain yakni sisi sosio ekonomi kepada lingkungan. Dia berkaca kasus tambang timah yang menjerat suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis yang merugikan negara sampai Rp 271 triliun. "Kita terpaku oleh besaran nilai dirupiahkan gitu ya, bukan nilai rupiah sebenarnya. Nilai itu dari klausul yang menyebabkan perubahan atau kerusakan lingkungan," ujarnya.

Menurutnya, siapapun yang diberikan IUP orang itu harus sadar akan pentingnya lingkungan. "Saya pikir yang harus ditingkatkan itu adalah sumber daya manusia (SDM). Baik perusahaan atau pemerintah," ujarnya.

Pembenahan pertama pada manusia itu sendiri. Dicky menyebut faktanya, aturan yang ada di Indonesia sering bertabrakan atau tumpang tindih. "Misal Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) yang klausul lingkungan sering bertabrakan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," ujarnya.

Dia menegaskan siapapun pemilik IUP baik ormas, pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi dan lainnya harus sadar mengutamakan lingkungan dan profit bukan tujuan utama.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus