Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan gas dimethyl ether (DME) hasil pengolahan batu bara layak menjadi pengganti liquefied petroleum gas atau LPG (elpji).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Balitbang Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyatakan telah menyelesaikan uji terap pemakaian DME 100 persen sebagai bahan bakar rumah tangga. Pengujian tersebut melibatkan 155 keluarga di Kota Palembang dan Muara Enim. “Pengujian dengan kompor khusus DME menunjukkan nyala api yang berwarna biru dan stabil, serta mudah dalam menyalakan kompor dan pengendalian apinya,” kata dia, kemarin. Meski begitu, waktu memasak menggunakan DME lebih lama hingga 1,2 kali dibandingkan dengan LPG.
Dadan mengatakan DME memerlukan kompor khusus karena kompor yang beredar saat ini dirancang untuk LPG dengan komposisi pembakaran yang berbeda. DME 100 persen tidak dapat terbakar optimal di kompor LPG.
Menurut Dadan, konversi DME ke LPG dapat lebih mudah dilakukan jika keduanya dicampur dengan perbandingan 20:80. Dengan komposisi tersebut, DME dapat digunakan di kompor LPG. Kandungan DME 20 persen pun tidak berpengaruh terhadap komponen non-metal, sehingga tak perlu mengganti regulator dan valve tabung.
Dari sisi efisiensi, Balitbang Kementerian ESDM masih perlu menguji perbedaan penggunaan kompor khusus DME dengan kompor LPG. Dadan mengatakan perbandingan kalori DME dengan LPG adalah 1:1,6. Artinya, satu liter LPG sama dengan 1,2 liter DME. Namun, dengan penggunaan kompor DME, kalori DME 100 persen bisa berkurang hingga 1,3 kali.
Ihwal harga, Dadan menyatakan DME harus mampu lebih murah dibanding LPG. Begitu pula dengan nilai keekonomian proyek konversi ini. Dadan mengatakan nilainya akan bergantung pada harga LPG dan DME di pasar nantinya.
Konversi LPG ke DME ini merupakan program pemerintah untuk menekan impor LPG. Dalam lima tahun, angka impornya terus meningkat. Tahun lalu, impor LPG tercatat mencapai 5,73 juta ton, naik dari 2018 yang mencapai 5,54 juta ton. Angka tersebut sekitar 70 persen dari kebutuhan LPG nasional.
Salah satu alasan pemilihan DME adalah bahan baku yang melimpah di dalam negeri. Pemerintah mengandalkan batu bara berkalori rendah yang kurang diminati pasar sebagai sumber DME. Dadan menyatakan, untuk mengganti satu juta ton LPG, dibutuhkan 1,5 juta ton DME atau setara dengan 6 juta ton batu bara. “Cadangan batu bara kalori rendah kita saat ini ada sekitar 20 miliar ton,” kata dia.
Pengembangan DME sebenarnya telah dilakukan sejak 2010. Namun, saat ini, pemanfaatan DME menemukan titik terang lantaran PT Bukit Asam Tbk dan PT Pertamina (Persero) bekerja sama untuk melakukan gasifikasi batu bara guna memproduksi DME. Proyek tersebut ditargetkan beroperasi pada 2023 mendatang.
Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, Apollonius Andwie, menyatakan proyek di Tanjung Enim itu masih berjalan sesuai dengan rencana meski terjadi pandemi. Perusahaan bekerja sama dengan Lembaga Minyak dan Gas Bumi untuk uji pemakaian DME.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyatakan akan membangun empat pabrik DME untuk mengurangi impor LPG. “Kapasitasnya 1,4 juta metrik ton per pabrik,” ujar dia. Pertamina menyiapkan dana US$ 2,5 miliar untuk proyek gasifikasi ini.
EKO WAHYUDI | VINDRY FLORENTIN
25
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo