Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah akhirnya resmi mengumumkan stimulus jilid II untuk menangkis dampak wabah virus corona alias Covid-19, kemarin. Paket kebijakan ini, antara lain, mencakup kelonggaran di sektor fiskal, non-fiskal, dan keuangan. Tapi tidak semua pengusaha menyambut gembira paket kebijakan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mengatakan stimulus tersebut justru dikhawatirkan memperburuk situasi bagi dunia usaha. Ia merujuk pada kelonggaran bahan baku impor untuk industri manufaktur dalam negeri. "Industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri harus diselamatkan untuk kepentingan pasar domestik," ujar Redma kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Redma, kemudahan bahan baku sebetulnya telah difasilitasi oleh kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) yang memberikan pembebasan bea masuk serta pajak pertambahan nilai (PPN). Ia menilai pemerintah seharusnya mendorong optimalisasi penggunaan bahan baku dalam negeri untuk mendorong utilisasi. "Karena utilisasi produsen bahan baku serat, benang, dan kain saat ini masih di bawah 50 persen," ucapnya.
Redma khawatir pembukaan keran impor dengan dalih mitigasi dampak corona berpeluang disalahgunakan untuk menguntungkan segelintir importir. Industri tekstil dan produk tekstil masuk dalam 19 sektor industri manufaktur yang akan mendapatkan kemudahan impor tersebut. "Lebih baik diusulkan pembebasan pajak pertambahan nilai hulu-hilir untuk menggairahkan kembali produksi dalam negeri."
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, mengatakan pelaku industri lokal seharusnya tidak resah terhadap pasokan bahan baku domestik ataupun impor. "Impor ini dilakukan karena kondisi kelangkaan suplai sudah terjadi. Artinya, pasokan lokal tidak ada atau tidak mencukupi kebutuhan," ucapnya.
Shinta menuturkan, jika dibiarkan hanya mengandalkan pasokan lokal, cepat atau lambat akan terjadi kenaikan harga bahan baku di pasar nasional hingga melampaui daya beli industri. "Walhasil, industri menghentikan produksi atau tutup."
Meski demikian, Apindo tetap meminta pemerintah memastikan kemudahan impor yang diberikan tidak berujung pada penyalahgunaan impor yang merugikan produsen lokal. "Kalau terjadi kebocoran, pemerintah seharusnya bisa lebih mudah mendeteksi berdasarkan anomali kegiatan impor perusahaan," kata Shinta.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan sejumlah kelonggaran dalam paket stimulus jilid II hanya diberikan kepada eksportir ataupun importir bereputasi baik (reputable traders). "Mereka ini adalah perusahaan yang memiliki tingkat kepatuhan tinggi," kata dia.
Pemerintah telah mengidentifikasi ada 735 reputable traders yang akan mendapatkan fasilitas pelonggaran ekspor-impor, yang terdiri atas 109 perusahaan authorized economic operator dan 626 perusahaan yang tergolong mitra utama kepabeanan. Mereka mewakili sekitar 35 persen importir Indonesia.
Pemerintah berharap stimulus yang diberikan memberikan dampak yang optimal untuk mengurangi pelemahan kinerja dunia usaha dan perekonomian. Sri Mulyani menambahkan, untuk mengkompensasi pemberian stimulus ini, pemerintah memperkirakan bakal terjadi pelebaran defisit anggaran pendapatan dan belanja negara lebih dalam. "Ini artinya fiskal kita memberikan stimulus sebesar 0,8 persen dari PDB, atau nilainya mencapai Rp 125 triliun sendiri," kata Sri Mulyani. HENDARTYO HANGGI | GHOIDA RAHMAH
Pengusaha Belum Satu Suara Sikapi Stimulus Jilid II
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo