KALAU perusahaan negara terus-terusan disubsidi pemerintah, maka tentu ada hal-hal yang tidak beres. Dalam acara dengar pendapat antara Menteri Keuangan dan Komisi APBN DPR dua pekan lalu, Menkeu Sumarlin juga tidak memungkiri adanya badan usaha milik negara yang seperti itu. "Itu terutama BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak," katanya, tanpa menyebutkan nama perusahaan yang bersangkutan. Ia lalu mengingatkan bahwa pada dasarnya BUMN bukan untuk menyaingi perusahaan yang sudah ada, melainkan melengkapi. Katanya lagi, jika ada BUMN yang pengembangannya terlalu iauh, malah mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Namun, jangan diartikan bahwa kalau ada BUMN yang belum bisa menghasilkan keuntungan, lantas bisa dimaklumi begitu saja. Lebih jauh diungkapkan dalam dengar pendapat itu, dari 213 BUMN yang ada sekarang, ada sekitar 45 badan usaha yang masih merugi. Sumarlin menyebut contoh: Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) dari lingkungan Departemen Perhubungan dan PT Persero Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dari lingkungan Departemen Keuangan. Di lingkungan Departemen Pertanian, malah ada 7 -- di antara 30-an BUMN yang rugi. Misalnya Aneka Usaha Perkebunan yang ikut menangani pembangunan beberapa pabrik ula. Sebab. "Ya, pengelolaannya mungkin kurang baik," ujar Wardoyo, Menteri Pertanian, yang cenderung menegaskan bahwa sebagian besar untung. Terhadap BUMN yang masih rugi seperti itu, "Pemerintah kini sedang berusaha menyehatkan," tutur Sumarlin. Apa benar mau dilaksanakan swastanisasi ? Bukan istilah itu yang digunakan Sumarlin, melainkan merger dengan perusahaan lain -- boleh jadi dengan swasta. Gagasan swastanisasi BUMN, yang pernah diberitakan agak gencar beberapa bulan lalu, kini seperti terlupakan. Bagaimanapun, swastanisasi bukan satu-satunya cara. Sebelum sampai pada upaya merger, penyehatan BUMN itu bisa ditempuh dengan mengganti pimpinannya. Dan upaya ini pekan lalu terjadi di lingkungan Departemen Keuangan, ketika berlangsung pergantian dirut Bank Tabungan Negara dan Perum Peruri. Selain itu, efisiensi kerja ditingkatkan di tiap BUMN, dan digalakkan pengawasannya, balk pengawasan melekat maupun pengawasan fungsional. Seandainya ada BUMN yang memang tak bisa ditolong lagi, "BUMN tersebut bisa saja ditutup," kata Sumarlin tandas. Tapi Menteri tidak jelas menyebutkan BUMN mana yang akan ditutup. Mungkin memang tak ada. Dalam kata lain, BUMN yang merugi, seperti di lingkungan Departemen Pertanian, masih diupayakan perbaikannya. Yang jelas, ada 168 BUMN, termasuk bank pemerintah, yang pada akhir tahun anggaran 1987/88 sempat menuang keuntungan ke kas negara, seluruhnya Rp 932,9 milyar. Dari jumlah ini, sebagian besar sumbangan bank pemerintah (Rp 604,6 milyar) dan dari Parpostel (Rp 150,1 milyar). Sumarlin mengakui, penerimaan bukan pajak yang berasal dari BUMN itu masih kecil. Toh tampaknya masih ditunggu, bagaimana hasil kajian Departemen Keuangan terhadap BUMN di lingkungan Departemen Perdagangan dan Departemen Pekerjaan Umum, yang sedang dilakukan secara khusus dewasa ini. Shd., Budiono Darsono, Priyono B. Sumbogo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini