Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mencabut izin usaha dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam beberapa hari ini. Bank pertama yang dicabut izin usahanya adalah PT Bank Perkreditan Rakyat Kencana atau BPR Kencana. Keputusan ini diambil setelah BPR Kencana gagal melakukan penyehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pengurus dan pemegang saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR,” kata Kepala OJK Provinsi Jawa Barat Imansyah dalam keterangan tertulis, Senin, 16 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pencabutan izin usaha ini sendiri merupakan permintaan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), setelah mereka tidak menyanggupi penyelamatan terhadap BPR Kencana. Dengan pencabutan izin usaha ini, LPS akan segera menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi terhadap BPR Kencana.
OJK juga kembali mencabut izin usaha BPR lainnya pada Selasa, 17 Desember 2024. BPR yang kembali dicabut izin usahanya oleh OJK adalah PT Bank Perkreditan Rakyat Arfak Indonesia atau BPR Arfak Indonesia.
Menurut OJK, bank yang beroperasi di wilayah Manokwari tersebut sebelumnya telah ditetapkan sebagai Bank Dalam Penyehatan (BDP) sejak 11 Desember 2023. Selanjutnya, OJK kembali menetapkan BPR Arfak Indonesia dalam status Bank Dalam Resolusi (BDR) pada 6 Desember 2024.
Namun demikian, sama halnya dengan BPR Kencana. Pengurus dan pemegang saham BPR Arfak Indonesia juga tidak dapat melakukan penyehatan. Sementara LPS sendiri memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan kepada BPR tersebut.
“Melakukan pencabutan izin usaha PT BPR Arfak Indonesia,” ujar Kepala OJK Papua Fatwa Aulia dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 17 Desember 2024.
OJK berharap para nasabah kedua BPR tersebut untuk tetap tenang. Adapun dana masyarakat di perbankan termasuk BPR sudah dipastikan dijamin oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sejak Januari hingga 17 Desember 2024, OJK sudah mencabut izin 19 BPR dan BPRS. Mayoritas karena masalah kondisi keuangan perusahaan dan isu pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar dengan tenggat 31 Desember 2024 mendatang.