Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

PDIP dan Koalisi Pro-Pemerintah Saling Tuding Soal PPN 12 Persen, Ini Fakta Pengesahannya

UU HPP yang mengatur kenaikan PPN 12 persen disahkan oleh sidang yang dipimpin Muhaimin Iskandar dan disetujui 8 fraksi di luar PKS.

23 Desember 2024 | 17.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - PDIP dan partai-partai koalisi pendukung pemerintahan Presiden Prabowo berpolemik tentang asal-muasal Undang-undang nomor 7 2021 tentang UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang antara lain mengatur pungutan pajak PPN 12 persen.

Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Novita Wijayanti mengatakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang akan diterapkan mulai Januari 2025 berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan merupakan produk legislasi kolektif antara pemerintah yang dikuasai PDIP dengan legislatif ketika itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, undang-undang tersebut disahkan pada tahun 2021 dan akan diterapkan mulai Januari 2025, dengan salah satu poinnya terkait kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sejatinya justru mereka (PDIP) yang mengusulkan dan memutuskan, sekarang seolah-olah melempar kesalahan kepada Pak Prabowo, di mana Pak Prabowo menjadi Presiden baru dua bulan," kata Novita dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin, 23 Desember 2024.

Sebelumnya, Ketua PDIP, Deddy Yevri Sitorus, mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 tersebut melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), bukan atas dasar inisiatif Fraksi PDIP.

Deddy menyebut pembahasan UU tersebut sebelumnya diusulkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Sementara, PDIP ditunjuk sebagai ketua panitia kerja (panja).

"Jadi, salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah (era Presiden Jokowi) dan melalui kementerian keuangan," katanya seperti dikutip Antara.

Ia menjelaskan pada saat itu, UU tersebut disetujui dengan asumsi bahwa ekonomi bangsa Indonesia dan kondisi global dalam kondisi yang baik-baik saja.

Namun, kata Deddy, seiring berjalannya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP meminta penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen dikaji ulang.

Kondisi tersebut seperti daya beli masyarakat yang terpuruk, badai PHK di sejumlah daerah hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini terus naik.

"Jadi, sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo (Subianto), bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya," ujar Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 22 Desember 2024.

Lalu bagaimana RUU tersebut ketika disahkan oleh DPR pada 7 Oktober 2021? Tempo menulis dalam judul DPR Sahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Begini Rinciannya. Berikut faktanya:

1. Dipimpin Muhaimin Iskandar

Sidang paripurna DPR yang mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dipimpin wakil ketua DPR Muhaimin Iskandar, bekas pesaing Prabowo dalam Pilpres yang kini menjadi Menko Pemberdayaan Masyarakat.

"Apakah RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini dapat disetujui menjadi UU?" tanya Wakil Ketua DPR Muhaimin kepada peserta sidang di Gedung DPR, yang dijawab 'setuju'.

2. PKS Menolak
Sebanyak 8 fraksi menyatakan setuju, kecuali fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan mereka tetap menolak RUU ini sebagaimana yang sudah disampaikan saat pembicaraan di tingkat komisi. Sebelumnya, RUU ini telah disepakati di tingkat komisi pada Rabu, 29 Oktober 2021. 

Dikutip dari laman partai, alasan PKS menolak di antaranya: PPN dinaikkan dari 10 persen pada 2021 menjadi 12 persen pada 2025. Selain itu, mereka juga menolak masuknya sembako, jasa kesehatan medis, jasa pendidikan, dan jasa pelayanan sosial sebagai Barang/Jasa Kena Pajak (BJKP/Objek Pajak). Walau saat ini Pemerintah mengenakan tarif 0%, namun dengan menjadi BJKP, barang dan jasa tersebut suatu ketika bisa dikenakan pajak.

Selain itu, PKS memperjuangkan agar PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) naik dari Rp. 4.5 jt menjadi Rp. 8jt. Namun ditolak Pemerintah. PTKP 4.5 jt tsb. sudah 5 tahun tidak bertambah.

3. Menggantikan 6 Undang-undang Sekaligus

Beleid baru ini pun menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan dan mengubah beberapa peraturan dalam enam UU sekaligus. Mulai dari UU Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai, UU Cukai, UU Penanganan Covid-19, dan UU Cipta Kerja.

4. Bukan Hanya tentang PPN 12 Persen

Ada beberapa ketentuan baru yang diatur di dalamnya, mulai dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Karbon, sampai Tax Amnesty Jilid II. UU ini terdiri dari 106 halaman, 9 bab, dan 19 pasal. Pertama yaitu Bab II tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur soal rencana penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Lalu, ada juga kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diatur dalam Bab IV tentang PPN. Lewat beleid ini, tarif PPN 11 persen mulai berlaku 1 April 2022. Lalu, tarif 12 persen mulai berlaku 1 Januari 2025.

Selanjutnya, ada juga aturan soal Tax Amnesty yang diatur dalam Bab V tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Lewat program ini, maka wajib pajak diberi kesempatan untuk mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.

Lalu, ada juga Bab VI yang mengatur soal Pajak Karbon. Lewat beleid ini, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

5. Disahkan Presiden Jokowi 

Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) No.21 Tahun 2021 tentang HPP pada 29 Oktober 2021.

Fajar Pebrianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor Yang Muda yang Sulit Mendapat Kerja

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus