MASALAH utang Dunia Ketiga dibicarakan lagi dalam sidang tengah tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Pertemuan yang berlangsung di Washington Selasa pekan lalu itu membahas ide yang telah dilontarkan Menteri Keuangan AS Nicholas Brady 10 Maret lampau. Ternyata, ide berani dari Brady, supaya IMF dan Bank Dunia membantu penghapusan 20% utang negara-negara miskin, barulah sampai taraf dipujikan. Pelaksanaannya diragukan. Dua negara industri terkemuka -- Jerman Barat dan Inggris -- langsung menentang gagasan itu. Alasannya: utang bank-bank komersial yang melilit negara-negara miskin tak pantas dijaminkan kepada lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Jerman Barat dan Inggris tak setuju jika IMF, sebagai lembaga keuangan dari banyak pemerintah, melakukan kegiatan ekspansi ke urusan lembaga keuangan swasta. Partisipasi IMF dan Bank Dunia secara tak langsung pun dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak yang jelek. IMF, misalnya, hanya membantu memberikan fasilitas, guna melancarkan pengurangan utang itu. Adalah bank-bank komersial yang harus menghapuskan sebagian piutangnya. Caranya dengan mengubah cicilan bunga pinjaman menjadi semacam utang baru, yang dijamin pemerintah negara mereka. Jika kredit baru itu macet lagi, bank-bank akan mengklaim pada pemerintah, dan itu berarti pemerintah harus memeras dana dari masyarakat pembayar pajak. Risiko ini dikhawatirkan bisa memporak-porandakan ekonomi. Bank Dunia ditentang pula untuk ikut terlibat dalam penghapusan utang bank komersial, yang banyak dipikul oleh negara-negara Amerika Latin. Jika Bank Dunia melakukan hal itu, sama saja mentolelir manajemen perbankan yang tak benar. Kemudian Prancis mengusulkan supaya IMF mencetak SDR (special drawing rights) bernilai US$ 19 milyar. Tapi usaha menyuruh IMF mencetak uang untuk menghapus utang langsung ditolak. "Ide itu boleh disimpan dulu sampai abad ke-22," begitu komentar koran Wall Street. Adalah pihak Jepang yang sebenarnya mendukung ide Brady. Tapi perkembangan politik di Negeri Sakura, yang memojokkan PM Noboru Takeshita, membuat Jepang tak tergesa mengulur bantuan. Dalam pertemuan di Washington itu, Jepang konon tampil untuk mendapatkan kedudukan lebih kuat dalam IMF. Seiring dengan itu, Jepang akhir-akhir ini semakin berani. Dalam tahun anggaran 1989-1990, Tokyo menyiapkan bantuan pinjaman 1.114 milyar yen (US$ 8,52 milyar). Sekitar 77,4% dan jumlah tersebut akan diberikan sebagai pinjaman lunak, antara lain bagi Indonesia, Filipina, Muangthai, dan Kor-Sel. Suku bunga pinjaman itu cukup lunak, rata-rata 2,7% per tahun, lebih ringan dibandingkan suku bunga tahun sebelumnya, yang ratar-ata 2,86% per tahun.MW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini