Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menggunakan pasal berlapis, termasuk pasal pencucian uang, dalam penyidikan kasus dugaan kayu ilegal asal Papua yang terungkap dalam penindakan sebulan terakhir. "Untuk meningkatkan efek jera," kata Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda, kemarin. Menurut dia, metode multidoor-menggunakan berbagai perangkat dan aturan-juga diterapkan dalam penanganan kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemarin, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK melakukan gelar perkara pengiriman 384 kontainer berisi kayu merbau, yang diduga diperoleh secara ilegal di Papua. Penyitaan 5.812 meter kubik kayu yang diperkirakan senilai Rp 104,63 miliar tersebut merupakan hasil empat kali penangkapan di Surabaya dan Makassar sejak Desember lalu. Sejauh ini, Kementerian telah menetapkan empat korporasi sebagai tersangka, dengan kemungkinan ada perusahaan lain yang juga terlibat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, Kementerian tak akan berkompromi terhadap illegal logging. Tak hanya merugikan keuangan negara, kata dia, pembalakan liar dan peredaran kayu ilegal merusak ekosistem hingga mengancam kehidupan sosial masyarakat. "KLHK dan aparat penegakan hukum lain terus berkolaborasi melawan jaringan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan," ucapnya.
Terungkapnya pengiriman merbau ilegal dari Papua ke Surabaya sekaligus menguatkan temuan investigasi Tempo bertajuk "Mesin Cuci Kayu Ilegal", yang terbit pada 24 Desember lalu. Delapan bulan pengamatan lapangan dan penelusuran dokumen Tempo mendapati praktik penebangan, pengangkutan, hingga perdagangan kayu ilegal di Papua dan Papua Barat. Disebut "mesin cuci" lantaran para pelakunya merupakan perusahaan pengolah kayu-banyak di antaranya juga sebagai eksportir-yang telah mengantongi sertifikat legalitas kayu (SLK).
SLK merupakan jaminan legalitas yang dihasilkan mekanisme sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Sistem jaminan legalitas ini yang membawa Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia berlisensi Forest, Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT) dari Uni Eropa pada 2016.
Lewat lisensi ini, kayu berikut produk turunannya dari perusahaan bersertifikat legal-kemudian diekspor dengan V-Legal-bebas melenggang tanpa pemeriksaan di Benua Biru. SVLK-juga FLEGT License-kerap digadang-gadang sebagai modal besar Indonesia dalam menggenjot ekspor kayu. Sepanjang tahun lalu, Kementerian mencatat ekspor kayu Indonesia mencapai US$ 12,16 miliar atau naik 11,5 persen dari 2017, yang hanya US$ 10,9 miliar.
Peneliti sekaligus juru komunikasi Yayasan Auriga Nusantara, Syahrul Fitra, mengapresiasi rencana KLHK menindak pelaku pembalakan ilegal dengan pidana pencucian uang. Dia menilai penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang amat penting karena selama ini penindakan illegal logging selalu berakhir di pelaku lapangan. "Bukan mengusut korporasi dari hulu hingga hilir yang selama bertahun-tahun menikmati perdagangan kayu ilegal," tuturnya.
Kendati begitu, dia mengingatkan bahwa penegakan hukum berupa pemidanaan pelaku illegal logging akan percuma jika persoalan di hulu tak dibereskan. Dalam konteks Papua dan Papua Barat, kata Syahrul, Kementerian harus segera menengahi ketidaksesuaian ketentuan pemerintah pusat dan daerah yang membuat masyarakat adat di Papua tak mendapatkan akses untuk memanfaatkan hutan mereka. Tumpang-tindih regulasi, kata dia, terindikasi menjadi ladang bagi pembalakan liar oleh pelaku industri kehutanan yang mengatasnamakan masyarakat adat.
AGOENG WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo