Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah memutuskan akan mengubah penyaluran subsidi elpiji dengan skema tertutup. Kebijakan ini dinilai lebih tepat sasaran lantaran langsung diberikan kepada pihak yang berhak. Namun skema ini tak berarti tanpa celah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Agus Suyatno, menyatakan secara teori penyaluran subsidi dengan skema tertutup lebih baik dibanding pemberian subsidi kepada komoditas. Namun pemerintah perlu memastikan mekanismenya dengan tepat. "Jika diberikan dalam bentuk tunai, baik secara langsung maupun transfer dana, perlu dibatasi penggunaannya," kata dia saat dihubungi Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus menuturkan, bukan tak mungkin dana tersebut digunakan untuk membeli barang lain. Salah satu yang dia khawatirkan adalah penerima menggunakannya untuk membeli rokok. Berdasarkan survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada 2018 lalu, rokok merupakan komoditas kedua penyumbang terbesar terhadap kemiskinan setelah beras.
Celah penyaluran tidak tepat sasaran juga bergantung pada data penerima subsidi. Agus menuturkan data harus diperiksa hingga tingkat pemerintahan terendah. Dia berkaca pada pendataan penerima bantuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Dalam beberapa kasus yang ditangani YLKI ditemukan orang yang tidak berhak justru mendapat bantuan BPJS Kesehatan karena dekat dengan anggota kelurahan," kata dia.
Masalah data juga menjadi perhatian Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal. Selain akurat, data masyarakat miskin akan sangat dinamis lantaran dapat berubah bergantung pada banyak faktor. Pemerintah harus dapat memastikan subsidi diberikan kepada warga yang berhak.
Faisal menyatakan pemerintah juga perlu mempertimbangkan kecanggihan teknologi yang digunakan untuk menyalurkan subsidi. Literasi teknologi dan sistem pembayaran masyarakat tidak mampu umumnya rendah. "Jangan sampai subsidi yang diberikan secara langsung ini tidak dapat diakses mereka yang berhak," kata dia.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas, Mohammad Hidayat, menyatakan pemerintah akan menerapkan subsidi elpiji tertutup mulai semester II 2020. Saat ini, persiapan tengah dilakukan, dimulai dengan menentukan mekanisme penyaluran, besaran anggaran per bulan, termasuk regulasi pendukung.
Kementerian masih belum menentukan jumlah penerima subsidi elpiji. "Sebetulnya ada angkanya, tapi belum disepakati data mana yang akan kami pakai," ujar dia. Pemerintah saat ini memiliki tiga kriteria berbeda ihwal penerima subsidi dengan jumlah berbeda, masing-masing sebanyak 15 juta orang, 20 juta orang, dan 25 juta orang.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Djoko Siswanto, menyatakan perubahan skema ini bisa menghemat anggaran subsidi hingga 15 persen jika diterapkan pada pertengahan tahun nanti. "Kalau Januari bisa dilaksanakan tahap awal nilainya bisa dihemat sekitar 30 persen," kata dia.
Kepala Unit Komunikasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Ruddy Gobel, menyatakan pihaknya telah melakukan uji coba penyaluran subsidi dengan skema tertutup. Mengacu pada data terpadu penanganan fakir miskin milik pemerintah, terdapat 31,4 juta keluarga yang berhak menerima bantuan. "Dari jumlah itu, penghematan anggaran subsidi mencapai Rp 40,4 triliun," ujar dia. Jika turut menghitung dampak subsidi kepada UMKM, petani, dan nelayan, penghematan yang dapat diperoleh pemerintah sebesar Rp 29 triliun. VINDRY FLORENTIN
Penyaluran Subsidi Tertutup Berisiko Tak Tepat Sasaran
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo