AKHIRNYA pemerintah minggu lalu melarang usaha keagenan bursa
komoditi Jepang. Maka terjadi hebol di 7 perusahaan broker
(pialang) di DKI. Banyak nasabah mereka menuntut supaya dana
mereka segera dikembalikan. Tapi praktek mereka bertujuh selama
ini rupanya mentransfer dana ke Jepang. Dan tak mungkin bisa
segera, juga tak gampang untuk memindahkan dana itu dari Jepang
ke lndonesia. Entahlah, berapa persis jumlahnya. Tapi ketujuhnya
ditaksir memutarkan uang nasabah Rp 14 milyar sehari.
Panik terutama sekali dijumpai di kalangan spekulan amatir.
Seorang Nyonya, umpamanya, meluap di PT Duta Komoditi Indra - di
pusat pertokoan Duta Merlin di Jl. Gajah Mada Jakarta-dengan
menuduh: "Penipuan, penipuan". Nyonya keturunan Cina itu
berkumpul bersama puluhan nasabah lainnya pada suatu petang di
perusahaan pialang itu. Semua bermuka muram, kuatir uang mereka
akan ludes habis. Mereka terus mendesak Presiden Direktur
Rosihan Nazwar sampai dinihari pk. 2 lewat.
"Kalau tidak bisa selesai, saya . . . ", jurubicara mereka
kemudian mengancam. Suhu meningkat, tapi semua kelihatan masih
sopan. Di tempat lain, di PT Tri Daya Artha Universal, para
nasabah malah sudah hilang keseimbangan, mengobrak-abrik perabot
dan pada berdiri di atas meja.
Di PT World Utama Traders, para nasabah begitu jengkel hingga
duduk di meja, sementara menunggu direksi yang tak kunjung
muncul. Puntung rokok sudah bertaburan di karpet.
Di PT Multi Pertiwi, direkturnya meminta perlindungan polisi,
setelah dilihatnya gelagat para nasabah yang kurang sabar.
Polisi berpakaian preman juga turun tangan di tempat lain guna
mencegah pukul-pukulan. Tapi pada suatu ketika seorang nasabah
di PT Duta KI sempat juga menjangkau leher baju Tony Yau, wakil
Aloha Investment, suatu agen pialang di Hong Kong. Begitu kaget
Yau ini, hingga kabarnya tidak bisa makan lama sesudah itu.
Kasus Nyonya Itu
Di Surabaya, pihak berwajib segera menutup cabang PT Tri Daya
Artha Universal. Ini membuat para nasabahnya di ibukota Jatim
itu jengkel.
Di tiga perusahaan lainnya -- PT Dharma Unicus, PT Utama Growth
dan PT Pelangi Nusantara Trading -- suasana panik tidak
kelihatan. Terutama di PT Dhama Unicus di Skyline Building Jl.
MH Thamrin, Jakarta, trading berjalan terus seperti tidak
terjadi apa-apa, ketika di tempat lain para nasabah sudah ribut
meminta uang kembali.
Adalah PT Dharma Unicus yang tertua - sudah 2 tahun memperoleh
izin berusaha - di antara ketujuh perusahaan pialang itu. Mereka
menjual jasa dalam perdagangan penyerahan kemudian (future
trading), bertindak sebagai agen atau sub-agen dari para pialang
yang menjadi anggota bursa komoditi Jepang.
Walaupun sudah agak lama, Menteri Departemen Perdagangan rupanya
mendiamkan kegiatan itu. Tapi mendadak Menteri Radius bulan
April lalu mencela sifat spekulasi yang digalakkan mereka. "Saya
kuatir masyarakat akan lebih cepat terpukau dengan angka
kalkulasi keuntungan", Menteri berkata ketika itu (TEMPO, 23
April 1977). Maka dianjurkannya supaya masyarakat menjauhi
dagang spekulasi itu. Konon kabarnya ada seorang isteri pejabat
tinggi menjadi nasabah, ingin untung cepat, tapi akhirnya
kecele. Kasus nyonya itu rupanya salah satu contoh bagaimana
orang bisa "terpukau". Mungkin ini ikut mempercepat proses
pelarangan.
Belakangan ini timbul berbagai macam tanggapan dan tuduhan orang
terhadap keagenan bursa komoditi Jepang itu. Penipuan, judi,
Hwa-hwe, lotto-itulah sedikit contoh tuduhan. Tapi mereka yang
menjadi nasabah di situ umumnya berpendidikan, bisa memahami
aturan permainan tertulis dan kontrak dari pialang. PT Multi
Pertiwi, misalnya, menasehatkan supaya orang jangan menjadi
nasabah kalau tidak memiliki "keberanian untuk berspekulasi".
Bahwa spekulasi menjadi suatu ciri future trading itu. Begitulah
para pialang sudah menjelaskannya. Bahwa memang banyak nasabah
tidak beruntung, lantas kemudian merasa tertipu, itu adalah
risiko. Tapi jelas bukan sedikit uang panas masuk ke situ, dan
tidak semua rugi tentunya.
Runtuh
Bahwa di situ bisa untung besar, PT Dharma Unicus mungkin bisa
bercerita tentang satu kelompok nasabah yang menyetor Rp 400
juta awal minggu lalu, sebelum larangan pemerintah. Dalam 3 hari
saja, nasabah itu beruntung 100%. Siapa dia? PT Dharma Unicus,
seperti perusahaan pialang lainnya, merahasiakan identitas
nasabahnya. Tapi di Sinar Harapan, ada pula berita tentang Panin
Bank, bank swasta terbesar di negeri ini, menggaet keuntungan Rp
800 juta dalam future trading minggu lalu. Betulkah itu? "Itu
sama sekali tak benar" direktur Mu'min Ali dari Panin Bank
menjawab TEMPO.
Walaupun sudah dilarang, sejak 7 Juni, Departemen Perdagangan
rupanya memberi tenggang waktu bagi ketujuh perusahaan pialang
itu menyelesaikan kontrak dengan para nasabah. Berarti, trading
masih boleh berlangsung untuk kontrak yang berakhir Nopember.
Tapi nasabah baru tidak dibolehkan lagi menyetor untuk mengikuti
perdagangan. Dan sekali dalam tiap dua minggu menjelang Nopember
itu para pialang harus melaporkan pada Kanwil Departemen
Perdagangan DKI mengenai perkembangan sisa nasabah mereka.
Meskipun ada kelonggaran transisi, banyak nasabah yang
sesungguhnya spekulan amatir telah mendesak supaya dana mereka
dikembalikan saja. Maka terjadilah seperti suasana di suatu bank
yang mendadak runtuh, di mana uang berebut menarik uang.
Para pialang sibuk berkomunikasi dengan afiliasinya di Hong Kong
dan Tokyo. Tapi tidak ada tanda-tanda sampai awal minggu ini
bahwa mereka mampu segera mengembalikan uang nasabah. Sementara
itu beberapa perusahaan, seperti PT Tri Daya Artha Universal,
mencoba herkompromi dengan kelompok nasabah dengan menyebut
sekian prosen pemotongan dana. "Biarlah dipotong sedikit,
asalkan tidak hilang sama sekali", reaksi seorang nasabah. Tapi
peraturan Departemen Perdagangan melarang adanya pemotongan
untuk pengembalian uang.
Bagi spekulan profesional, situasi bursa sekarang menarik
sekali, antara lain karena komoditi red beans (kacang merah)
anjlok secara tak diduga. Dari Rp 47.230 per bal pada 1 Juni
jatuh ke sekitar Rp 43.000 sampai akhir minggu lalu. Menurut
statistik tahun-tahun lalu, biasanya kacang merah cenderung
menaik pada bulan Juni, ketika petani di RRC dan Taiwan memasuki
musim tanam.
Belum Punya Izin
Kacang merah adalah satu dari 7 komoditi yang diperdagangkan via
bursa Jepang itu. Semua itu tidak berkaitan dengan hasil
pertanian Indonesia. Jadi, kenapa sekian banyak milyar rupiah
harus dilibatkan untuk komoditi negeri lain? Karena tidak
relevan dengan Indonesia itu pulalah maka kehadiran bursa
komoditi Jepang dianggap kurang layak. Inilah alasan terkuat
pemerintah untuk melarangnya, supaya dana domestik tidak terbang
percuma.
Selain itu, ketujuh perusahaan pialang itu belum mempunyai izin
khusus. Mereka masih harus disumpah sebagai pialang. Izin dagang
saja yang kini mereka miliki belum mencukupi. Tapi persoalan
sekarang ialah pemerintah sendiri kini belum siap dengan
peraturannya, hingga tak tahu bagaimana izin khusus itu bisa
diberikannya.
"Kalau tidak dilarang, 'kan kami bisa melatih diri, belajar
sebagai broker", kata manajer Jahja Hoesain dari PT Pelangi
Nusantara rading kepada TEMPO. "Kami otomatis akan berfaedah
untuk bursa komoditi Indonesia nanti". Kapan?
Entah kapam Pembentukan bursa komoditi Indonesia tentunya masih
lama lagi. Belum pasti tahun depan. Buat sementara, soal belajar
menjadi pialang sudah terbayar mahal.
Mungkin kaum spekulan amatir akan berlarut-larut menunggu
pengembalian uang mereka. Tapi sudah ada penyejuk dari dinas
imigrasi yang menahan sedikitnya 25 paspor tenaga ahli bursa
dari Hong Kong dari Tokyo yang diperbantukan selama ini pada
ketujuh perusahaan pialang di DKI. Dijadikan sandera?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini