Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, target pemerintah untuk menggapai nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060 seharusnya tidak akan terganggu dengan batalnya program konversi kompor LPG 3 kg ke kompor listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program kompor listrik dibatalkan PLN pada 27 September 2022 kemarin. Padahal sejak 2021 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan program penggunaan kompor listrik itu sebagai bagian dari peta jalan menuju nol emisi karbon pada 2060.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya kira peta jalan NZE 2060 harus tetap berjalan meskipun kompor induksi di batalkan oleh PLN," kata Mamit saat dihubungi, Jumat, 30 September 2022.
Menurut Mamit, kompor listrik sebetulnya hanya bagian kecil dari seluruh rangkaian peta jalan NZE. Program konversi dari kompol elpiji 3 kg menjadi kompor listrik pun menurutnya dapat diganti dengan program lain yang lebih memiliki dampak signifikan mengurangi beban emisi di Indonesia.
"Dengan biomass saya kira bisa dilakukan. Kalau mau clean dengan jargas (jaringan gas) atau dengan Dimethyl Ether (DMEl misalnya yang masuk hilirisasi batubara," kata Mamit
Yang pasti, Mamit menekankan, pembatalan progran itu tidak bisa menjadi alasan untuk menunda-nunda target penggunaan sumber energi bersih. Pemerintah, kata dia, harus melibatkan bantuan dari negara lain untuk menunjang NZE karena biayanya besar untuk merealisasikam target itu.
"Jadi, the show must go on meskipun kompor induksi batal. Hanya saja pemerintah kitakan enggak bisa jalan sendiri, harus ada bantuan dari negara lain saya kira," kata Mamit.
Selanjutnya: Menteri ESDM Jelaskan Peta Jalan Energi Bersih
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif pada tahun lalu sempat mengatakan, untuk mencapai target nol emisi itu, pemerintah tengah menerapkan lima prinsip utama. Lima prinsip itu meliputi: peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, serta pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Program penggunaan kompor listrik itu pun menjadi bagian dari prinsip peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga. "Kami telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 sampai 2060 dengan beberapa startegi kunci," kata Arifin pada Oktober 2021 di acara Road to COP26.
Arifin lalu menguraikan tahapan pemerintah menuju capaian target nol emisi. Bermula dari 2021, ketika pemerintah mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan coal retirement. "Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi," tuturnya.
Berikutnya, ia menargetkan pada 2022 adanya Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun. Selanjutnya, pada 2024 akan ada pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar atau smart grid dan smart meter. Dengan begitu, setahun kemudian bauran EBT akan mencapai 23 persen yang didominasi PLTS.
Pada 2027, pemerintah juga berencana memberhentikan impor LPG dan menargetkan 42 persen EBT didominasi dari PLTS pada 2030. Saat itu, jaringan gas diproyeksikan menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak 2 juta untuk mobil dan 13 juta motor, penyaluran BBG 300 ribu, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh/kapita.
Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini mulai 2031 dan sudah adanya interkoneksi antarpulau mulai Commercial Operation Date (COD) pada 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh/kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro, dan Panas Bumi.
Pada 2040, bauran EBT sudah mencapai 71 persen dan tidak ada PLT Diesel yang beroperasi, Lampu LED 70 persen, tidak ada penjualan motor konvensional, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh/kapita. Lima tahun berikutnya, pemerintah mewacanakan akan ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama mulai COD.
"Kita juga mempertimbangkan penggunaan energi nuklir yang direncanakan dimulai tahun 2045 dengan kapasitas 35 GW sampai dengan 2060," kata Arifin.
Selanjutnya, bauran EBT diharapkan sudah mencapao 87 persen pada 2050 dibarengi dengan tidak melakukan penjualan mobil konvensional dan konsumsi listrik 4.299 kWh/kapita. Terakhir, pada 2060 bauran EBT diharapkan mencapai 100 persen yang didominasi PLTS dan Hydro serta dibarengi dengan penyaluran jaringan gas sebanyak 23 juta sambungan rumah tangga, kompor listrik 52 juta rumah tangga, penggunaan kendaraan listrik, dan konsumsi listrik menyentuh angka 5.308 kWh/kapita.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini