Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Penetapan KEK Tanjung Lesung Sudah Pertimbangkan Risiko Tsunami

Pemerintah menyebutkan penetapan KEK Tanjung Lesung sudah mempertimbangkan berbagai risiko, di antaranya risiko bencana alam tsunami.

27 Desember 2018 | 08.10 WIB

Lokasi panggung bekas konser band Seventeen yang porak poranda usai diterjang tsunami selat Sunda di Beach Hotel, Pantai Tanjung Lesung, Penimbang, Jawa Barat, Minggu, 23 Desember 2018. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pandeglang Asep Rahmat menyatakan sebagian besar korban tsunami di Pantai Tanjung Lesung adalah para penonton band Seventeen. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Lokasi panggung bekas konser band Seventeen yang porak poranda usai diterjang tsunami selat Sunda di Beach Hotel, Pantai Tanjung Lesung, Penimbang, Jawa Barat, Minggu, 23 Desember 2018. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pandeglang Asep Rahmat menyatakan sebagian besar korban tsunami di Pantai Tanjung Lesung adalah para penonton band Seventeen. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memastikan bahwa penetapan kawasan ekonomi khusus Tanjung Lesung sudah mempertimbangkan berbagai risiko, salah satunya adalah bencana alam seperti tsunami. "KEK itu kan lokasinya ditetapkan sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), jadi kalau mengacu kepada RTRT mestinya sudah mempertimbangkan masalah bencana dan sebagainya," ujar Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto Pranoto di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 26 Desember 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kendati demikian, Enoh menyebut mitigasi bencana menjadi salah satu hal yang penting dilakukan. Persoalan mitigasi bencana, ujar dia, seyogyanya melibatkan banyak pihak, antara lain pengelola dan berbagai kementerian yang terkait. Ia menyebut perlunya ada pelatihan mitigasi bencana untuk sumber daya manusia pengelola KEK.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya ada jalan-jalan evakuasi dan tempat evakuasi saat bencana melanda. Ditambah lagi, ujar Enoh, perlu ada sistem peringatan dini yang mesti terbangun di kawasan ekonomi khusus tersebut. "Early warning system itu tanggung jawab pemerintah."

Di samping urusan mitigasi, Enoh berujar biaya penanggulangan kerusakan akibat bencana tsunami di kawasan ekonomi khusus Tanjung Lesung menjadi tanggung jawab pengelola. Meski, pengelola biasanya akan mengasuransikan asetnya, misalnya resort dan hotel.

"Itu tanggung jawab pengelola itu sendiri, hanya mungkin fasilitas seperti jalan itu enggak diasuransikan," ujar Enoh. Prinsipnya, pemerintah hanya memberikan akses infrastruktur, baik jalan maupun fasilitas lain, menuju kawasan tersebut. Sementara segala fasilitas di dalam kawasan khusus itu menjadi tanggung jawab pengelola.

Enoh berujar dari sekitar 1.500 hektare kawasan ekonomi khusus Tanjung Lesung, saat ini baru sekitar 154 hektare yang telah terbangun. Dari total luas yang terbangun itu, hanya 8 hektare yang terkena dampak dari tsunami. Lokasi terdampak tsunami tersebut antara lain kawasan beach club, Hotel Tanjung Lesung dan kawasan lagoon.

Pasca bencana tsunami itu, Enoh berharap perekonomian di kawasan ekonomi khusus itu bisa menggeliat kembali. Mengingat, kawasan yang terdampak tsunami tidak begitu besar. Pemerintah juga berupaya menciptakan kembali iklim investasi di kawasan tersebut. "Memberikan dukungan investasi merupakan kewajiban pemerintah, tapi kalau kawasan adalah tanggung jawab pengelola, bukan pemerintah," tutur Enoh.

Sebelumnya, Ketua Harian Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten, Ashok Kumar, mengatakan ada 20 hotel yang rusak dengan taksiran kerugian sementara Rp 5 miliar. Taksiran kerugian tersebut belum memasukkan kerusakan sarana wisata di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung yang mencapai Rp 150 miliar. “Perhitungan kerugian masih berjalan,” ujar dia ketika dihubungi Tempo, Selasa, 25 Desember 2018.

Selain kerugian fisik, Ashok mengatakan, bencana tersebut menyebabkan efek domino berupa pembatalan kunjungan wisatawan hingga 10 persen. Sebelum dilanda tsunami, tingkat hunian atau okupansi hotel dan penginapan di kawasan wisata Anyer, Carita, dan Tanjung Lesung mencapai 80–90 persen. “Sejauh ini, bentuk pembatalannya baru pergantian jadwal kunjungan,” katanya.

PHRI menargetkan perbaikan hotel dan sarana pariwisata lainnya rampung dalam beberapa pekan ke depan. Menurut Ashok, kebanyakan dari fasilitas itu mengalami kerusakan ringan akibat tsunami seperti pintu dan atap hancur. Meski ada pembatalan kunjungan wisatawan, dia meyakini pengusaha tidak akan mengalami gangguan arus kas.

CHITRA PARAMAESTI | KARTIKA ANGGRAENI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus