Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sertifikat Vaksinasi Bukan Jaminan

Persyaratan sertifikat vaksinasi untuk masuk mal dan ruang publik lain berpotensi memicu diskriminasi.

21 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sertifikat vaksinasi Covid-19 kini seperti kartu sakti untuk mengakses berbagai lokasi.

  • Sertifikat vaksinasi dinilai berguna untuk mengurangi kerumunan.

  • Penggunaan sertifikat vaksinasi tak menghilangkan kewajiban pemerintah untuk menjalankan 3T.

JAKARTA – Sertifikat vaksinasi Covid-19 kini seperti kartu sakti. Setelah menjadi syarat untuk mengakses transportasi publik, dokumen tersebut juga wajib dimiliki warga yang hendak masuk ke pusat belanja selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 4.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengingatkan bahwa vaksinasi bukan jaminan bagi seseorang untuk kebal dari infeksi Covid-19. Bahkan orang yang sudah divaksin pun bisa saja menularkan virus tersebut kepada orang lain. “Vaksin itu bukan mencegah infeksi, tapi mencegah sakit,” kata dia, kemarin.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, juga mengatakan hal yang sama. Apalagi, menurut dia, saat ini mayoritas vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia adalah buatan Sinovac dan AstraZeneca. Kedua vaksin tersebut memiliki platform virus yang sudah dilemahkan. Menurut dia, efektivitasnya lebih rendah dibanding vaksin dengan platform m-RNA.

Pelanggan mengunjungi gerai olahraga saat pembukaan kembali Trans Studio Mall pada masa PPKM di Bandung, Jawa Barat, 11 Agustus 2021. TEMPO/Prima Mulia.

Dicky juga menyebutkan penggunaan sertifikat vaksinasi Covid-19 untuk masuk pusat belanja rentan memicu diskriminasi. “Diskriminatif ketika jumlah orang yang divaksin belum mencapai batas minimal lebih dari 50 persen,” katanya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, total vaksinasi Covid-19 dosis pertama baru 27,22 persen dari target 208 juta orang. Sementara itu, penerima vaksinasi dosis kedua baru 14,86 persen.

Meski penerima vaksin sudah lebih dari 50 persen, Dicky menuturkan, penggunaan sertifikat vaksinasi tak menghilangkan kewajiban pemerintah untuk melakukan pemeriksaan dini; pelacakan; serta perawatan atau testing, tracing, dan treatment (3T). Jika 3T dilakukan dengan optimal, dia menilai, sertifikat tersebut tidak akan lagi diperlukan. Dia mencontohkan strategi pemerintah Australia yang mengendalikan Covid-19 dengan 3T hingga positivity rate di bawah 1 persen. “Kalau sudah dalam level itu, orang bisa beraktivitas. Kecil sekali potensi terpapar dan memaparkan virus. Jadi ke mana-mana tidak harus bawa sertifikat,” tutur dia.

Suasana Margo City setelah dibuka kembali dengan pembatasan waktu operasi dan kapasitas pengunjung pada masa PPKM di Depok, Jawa Barat, 20 Agustus 2021. TEMPO/M. Taufan Rengganis.

Relawan LaporCovid-19, Firdaus Ferdiansyah, mengatakan khawatir jika syarat administrasi ini diterapkan juga untuk mengakses layanan publik lainnya. Dia menyoroti Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Aturan itu mengatur sasaran penerima vaksin wajib mengikuti program vaksinasi. Mereka yang menolak akan dikenai sanksi berupa penundaan atau penghentian jaminan sosial atau bantuan sosial, layanan administrasi pemerintahan, atau denda. “Perlindungan jaminan sosial dan layanan administrasi kependudukan ini kan hak warga negara,” ujarnya.

Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, menuturkan sertifikat vaksinasi di sisi lain cukup berguna untuk mengurangi kerumunan lantaran saat ini masih belum banyak masyarakat yang mendapat antivirus. Di negara-negara yang tingkat vaksinasinya sudah mencapai 60-70 persen, kebijakan seperti ini dijadikan sebagai alat untuk menarik lebih banyak peserta vaksinasi. Sementara itu, di Indonesia, antusiasme untuk menerima antivirus sedang tinggi.

Tjandra mengingatkan masyarakat yang dapat mengakses mal di kawasan PPKM level 4 setelah menerima vaksinasi Covid-19 untuk tetap menerapkan protokol kesehatan. “Yang salah kaprah, dia merasa aman setelah divaksin, sehingga ketika masuk mal mereka tidak menerapkan protokol kesehatan. Walau sudah bisa masuk, protokol kesehatan tetap harus dilakukan,” kata mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara ini.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus