Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Ekspor bergeser dari barang mentah ke produk industri.
Impor bahan baku dan penolong mendorong investasi.
Namun, struktur ekspor masih didominasi produk industri bernilai tambah rendah.
JAKARTA — Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi optimistis kinerja ekspor dan impor pada 2021 akan tumbuh signifikan dibandingkan dengan 2020. Bahkan, kata Lutfi, struktur ekspor tahun lalu yang berfokus pada barang mentah atau setengah jadi mulai bergeser pada produk industri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Lutfi, indikatornya adalah ekspor besi dan baja yang menyentuh US$ 10 miliar pada Januari-November 2020. "Hal itu menjadikan andil ekspor besi dan baja menjadi 6,91 persen. Ini salah satu produk dari industri yang memiliki efek tinggi terhadap perjanjian perdagangan," kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lutfi menyebutkan indikasi lainnya terlihat dari ekspor kendaraan bermotor periode Januari-November 2020 yang mencapai US$ 5,8 miliar atau 4,2 persen dari total ekspor nasional. Ia yakin fenomena tersebut menjadi sinyal peralihan struktur ekspor nasional.
Bongkar muat besi baja di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Agar ekspor kian meningkat, Lutfi mengatakan arus barang untuk kebutuhan industri harus dijamin kelancarannya. Setidaknya, kata dia, produk impor yang masuk ke dalam negeri harus berupa bahan baku penolong atau modal yang memiliki efek domino ke perekonomian. Termasuk untuk mendukung ekspor produk manufaktur.
Lutfi mengatakan keterbukaan pasar Indonesia akan menjadi hal yang penting lantaran ekspor akan bertumpu pada produk bernilai tinggi. Upaya meningkatkan ekspor produk bernilai tinggi ini, kata dia, tidak akan bisa dicapai tanpa diiringi dengan akses pasar yang dijamin lewat perjanjian perdagangan. "Kalau kita tidak punya akses perdagangan terutama ke emerging market, barang-barang ini tidak bisa menjadi basis ekspor," tutur Lutfi.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani, mengapresiasi strategi pemerintah yang memfasilitasi impor bahan baku. Menurut dia, impor bahan penolong ini akan menjadi faktor penting untuk investasi dan menjadikan Indonesia sebagai production hub baru dalam rantai nilai global value chain (GVC).
Dari sisi ekspor, kata Shinta, perlu ada fasilitas seperti pembiayaan ekspor yang lebih terjangkau ke negara non-tradisional, simplikasi perizinan ekspor, dan kerja sama dengan pelaku usaha sebagai intelijen pasar. "Dengan demikian, investasi yang masuk bisa menjadikan Indonesia sebagai production hub untuk ekspor global dan regional," ujar Shinta.
Suasana di pelabuhan New Priok Container Terminal One Tanjung Priok, Jakarta, 8 Januari 2020. Tempo/Tony Hartawan
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, berujar bahwa struktur ekspor Indonesia memang masih didominasi oleh produk industri bernilai tambah rendah. Untuk itu, kata dia, perlu ada penguatan sisi industri. Kalau melihat peluang pemulihan ekonomi yang lebih baik pada tahun ini, Heri mengatakan seharusnya Indonesia mampu mengambil peluang untuk ekspor produk bernilai tambah tinggi agar nilai ekspor semakin besar.
Sektor industri masih menjadi primadona dalam perdagangan ekspor Indonesia, khususnya di Asia Tenggara. Namun, kata Heri, hal yang perlu menjadi catatan adalah seberapa besar kekuatan struktur industrinya. Misalnya dengan mengupayakan seluruh komponennya diproduksi di dalam negeri agar memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. "Yang diupayakan adalah bagaimana mendapatkan nilai tambah maksimal dan menghasilkan devisa yang optimal," kata dia.
Pertambangan yang cukup potensial juga akan mendorong produksi olahan mineral seperti besi dan baja. Heri melihat industri petrokimia juga harus digenjot untuk mendorong ekspor produk industri dalam negeri. Saat ini, kata Heri, produk farmasi dan produk kimia lainnya masih dibanjiri impor. "Pasar kita cukup besar untuk produk seperti itu," ujar Heri.
LARISSA HUDA
Kementerian Perdagangan memasang target surplus US$ 1 miliar pada tahun ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo