Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gebrakan Pembela

Perkara penggelapan kayu gelondongan di PN Samarinda belum tuntas. Pembela mogok membacakan pembelaan, jaksa tidak mematuhi hakim. Ketua pengadilan negeri menambah keruh suasana. (hk)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG Pengadilan Negeri Samarinda, menjelang akhir Mei lalu telah membuat jantugn penonton bekerja berat yaitu tatkala Pembela Anwar Sulaiman SH tiba-tiba mogok tak mau memberikan pembelaan. "Dari berkas yang ada ternyata terdapat kepincangan dalam proses peradilan, kata Anwar, orang Kalimantan lulusan Unpad ini. Karena itu ia menilai sidang seharusnya belum sampai pada saat rekwisitor, apalagi pleidoi. Kepincangan tersebut, menurut Pembela, adalah karena belum diajukannya barang bukti dan belum dilaksanakannya penetapan majelis hakim sebelumnya. Hari itu Anwar hanya membacakan nota permohonan agar kedua hal tersebut dipenuhi lebih dahulu. Ini bukan perkara terbilang besar seperti kasus Budiadji, walaupun orang-orangnya terlibat boleh juga kekakapannya. Tertuduh Hadi Sulistio dan Sumarto Sulistio dari CV Sumber Baru dituduh Jaksa Henok Purba Tanjung dalum soal penggelapan 162 potong kayu gelondongan. Yang pertama karena menggelapkan dan yang kedua karena menada. Kayu itu adalah milik Hadi sendiri, yang menurut Jaksa sudah harus diserahkan kepada Saksi Sugianto Kantono dari CV Djaya Mas. Saksi, menurut Penuntut Umum, telah memberikan uang panjar. "Ternyata kayu itu dijual kepada tertuduh II", tuduh Jaksa. Mengkhianati Majelis Lain Jaksa lain pula Tertuduh I. Tidak dserahkannya kayu itu kepada Saksi, menurut Tertuduh, karena Saksi belum mau melakukan perhitungan atas kayu-kayunya terdahulu ia juga membantah telah menjual kayunya kepada Tertuduh II. Menurutnya kuyu itu ditarik ke Samarinda oleh Tertuduh II sebagai barang titipan. Ia sendiri waktu itu, tahun 1971, masih berada di pedalaman dan akan ke Samarinda untuk melakukan perhitungan dengan Saksl serta menyerahkan barang gelondongsn tersebut. Sebelum Tertuduh sampat di Samarinda, Saksi sudah mengudu ke Komres 1402 Samarinda, dan jadilah perkara ini. Kembali ke sidang 30 Mei tersebut. Mendengar gebrakun Pembela, Majelis Hakim yang diketuai Andreas Djaman SH segeru menskors sidang. Penonton yang disuruh meninggalkan ruangan tak sabar menanti apa yang bakal terjadi. Dua puluh menit kemudian sidang dibuka kembali dalam suasana yang terasa mencekam dalam keheningun itu suara Hakim yang lirih terdenar syahdu. "Majelis merasa sedih dan prihatin", ujar Andreas, seraya mengaku seumur hidupnya baru kali ini menemui perkara yang berkepanjangan. Andreas kemudian menjelaskan kenapa sidang telah memasuki tahap rekwisittor. "Pada mulanya", tutur Andreas yang mendapat perhatian penuh dari hadirin. "Majelis percaya pada pernyataan Saksi yang sawaktu-waktu bersedia menghadapkan barang bukti pengganti mengingat bukti asli telah diekspor atas persetujuan Polisi". Kepercayaan itu didasarkan pada keyakinan tak mungkinnya saksi, yang dikenal sebagai pengusaha kelas kakap itu, akan menyesatkan diri hanya dengan 162 potong kayu. "Tapi ternyata Saksi Wiyono Kantono telah mengkhianati Majelis", tukas Andreas dengan nada yang meninggi. Wiyono Kantono adalah wakil Sugianto Kantono. Akan hal penetapan Hakim terdnulu yang dimaksud Pembela, Majelis juga merasa sedih. "Demi Tuhan, selama saya jadi hakim baru kali inilah penetapan hakim diabaikan oleh jaksa", kata Andreas. Penetapan itu intinya memerintahkan Jaksa untuk menahan Saksi Sugianto Kantono di lembaga pemasyarakatan karena orang ini memberikan kesaksian palsu dalam persidangan. Menurut Hakim Ketua, Jaksa belum melaksanakan penetapan ini karena surat penetapan yang dibacakan dalam sidang itu belum sampai di tangannya. "Masih di tangan atasannya, Kepala Kejaksaan Negeri", kata Andreas. Penetapan itu sendiri adalah penetapan kedua. Penetapan pertama bernasib lebih buruk: dibatalkan oleh penetapan Ketua Pengadilan Negeri Samarinda yang baru, A. Syachrani SH. Adakah hal itu disebabkan sang saksi, yang dikenal sebagai pengusaha kakap itu, menyediakan udang di balik batu? Wallahualam. Yang jelas Andreas minta sekali lagi kepada Jaksa untuk melaksanakan penetapan itu dan membawa barang bukti sebagaimana dimaksud di atas. Jaksa Henok sudah tentu keberatan. "Dalam sidang yang lalu, Majelis telah mengatakan bahwa pemeriksaan telah selesai", dalih Penuntut Umum. Henok menilai perintah majelis itu sebagai mengulang pemeriksaan yang sudah selesai. Tapi Majelis tetap berpendapat, selama belum dijatuhkan vonis, pemeriksaan bisa diulang dan Jaksa kalau mau boleh membuat rekwisitor baru. Jaksa diam. Dan Majelis mengulangi perkataannya agar dalam sidang pertengahan Juni ini Jaksa sudah membawa barang bukti. Usus Buntu Keprihatinan Majelis Hakim ternyata belum habis. Barang bukti dalam perkara pidana ini oleh Majelis Hakim Perdata yang diketuai A. Syachrani SH dinyatakan sah milik Penggugat, yang tidak lain adalah saksi dalam perkara pidana. Tergugatnya ialah tertuduh pidana tersebut. "Quo vadis perkara ini kalau barang bukti sudah dibawa ke sana", ujar Andreas. "Semestinyalah pidana didahulukan", tambahnya, bagai hendak mengoreksi rekan sekerjanya. Vonis perdata itu dijatuhkan 17 Mei lalu, tanpa kehadiran Tergugat. "Tergugat sama sekali belum diberi kesempatan untuk memajukan duplik, tegen bewijs dan kesimpulan terakhir. Keputusan itu seolah-olah dijatuhkan secara tergesa-gesa dan diforsir", komentar Pembela Anwar Suleiman. Apalagi keputusan perdata itu dinyatakan bisa dilaksanakan lebih dulu biarpun Tergugat banding atau kasasi. "Padahal bukti yang digunakan Penggugat, seperti tercantum dalam penetapan Majelis Pidana, diragukan keabsahannya atau dipalsukan", tambahnya. Walhasil perkara kriminil yang berkait dengan kasus perdata ini masih bakal ramai. Ketua Pengadilan Negeri Syachrani, yang juga Ketua Majelis Perdata, tidak berhasil ditemui TEMPO karena sedang menjalani operasi usus buntu. Hanya isterinya, yang tampak mondar-mandir dengan Mazda biru plat hitam yang kelihatan masih baru. Dapatkah Hakim Andreas bersikap lebih tegas dan berwibawa?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus