Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Turunnya suku bunga Bank Indonesia beberapa pekan lalu, dengan tujuan meringankan beban para peminjam dan agar ekonomi dapat pulih kembali, rupanya tidak disambut gembira semua orang. Para deposan, khususnya para pensiunan, yang menutup sebagian besar biaya hidup mereka dari hasil bunga depositonya, banyak mengeluh dengan penurunan pendapatan dari depositonya. Begitu juga perusahaan asuransi dan pengelola dana pensiun, yang sebagian besar dana yang dikelolanya ditanam dalam bentuk deposito di bank. Mereka juga merasakan turunnya hasil pendapatan dari dana investasinya. Akibatnya, para pengelola dana dari individu pensiunan sampai perusahaan besar, seperti asuransi, saat ini gencar mencari investasi alternatif.
Masalahnya, bunga tinggi atau penghasilan investasi tinggi selalu disertai tingkat risiko yang juga tinggi. Ini sebabnya, bunga yang dikenakan pada kartu kredit, yang tanpa agunan (risiko membayar kembalinya lebih tinggi), jauh lebih besar dibanding kredit pemilikan rumah (KPR), di mana rumah yang dibiayai diagunkan sebagai jaminan. Di antara pinjaman yang ada agunannya pun nilai jaminan yang lebih stabil akan mendapat tingkat bunga lebih rendah. Misalnya, bunga KPR selalu lebih rendah dari bunga pinjaman sepeda motor, di mana potensi turunnya nilai sepeda motor lebih besar dari nilai properti, yang kebanyakan justru naik.
Mereka yang ingin mendapat hasil investasi lebih tinggi dari bunga deposito harus juga menerima risiko lebih besar. Salah satu instrumen keuangan yang masuk kategori ini adalah saham dan obligasi di bursa. Beda dengan investasi di deposito, nilai investasi di saham atau obligasi dapat turun di bawah harga pada saat kita beli.
Ini sebabnya usaha mengurangi risiko sangat penting. Salah satu cara adalah dengan membeli reksa dana, yaitu kumpulan dari aneka saham (reksa dana saham) atau obligasi (reksa dana pendapatan tetap) atau kedua-duanya (reksa dana campuran). Dengan demikian, tingkat risikonya cukup terbagi-bagi (terdiversifikasi). Reksa dana saham yang fluktuasi nilainya paling tinggi punya risiko besar, tapi juga peluang keuntungan paling tinggi. Reksa dana campuran berada di tengah. Adapun reksa dana pendapatan tetap berisiko paling rendah, tapi tingkat keuntungannya pun paling rendah.
Dibantu oleh tingkat bunga yang terus menurun, per Agustus 2017, duit di reksa dana sudah mencapai Rp 406,5 triliun, naik 20 persen dari posisi Rp 338,7 triliun per Desember 2016. Banyak dari reksa dana ini diterbitkan oleh perusahaan asuransi dalam bentuk unit-link, yaitu polis asuransi jiwa yang berfungsi seperti reksa dana dengan tambahan fitur penutupan asuransi jiwa bagi pembeli unit-link.
Untuk menggairahkan investor pindah ke instrumen pasar modal ini, pemerintah mengenakan pajak atas pendapatan obligasi, saham, ataupun reksa dana, lebih rendah dari pajak final 20 persen yang dikenakan pada bunga deposito. Namun pemerintah saat ini hanya mengurangi tingkat risiko bagi para deposan di bank, dengan menjamin jumlah simpanan sampai dengan Rp 2 miliar oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mungkin sudah waktunya pemerintah juga memikirkan untuk mengurangi risiko bagi pembeli reksa dana unit-link, dengan membuat lembaga sejenis LPS, khusus untuk perusahaan asuransi penerbit. Tugasnya adalah melindungi konsumen, dengan menjamin nilai unit-link yang dibeli tidak menurun di bawah tingkat tertentu. Dengan demikian, investasi antara deposito dan reksa dana akan lebih seimbang. l
Manggi Habir - Kontributor Tempo
Kurs | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pekan sebelumnya | Manggi - Kontributor Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 16 September 2017 PODCAST REKOMENDASI TEMPO ekonomi sinyal-pasar bisnis Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |