Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta - Pemerintah tengah mengkaji kemungkinan peningkatan nilai tambah sejumlah sektor tambang mineral dan batu bara. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan kebijakan hilirisasi perlu dikaji untuk menjaga pasokan sumber daya.
Baca juga: PLN Resmikan Terminal Batu Bara Kalori Rendah PLTU Jawa 7
"Pertama mungkin ada beberapa masukan kebijakan strategis hilirisasi mineral dan batu bara nasional yang perlu dipertimbangkan. Kami sudah menjalani ini," ujar Bambang dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 8 Juli 2019.
Bambang mengatakan, saat ini entitasnya tengah mengkaji pemanfaatan batu bara dan meminimalisasi penjualan secara mentah. Menurut proyeksi, dalam 5 tahun mendatang negara akan menyerap batu bara sekitar 24 juta ton untuk pembangkit listrik dan produksi pabrik zinc gas, metanol, dan dimethyl ether (DME).
Rinciannya, 11 juta ton akan diserap untuk listrik, sedangkan 13 juta ton sisanya untuk DMR. Padahal, saat ini PT Bukit Asam atau PTBA cuma memproduksi 25 juta ton batu bara per tahun.
"Akibatnya dalam 5 tahun ke depan yang tadinya ekspor 25 juta ton, kita akan serap 24 juta ton untuk mengubah jadi listrik dan zinc gas dan metanol," ucapnya. Di sisi lain, pabrik yang dibangun saat ini butuh keberlanjutan suplai batu bara selama minimal 30 hingga 50 tahun.
Di sektor nikel, saat ini pemerintah mencatat ekspor barang mentah mendekati 3 jtua ton per tahun. Sementara itu, pada saat yang sama, pemerintah berencana membangun pabrik stainless steel yang membutuhkan 5 juta ton nikel.
Selain itu, pabrik baterai direncanakan tengah dibangun. Bambang menghitung, pemerintah setidaknya butuh nikel 20 juta ton per tahun untuk mencukupinya.
"Bagaimana strategi konservasi dan pemanfaatan di level ini saja kami sedang hitung agar jangan sampai pabrik yang kita bangun kemudian 10-15 tahun tidak bisa mendapatkan bahan baku malah kita harus impor," ucapnya.
Baca berita Batu Bara lainnya di Tempo.co
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini