Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dampak Manis Cukai Minuman Berpemanis

Bank Dunia menyatakan lebih dari 40 negara menerapkan pajak atau cukai minuman manis. Penelitian Sarah Mounsey dari Imperial College, London, mendapati pemberlakuan pajak minuman manis membantu perekonomian dan tidak mengganggu industri di Fiji.

29 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga meminum minuman berkarbonasi di Skotlandia, Inggris. REUTERS/Russell Cheyne

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penerapan cukai untuk minuman manis merupakan praktik yang telah dilakukan banyak negara. Data Bank Dunia menunjukkan ada lebih dari 40 negara yang telah memberlakukannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam 360 Info, situs web ilmiah terbuka yang dikelola oleh Monash University, Melbourne, Sarah Mounsey dari Imperial College, London, menuliskan hasil penelitian soal penerapan pajak minuman berpemanis dan dampaknya di Fiji. Dia menuliskan pola makan buah tropis, sayuran, dan makanan laut segar di Fiji perlahan berganti dengan makanan olahan impor yang tinggi lemak, garam, dan gula. "Hasilnya adalah epidemi obesitas yang tumbuh paling cepat di antara negara-negara Pasifik dan peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM), seperti stroke, penyakit jantung, serta diabetes," demikian Mounsey menulis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah Fiji pun menerapkan cukai minuman manis, tapi industri minuman berkeberatan. Mereka mengklaim pungutan itu bakal merusak perekonomian: lapangan pekerjaan hilang dan masyarakat menderita. 

Kenyataannya, di Fiji, satu perusahaan induk bisa menguasai 90 persen industri minuman. Lewat lima anak usaha, mereka memproduksi semua jenis minuman, termasuk air dan jus. Artinya, cukai minuman berpemanis hanya akan berdampak minimal pada laba dan lapangan kerja perusahaan. Sebab, konsumen akan membeli pengganti minuman manis dari perusahaan yang sama.

Memang penerapan kebijakan tersebut membawa kerugian. Misalnya, berkurangnya keuntungan perusahaan. Namun, secara hitung-hitungan, masih jauh lebih besar ketimbang kerugiannya. Dari peningkatan pemasukan negara hingga penghematan dampak dari berkurangnya kasus penyakit tidak menular.

Mounsey menyatakan kasus Fiji memberikan pelajaran bagi semua negara untuk menghadapi lobi industri terhadap pajak kesehatan. Pertama, adanya kemauan dan komitmen politik yang kuat untuk mengurangi penyakit tak menular. Golongan penyakit ini terus menjadi penyebab kematian terbesar secara global. Pada 2021, penyakit ini menyebabkan lebih dari 40 juta kematian. Jumlah itu hampir tiga perempat dari total kematian saat itu. Dari mortalitas ini, 15 juta kematian terjadi pada kelompok usia 30-69 tahun, yang seharusnya hidup secara produktif.

Diet merupakan faktor yang paling menentukan dalam penyebaran penyakit tidak menular. Penerapan cukai minuman manis terbukti menjadi intervensi yang efektif untuk mengurangi risiko penyakit tak menular yang berkorelasi dengan pola makan. Data Bank Dunia menunjukkan, pada 2020, lebih dari 40 negara memberlakukan berbagai pajak minuman manis.

Etalase minuman ringan di sebuah toko di Moskow, Rusia, 9 September 2022. REUTERS/Evgenia Novozhenina

Beberapa negara juga mengenakan pajak makanan yang tidak sehat, rendah nutrisi, dan padat energi. Meksiko mengenakan pajak bagi makanan dengan kepadatan energi tinggi, seperti gorengan dan es krim. Sementara itu, Denmark, Dominika, Finlandia, dan Norwegia mengenakan pajak cokelat dan gula-gula manis. 

"Para peneliti dari Imperial College London merancang mekanisme pajak yang tidak menambah beban keuangan bagi individu atau rumah tangga, yang didistribusikan secara merata di seluruh kelompok pendapatan, dan layak secara administratif," demikian Mounsey menulis.

Kebijakan yang dihasilkan dapat mendorong konsumen untuk mengadopsi pola makan yang lebih sehat tanpa menambah tagihan makanan rumah tangga, serta mendorong industri merumuskan kembali produk mereka untuk memenuhi standar nutrisi yang lebih sehat. 

Para pembuat kebijakan sempat khawatir cukai minuman berpemanis bisa membuat para karyawan kehilangan pekerjaan dan menyebabkan pelemahan ekonomi. Kekhawatiran itu terhapus setelah penelitian global mendapati banyak laporan yang didanai perusahaan makanan dan minuman.

Misalnya, di Meksiko, ada penelitian yang memperkirakan bahwa pajak gula gabungan dan pajak makanan padat energi menyebabkan terjadinya 16 ribu pemutusan hubungan kerja. Demikian pula, di Philadelphia, Amerika Serikat, satu penelitian memperkirakan 1.190 pekerja kehilangan pekerjaan akibat cukai minuman manis. Adapun laporan lain menyatakan pungutan baru tersebut tidak membawa perubahan signifikan dalam pekerjaan.

Penelitian Global Alliance of Chronic Disease selama lima tahun di Fiji dan Samoa menggali cara meningkatkan intervensi kebijakan terkait dengan makanan terhadap dua penyakit tak menular utama, yakni diabetes tipe-2 dan hipertensi.

Penyakit tak menular menimbulkan beban sosial dan ekonomi yang signifikan. Penyakit ini menyebabkan penurunan produktivitas angkatan kerja hingga akhirnya penurunan pendapatan nasional dan investasi modal manusia.

Strategi pencegahan penyakit tak menular sangat penting dan memerlukan paket intervensi yang komprehensif dengan pendekatan seluruh masyarakat. Analisis global dan contoh kasus Fiji menunjukkan bahwa hanya ada sedikit bukti yang mendukung klaim industri tentang penurunan ekonomi. Sebaliknya, selain manfaat kesehatan dan produktivitas, cukai minuman manis bermanfaat signifikan secara ekonomi melalui peningkatan pendapatan dan penghematan biaya kesehatan.
 
REZA MAULANA | ANIS SANIA (MAGANG)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus