KEGELISAHAN kini menyergap sebagian eksekutif dan pegawai Danareksa. Di antara mereka adalah pegawai yang selama ini sangat penting: direktur pelaksana, kepala riset, dan pialang senior. Tetapi perusahaan sekuritas pertama di Indonesia itu tak akan mempertahankan mereka lagi. Direksi telah memutuskan rasionalisasi karyawan. Kepada pegawai yang sudah bekerja sekurang-kurangnya 15 tahun dan telah berusia 46 tahun ke atas, ditawarkan program pensiun dini. Sebagian yang lain diminta mengundurkan diri secara sukarela. Karena itu, surat edaran direksi dilampiri pula surat permohonan pengunduran diri secara sukarela, yang tinggal di-teken karyawan bersangkutan.
Tentu saja karyawan kaget menerima surat edaran itu. Apalagi, direksi hanya memberi waktu dua hari kepada karyawan untuk berpikir. Tanggal 9 Oktober surat edaran dikeluarkan, tanggal 11 Oktober mereka sudah harus memberi jawaban. Menekennya berarti karyawan mengajukan permohonan diri secara sukarela. Tidak menandatangani pun tak berarti posisi mereka aman, karena direksi yang akan menjatuhkan keputusan.
Belakangan, atas arahan dewan komisaris, batas waktu peng-unduran diri itu diperpanjang hingga 18 Oktober. Namun, kebijakan rasionalisasi dadakan itu tak urung menimbulkan syak wasangka. Terlebih sempat pula meletik isu, Danareksa Research Institute (DRI), tangki pemikir yang bergengsi, juga bakal dibubarkan.
Apa gerangan yang sedang terjadi di lembaga keuangan terkemuka di Indonesia itu? Direktur Utama Danareksa, Dian Wiryawan, menepis dugaan adanya motif miring dalam kebijakannya. "Rasionalisasi itu dilakukan," katanya menjelaskan, "karena ada ketidakseimbangan antara beban kerja dan jumlah pegawai."
Pasar yang sepi, baik di lantai bursa, obligasi, maupun investment banking, merupakan pemicu kebijakan rasionalisasi pegawai itu. Terlebih sejak terjadinya serangan atas World Trade Center, pendapatan Danareksa merosot drastis. Target keuntungan yang semula di-patok Rp 108 miliar pun dikhawatirkan tak akan tercapai. "Mungkin keuntungan kami tahun ini cuma Rp 5 miliar," kata Dian dengan nada masygul. Itu berarti enam bulan terakhir Danareksa membukukan kerugian. Sebab, pada semester pertama Danareksa masih berhasil meraup laba Rp 72 miliar.
Selain mengurangi 58 pegawai, menurut Dian, Danareksa melakukan sejumlah langkah lain untuk berhemat. Contohnya, memindahkan kantor ke Gedung Merdeka (Gedung Bursa), di Jalan Merdeka Selatan, yang merupakan milik mereka sendiri. Dengan berbagai langkah itu, Danareksa berharap bisa menekan biaya operasional yang semula Rp 200 miliar menjadi cuma Rp 140 miliar. Dengan demikian, ada penghematan Rp 60 miliar, yang didapat antara lain dari rasionalisasi pegawai sebesar Rp 24 miliar, dan Rp 11 miliar dari pemindahan kantor.
Bagaimana dengan DRI? Direksi Danareksa memutuskan tak jadi membubarkan DRI. "Setelah dibicarakan masak-masak, ternyata DRI masih dibutuhkan," kata Dian. Namun, Kepala DRI, Rino Agung Efendi, dipastikan terkena rasionalisasi. Alasannya, pekerjaan Rino ternyata bisa ditangani oleh Raden Pardede, dengan tim—dan biaya—yang lebih kecil.
Bagaimanapun, kebijakan rasionalisasi pegawai itu tetap membuahkan pertanyaan. Ada kecurigaan, langkah itu semata tameng Dian untuk menyingkirkan orang-orang Danareksa yang dianggap masih loyal kepada Glenn Yusuf, Direktur Utama Danareksa yang lama. Hal itu, kabarnya, terkait dengan perseteruan lama antara Dian dan Glenn, baik dalam soal lobi bisnis maupun politik. Dian, yang masuk ke Danareksa di bawah bayang-bayang ke-besaran Glenn, dikabarkan merasa tidak didukung penuh oleh orang-orang Danareksa yang berada di posisi kunci. Mereka itu terutama terdapat di unit investment banking, perdagangan saham, dan ekuitas.
Alasan sepinya pasar untuk melakukan rasionalisasi, misalnya, dipertanyakan Rino Agung. Soalnya, kondisi pasar yang hampir seperti kuburan sudah berlangsung sejak 1997. Namun, ketika perekonomian berada di titik terendah pun, kinerja Danareksa tetap mencorong. "Bahkan Danareksa sempat mendapat penghargaan dari Euromoney (majalah finansial terkemuka di dunia)," kata teman main tenis Glenn Yusuf itu.
Selama ini kondisi keuangan Danareksa juga tergolong sehat. Setidaknya, sampai tiga bulan lalu, menurut Rino, Danareksa masih berhasil mencetak keuntungan yang lumayan. Keuangan yang terjaga itu terlihat dalam pemakaian pulsa telepon dan kertas fotokopi yang hingga kini masih bebas, tak dibatasi.
Namun, Dian tetap membantah adanya skenario penyingkiran loyalis Glenn di Danareksa. "Saya nggak pernah punya masalah dengan Pak Glenn. Jika benar demikian, masa saya masih bekerja dengan Pak Zas Ureawan. Dia kan juga orangnya Pak Glenn," Dian menyanggah.
Kendati kecewa, toh Rino mengaku tak mempermasalahkan permintaan direksi agar dirinya mengundurkan diri. Hanya, ia berharap manajemen tetap memperhatikan kualitas sumber daya manusia Danareksa. "Jangan lupa," katanya, "mesin uang Danareksa itu ada di SDM-nya." Dan, sebagai aset negara, kinerja Danareksa yang bagus dengan sendirinya akan membantu upaya pemerintah dalam memulihkan ekonomi.
Nugroho Dewanto, Iwan Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini