Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
APPSI mengadu kepada Presiden Joko Widodo soal sengkarut minyak goreng.
Kebijakan pengendalian harga minyak goreng dianggap tidak adil dan merata.
Badan Pangan Nasional berencana mencantumkan harga pada kemasan minyak goreng.
JAKARTA - Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo mengenai tingginya harga minyak goreng dan pasokannya yang seret. Ketua Umum APPSI Sudaryono menuding implementasi kebijakan pengendalian harga minyak goreng tidak adil dan merata. “Ketidakadilan sudah terjadi sejak kebijakan minyak goreng bersubsidi pada awal tahun ini,” ujarnya, kemarin.
Kala itu, dia mengimbuhkan, pemerintah hanya mengatur kebijakan penjualan minyak goreng bersubsidi di retail modern, sedangkan ketentuan di pasar rakyat cenderung tidak jelas. Padahal, saat kebijakan itu berlaku, masih banyak pedagang pasar yang stoknya belum terjual lantaran harga keekonomiannya masih di kisaran Rp 19-21 ribu per liter.
“Kami pedagang pasar rakyat selalu menjadi pihak yang disalahkan setiap kali ada kenaikan harga komoditas. Sementara ketika ada program pemerintah, kami tidak dilibatkan secara aktif dari awal,” kata Sudaryono.
Saat ini pun, kata dia, meskipun APPSI telah diajak dan dilibatkan oleh ID Food sebagai holding badan usaha milik negara (BUMN) pangan untuk mendistribusikan minyak goreng ke pasar-pasar di seluruh Indonesia, pasokannya masih terbatas. APPSI mencatat masih banyak pasar yang belum mendapat minyak goreng dengan jumlah yang diperlukan.
Sudaryono pun menyoroti pernyataan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang menyebut ratusan juta liter minyak goreng sudah didistribusikan dan tinggal menunggu pasokan membanjiri pasar. Menurut dia, data tersebut mungkin saja benar. "Tapi, kalau datanya benar, kan harusnya di pasar ada barangnya. Ini kan nyatanya barang di pasar tidak ada," ujarnya.
Melalui surat terbuka, APPSI meminta Presiden mengeluarkan instruksi mengenai distribusi minyak goreng yang adil dan merata secara proporsional antara retail modern dan pasar rakyat. Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana pasar yang kondusif.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat melakukan sidak ketersediaan minyak goreng dan bahan pokok di Kebayoran Lama, Jakarta, 9 Maret 2022. Tempo/Tony Hartawan
Rabu lalu, Menteri Lutfi meninjau Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dari peninjauan tersebut, ia menemukan fakta pasokan minyak goreng curah dan kemasan tersedia di pasar tersebut. Masalahnya, tidak ada kios yang menjual minyak goreng sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET). Mulai 1 Februari 2022, HET minyak goreng curah ditetapkan sebesar Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Berdasarkan pantauan Tempo, harga minyak goreng di Pasar Kebayoran Lama dibanderol di kisaran Rp 32-33 ribu per dua liter untuk minyak goreng kemasan dan Rp 16-17 ribu per kilogram untuk minyak goreng curah. Salah satu pedagang yang ditemui Tempo, Afang, mengatakan pasokan minyak goreng kemasan untuk pedagang saat ini terbatas. Setiap pedagang mesti memesan dengan batasan kuota untuk memperoleh stok. Sedangkan untuk minyak goreng curah, pasokannya relatif banyak. "Tapi harganya tinggi dari agen," kata dia.
Dalam pernyataan terbarunya kemarin, Lutfi mengatakan, dalam 24 hari penerapan kewajiban memasok minyak sawit ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), telah didapat sedikitnya 570 ribu ton minyak goreng. Kalau mengacu pada data tersebut, ia menghitung seharusnya 270 juta penduduk Indonesia bisa mendapat dua liter minyak goreng.
"Tapi ternyata di pasar barangnya tidak ada," ujarnya. Untuk itu, ia pun telah memerintahkan jajarannya memeriksa sistem distribusi bahan pangan tersebut. "Hilangnya di sistem distribusi. Ini bukan pekerjaan mudah," dia menuturkan.
Lutfi menduga penyebab harga belum stabil adalah bocornya bahan baku minyak goreng ke industri yang tidak berhak atau penyelundupan ke luar negeri. Dugaan lainnya adalah adanya penimbunan yang dilakukan spekulan lantaran beredar isu pemerintah akan mencabut HET minyak goreng. "Mereka membeli murah karena ada spekulasi HET mau dicabut. Saya tegaskan tidak ada rencana atau pemikiran untuk mencabut HET, bahkan akan ditegakkan," tutur Lutfi. Ia mengaku telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk memastikan penindakan bagi para pelaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri, menuturkan pemerintah harus melihat langsung rantai pasok minyak goreng ke pasar tradisional. Menurut dia, rantai distribusi minyak goreng ke pasar tradisional dan peretail modern sangat berbeda, sehingga kebijakannya pun tidak bisa sama.
Pola distribusi untuk pasar tradisional dimulai dari pabrik ke distributor, distributor ke agen, dan terakhir baru ke pedagang pasar. "Ini yang memperpanjang rantai distribusi dan menambah tinggi harga," kata dia. Sementara pada retail modern, ia yakin rantai distribusinya lebih pendek lantaran bisa menjalin kerja sama antar-perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjualan minyak goreng curah di Kebayoran Lama, Jakarta, 9 Maret 2022. Tempo/Tony Hartawan
Di sisi lain, pedagang juga menghadapi kendala saat ingin mengakses distributor yang disediakan pemerintah, seperti PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) dan ID Food, karena mesti melakukan pemesanan dan pembayaran lebih dulu. Padahal, pada pola distribusi sebelumnya, pembayaran dapat dilakukan saat barang tiba. Bahkan ada agen yang memperbolehkan sistem pembayaran "2-1" alias pembayaran pengiriman pertama dilakukan saat pengiriman barang yang kedua.
"Tapi ini disuruh mengumpulkan duit dulu untuk mengambil barang, ya, berat. Untung tidak seberapa, tapi harus mengeluarkan modal besar untuk mengeluarkan barang dari pabrik yang bisa mencapai puluhan ton," kata Mansuri. Pada akhirnya, pola distribusi lama pun terus berjalan. Meskipun demikian, ia menyadari skema distribusi lama tidak bakal memungkinkan pedagang untuk menjual sesuai dengan HET. "Karena harga dari pabrik ke distributor, distributor ke agen saja sudah di atas HET."
Mansuri menyarankan pemerintah segera menggelontorkan pasokan minyak goreng ke pasar dengan skema "ada barang, ada uang". Dengan skema tersebut, pedagang tidak perlu memesan atau membayar lebih dulu sebelum barang tiba.
Ia juga mendesak pemerintah menelusuri jejak ratusan juta liter pasokan yang telah disalurkan distributor. Dari sana, kata Mansuri, pemerintah seharusnya bisa melihat siapa saja pihak-pihak yang melakukan kecurangan.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengatakan telah ada rapat koordinasi antara badan yang ia pimpin dan Kementerian Perdagangan, sejumlah lembaga, serta pelaku usaha. Rapat koordinasi itu membahas masukan dan solusi untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng pada harga sesuai dengan ketentuan. Salah satu wacana dalam persamuhan tersebut, antara lain, soal pencantuman harga pada kemasan minyak goreng untuk mengantisipasi spekulasi harga.
Arief berujar, BPN bersama Kementerian Perdagangan akan terus mensosialisasi harga minyak goreng sesuai dengan ketetapan pemerintah melalui label harga di produk kemasan maupun spanduk di pasar-pasar tradisional. "Ke depan, saya harap BUMN pangan dapat terus melakukan operasi pasar minyak goreng," ujarnya.
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo