Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ada terminal, ada saham ada terminal, ada saham

Pengumpul rotan makin sengsara. PT Saripermindo murni hanya menjual saham ke anggota asmindo & koperasi. para pengusaha rotan membentuk terminal bahan baku, guna mengatasi tata niaga rotan yang rumit.

15 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Saripermindo Murni hanya menjual saham kepada kalangan terbatas, yakni 200 anggota Asmindo (Asosiasi Mebel Indonesia) dan koperasi. Tujuannya? "Supaya anggota berdisiplin, dan merasa ikut serta dalam asosiasi ini," ujar Bob Hasan, Ketua Asmindo, yang juga Ketua Apkindo itu. Sampai sekarang, baru 25 pengusaha mebel yang mau membeli saham seharga Rp 10 juta itu. Barangkali ada pengusaha rotan yang merasa tak tergerak, hingga bersikap tak begitu peduli. "Asmindo tidak memakasa anggotanya wajib beli," cetus Bob. Ia tak lupa mengingatkan, tujuan jual saham, agar petani rotan bisa hidup enak. Diakui oleh direktur Saripermindo, Sudarto, bahwa para pengumpul rotan memang sangat disengsarakan. Harga yang diterima pengumpul cuma Rp 70-Rp 80 per kg, padahal harga ke tingkat pengolah rotan setengah-jadi mencapai 1,1 dolar AS per kg. "Asmindo kemudian 'kan mengusulkan kepada pemerintah agar tata niaga ini diatur," kata Sudarto. Alasannya, dalam tata-niaga yang tidak diatur, akan muncul kelompok-kelompok pengusaha yang bersaing sesamanya. Padahal, untuk memperkuat daya saing ekspor, pengusaha sejenis perlu bersatu menghadapi produk serupa dari negara lain. Di bagian hulu, bahan baku dan petani belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Peredarannya pun tak terekam. Sedangkan di hilir, pengusaha pengolah rotan berbondong-bondong pindah ke Jawa. Untuk mengatasi segala problem itu maka dibentuklah terminal bahan baku, yang sahamnya dimiliki asosiasi dan koperasi," ujar Sudarto. Itulah PT Saripermindo Murni. Menurut Jongki Sumarhadi, perusahaan itu merelakan 60% saham dimiliki anggota asosiasi, dan 40% untuk koperasi -- sebagai wadah para pengumpul rotan. Jongki adalah Ketua Badan Pemasaran Bersama (BPB) VI Asmindo. Terminal ini dimaksudkan untuk menamatkan riwayat tata niaga rotan yang rumit. Kerjanya mirip Bulog (Badan Urusan Logistik) yang berfungsi menjaga stabilitas harga beras, di tingkat produsen maupun konsumen. Tapi apakah tata-niaga rotan sudah mirip Bulog? Juga, apakah koperasi wajib menjual rotan ke terminal itu? "Nantinya memang lewat Saripermindo, itu lebih baik," ujar Tony Sukandar, Ketua BPP Asmindo di Jakarta. Barang yang masuk kemudian disuplai kepada produsen barang rotan-jadi. Menurut Sudarto, mekanisme harga akan banyak ditentukan oleh tim yang terdiri dari wakil koperasi, wakil pengusaha rotan setengah-jadi, dan wakil pengusaha rotan-jadi. Saripermindo mengambil posisi di tengah, tak cari untung. Dengan demikian, para pengumpul boleh mengharap sesuatu yang lebih baik. Setidaknya, harga di tingkat pengumpul yang Rp 70 per kg, bisa naik menjadi Rp 100. Mudah-mudahan. Lebih jauh lagi, kata Sudarto, Menteri Kehutanan Hasyrul Harahap akan membetikan izin hanya kepada pengumpul rotan yang tergabung dalam koperasi. Lalu pengusaha rotan, tentu diuntungkan, karena harga bahan baku murah. Hanya saja, selain muncul imbauan beli saham, juga ada pungutan Rp 5 per nilai ekspor 1 dolar AS. Itu kecil, tak sampai 0,3%. Tony menegaskan bahwa persentase sekecil itu ada artinya dibandingkan dengan hasil yang akan mereka peroleh. Lagi pula, "Ini kan untuk kepentingan asosiasi," kilah Sudarto. Dikatakannya, pungutan itu dimanfaatkan buat menggaji para eksekutif Asmindo, di samping membiayai pameran dan promosi dagang. Menjelang akhir bulan ini, misalnya, Asmindo akan ikut pameran penjualan di Osaka dan Tokyo, Jepang. Tampaknya pekerjaan asosiasi bukan main-main. Pembukuannya diaudit oleh akuntan publik. Tahun ini target transaksi dagang diperkirakan mencapai 267 juta dolar. Sejauh ini, Saripermindo belum punya terminal. Yang ada 8 subterminal, milik delapan pengusaha rotan setengah-jadi.Suhardjo Hs, Linda Djalil, Sugrahetty Dyan, Wahyu M (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum