INI bukan kisah petualangan dalam serial komik Tin-Tin yang
terkenal itu. Tapi suatu kisah nyata pencurian Bahan Bakar
Minyak (BBM), sejumlah 38.525 ton, bernilai Rp 7,5 milyar.
Puluhan orang dikabarkan telah terlibat, sebagian di Singapura
dan sebagian lagi di Jakarta. Dan sekitar 28 'orang dalam'
Pertamina, umumnya dari Direktorat Perbekalan Dalam Negeri
(PDN), telah dikenakan tindakan skorsing, dan berada dalam
pengawasan Opstib Pusat.
Bisa dimengerti kalau Mayjen Piet Haryono, Dir-Ut pertamina
yang suka memakai sepatu bot itu, menjadi gemas. "Ini sungguh
di luar batas," katanya. Menurut Piet Haryono, praktek pencurian
BBM di Laut Jawa itu terjadi antara bulan November tahun 1979
sampai Agustus 1980.
Tak kurang dari 8 kapal tangki carteran telah digunakan dalam
pencurian BBM itu. Para nahkoda kapal-kapal tangki itu, yang
diduga terlibat, sampai sekarang memang masih didiamkan
beroperasi. Tapi, menurut Piet, mereka hanya diizinkan bergerak
di dalam negeri.
Sampai sekarang belum ada nama-nama yang diungkapkan. Tapi
yang pasti. selain sejumlah orang Pertamina dan para nakoda
tadi, sebuah perusahaan perkapalan di Singapura milik
orang-orang Indonesia merupakan salah satu otak pencurian itu.
Bahkan menurut sebuah sumber, jumlah yang terlibat itu--yang
antara lain terdiri dari orang-orang asing --mencapai 150 orang.
Benar tidaknya, semua itu kelak akan terungkap di pengadilan.
Tapi mengapa baru terbongkar setelah berjalan 10 bulan? Judo
Sumbono, Direktur PDN Pertamina mengaku "penelitian sebenarnya
sudah dilakukan sejak lama." Itu, menurut Judo, bermula dari
adanya surat-surat protes yang disampaikan beberapa pejabat
Pertamina, mengenai ulah sejumlah nakoda dari kapal-kapal tangki
tertentu.
Ternyata jumlah BBM yang mereka angkut tak sesuai dengan yang
tercantum dalam dokumen. Setiap kali terjadi penguapan sekitar
4%:suatu tingkat yang kemudian menimbulkan kecurigaan. Lazimnya,
dari setiap 1.000 ton BBM yang diangkut dari Singapura ke
Jakarta, yang menguap di tengah perjalanan hanya sekitar 0,4%.
Marcu Suar
Sampai sekarang sebagian kebutuhan BBM untuk Indonesia masih
disuling di Singapura. Sepertiganya datang dari Esso Singapore
Pte.Ltd., sebuah unit dari perusahaan minyak raksasa Exxon Corp.
di AS. Setiap hari Esso Singapura itu mengilang 32.000 barrel
minyak mentah untuk Pertamina, dan mengangkutnya kembali ke
Indonesia berupa minyak tanah dan solar.
Menurut koran The Asian Wall Street Journal, adalah pihak
Esso Singapura yang pada mulanya menaruh curiga terhadap sebuah
kapal tangki yang mereka carter. Esso Kure, demikian nama salah
satu dari empat kapal tangki yang disewa Esso Singapura itu,
mulai menganggut BBM dari pengilangan di Singapura ke Jakarta
sejak awal 1980.
Menurut T.E. Young, manajer operasi Esso, perusahaannya mulai
mencium bau di awal Mei lalu, dan segera melakukan suatu
"penyelidikan besar".
Dari sejumlah hasil penyelidikan yang kemudian diserahkan
kepada Pertamina itu --demikian menurut pihak Esso --terungkap
pula bermacam cara pencurian. Salah satu adalah, kapal-kapal
yang mengangkut hasil pengilangan minyak dari Singapura itu
sebelum sampai di pelabuhan Tanjung priok, singgah dulu di dekat
beberapa mercu suar di Laut Jawa. Di sana sudah menunggu
beberapa kapal kecil yang siap menyedot sebagian BBM itu.
Cara lain lebih lihay nampaknya: Kapal yang mengangkut BBM
itu langsung menuju pelabuhan Jakarta dan membongkar muatannya.
Tapi tidak semua. Dan bagian yang disisakan itulah dalam
perjalanan kembali ke Singapura ditung gu oleh kapal lain yang
menggunakan kode lampu warna-warni bak dalam film-film detektif.
Selesai menyedot, kedua kapal itu pun kembali ke pangkalan
Singapura. Dan hasil BBM itu dijual di Singapura atau ke tempat
lain. Bahkan ada pula upaya untuk menjual kembali kepada
Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini