Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Inalum dan Mind Id menjalani split-off sejak akhir 2022.
Mind Id menanggung utang Inalum setelah pemisahan holding tambang.
Inalum akan menyelesaikan smelter di Kalimantan dan memperluas pabrik di Sumatera Utara.
SEBULAN sudah Mining Industry Indonesia atau Mind Id dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) alias Inalum berpisah jalan. Dua perusahaan itu awalnya bersatu sebagai holding atau perusahaan induk badan usaha milik negara pertambangan. Kini pemerintah memisahkan Mind Id dengan Inalum agar peran yang dipegang berlainan. Kini manajemen dua perusahaan itu menanti jadwal rapat umum pemegang saham dari Kementerian BUMN. "Menunggu wewenang pemegang saham,” kata Niko Chandra, Kepala Divisi Relasi Institusi Mind Id, pada Jumat, 6 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyapihan Inalum dan Mind Id diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2022 yang terbit pada 8 Desember 2022. Peraturan nomor 45 mengurangi penyertaan modal negara kepada Inalum sehingga produsen aluminium itu tidak lagi memegang saham negara di empat perusahaan, yaitu PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Freeport Indonesia. Sedangkan peraturan nomor 46 mengatur Mind Id sebagai holding yang membawahkan Inalum dan empat perusahaan tambang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan ini menandai pemecahan atau split-off holding BUMN tambang yang terbentuk pada 27 November 2015. Inalum saat itu ditetapkan sebagai holding karena 100 persen sahamnya masih dikuasai negara, berbeda dengan BUMN tambang lain yang sudah menjadi perusahaan publik. Sebagai holding, Inalum berperan ganda. Direktur utama perusahaan itu menjadi pemimpin holding. Aspek operasi Inalum sebagai produsen aluminium yang mengoperasikan pabrik di Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, diserahkan kepada direktur operasi dan portofolio. Pada 17 Agustus 2019, pemerintah merilis brand Mind Id untuk membedakan Inalum "holding" dengan Inalum "produsen aluminium".
Setelah lima tahun bersama, Mind Id dan Inalum dipisahkan karena bisnis pertambangan BUMN terus membesar. Setelah tak lagi menjadi holding, Inalum berfokus pada operasi dengan target ambisius terutama untuk penghiliran hasil tambang dan pengolahan aluminium. Apalagi pemerintah segera memberlakukan larangan ekspor bauksit, bahan baku utama aluminium, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Inalum harus merampungkan proyek smelter grade alumina di Mempawah, Kalimantan Barat, sekaligus mengembangkan kapasitas produksi aluminium di pabrik Kuala Tanjung bersama Emirates Global Aluminium, produsen aluminium terbesar keenam di dunia asal Uni Emirat Arab.
•••
SPLIT-OFF ini mendatangkan konsekuensi lain. Salah satunya pengalihan utang Inalum kepada Mind Id. Utang ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspansi holding tambang sebelum pemisahan. Salah satu utang yang harus dibayar Mind Id adalah obligasi senilai US$ 5,5 miliar yang diterbitkan Inalum pada November 2018. Utang itu dipakai untuk mendanai akuisisi saham PT Freeport Indonesia dari Freeport-McMoRan Inc. “Semua aset dan liabilitas yang menunjang fungsi holding akan dialihkan kepada Mind Id, sedangkan aset dan liabilitas yang menunjang operasi smelter aluminium tetap dipegang PT Inalum,” kata Kepala Divisi Relasi Institusi Mind Id Niko Chandra.
Inalum menerbitkan surat utang US$ 4 miliar buat melunasi pinjaman bank yang menjadi modal akuisisi saham Freeport senilai US$ 3,85 miliar. Setelah itu, Inalum menerbitkan surat utang lagi US$ 2,5 miliar. Perolehan dana senilai US$ 1 miliar digunakan untuk melunasi pembayaran obligasi yang terbit sebelumnya. Mind Id sempat membeli kembali sebagian surat utang itu pada 2020. Sejak April 2022, sisa obligasi yang jatuh tempo pada 2023 tinggal US$ 674 juta. Sedangkan yang harus dilunasi pada 2028 dan 2048 masing-masing US$ 1 miliar dan US$ 750 juta.
Sisa surat utang itu membuat liabilitas Inalum membengkak, hingga Rp 117,69 triliun pada 2021. Padahal perusahaan itu harus lepas dari utang demi merampungkan proyek smelter grade alumina (SGAR) yang sempat macet serta mengembangkan fasilitas produksi aluminium yang sudah ada. SGAR di Mempawah akan mengolah bauksit menjadi alumina dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Fasilitas ini harus selesai dibangun pada Juli 2023. Smelter ini akan dikelola PT Borneo Alumina Indonesia, perusahaan patungan Inalum dengan PT Aneka Tambang Tbk atau Antam. Inalum menggenggam 60 persen saham, sisanya dipegang Antam melalui penyertaan tambang bauksit di Mempawah.
Nilai proyek SGAR mencapai US$ 831,5 juta. Merujuk pada rencana kontrak, hingga akhir tahun lalu semestinya proyek itu sudah selesai lebih dari 70 persen. Tapi kenyataannya proyek baru rampung 13 persen. Penyebabnya adalah pengadaan yang terlambat. Selain itu, ada perselisihan di antara dua kontraktor, yaitu China Aluminium International Engineering Corporation Ltd (Chalieco) dan PT Pembangunan Perumahan Tbk, tentang nilai kontrak. Menurut Niko, perselisihan itu sudah selesai dan hingga Desember 2022 konstruksi SGAR telah mencapai 21,13 persen. “Target produksi alumina pertama di September 2024,” ujarnya.
Niko mengatakan Inalum membangun smelter alumina buat memastikan pasokan bahan baku. Saat ini mayoritas alumina yang diolah Inalum di Kuala Tanjung diimpor dari Australia. Jika SGAR beroperasi dan menghasilkan alumina, Inalum bisa menekan biaya sampai 15 persen. Ihwal peningkatan kapasitas pabrik aluminium di Kuala Tanjung, pada 31 Maret 2022 Inalum meneken nota kesepahaman dengan Emirates Global Aluminium (EGA). Dalam kesepakatan ini keduanya akan meningkatkan kapasitas produksi aluminium Inalum dari 250 ribu ton menjadi 400 ribu ton per tahun pada 2024. Caranya adalah memperbarui teknologi tungku reduksi dan optimalisasi smelter.
Niko menjelaskan, pengembangan pabrik bersama EGA masih dalam tahap studi kelayakan. Belum diketahui berapa dana yang dibutuhkan untuk merampungkan proyek tersebut. Untuk itu, Mind Id membuka opsi pendanaan lewat penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) Inalum di Bursa Efek Indonesia. “IPO akan dilaksanakan segera setelah pemisahan fungsi holding dan operasi selesai," tuturnya.
Di luar urusan pendanaan, Inalum mesti memastikan pasokan setrum untuk pabrik di Kuala Tanjung yang kapasitas produksinya akan bertambah. Selama ini Inalum mendapat pasokan listrik murah dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Sigura-gura berkapasitas 286 megawatt dan PLTA Tangga berkapasitas 317 megawatt. Inalum hanya membayar U$ 1,7 sen per kilowatt-jam (kWh) untuk pasokan ini. Masalahnya, kapasitas dua pembangkit itu sudah penuh. Inalum pun harus mendapat tambahan listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan harga di atas US$ 5 sen per kWh. “Pembahasan dengan PLN masih berjalan,” kata Niko.
Wakil Presiden Eksekutif Komunikasi Korporat dan Tanggung Jawab Sosial PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan perseroan siap mendukung program penghiliran tambang seperti yang dijalankan Inalum. Menurut dia, PLN bersama Inalum terus bernegosiasi. “Tarif jual-beli listrik mengikuti regulasi yang berlaku,” ujarnya. Toh, tanpa listrik murah, smelter aluminium jadi tidak menarik.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo