Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pabrik pesawat terbang Amerika Serikat terbesar, Boeing Co mulai terimbas oleh perang dagang antara negaranya dengan Cina. Kelanjutan pesanan pesawat dari Cina pun kini bergantung pada kesepakatan kedua negara untuk mengakhiri perang dagang yang telah berlangsung selama setahun terakhir ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbicara kepada Reuters di pabriknya di Everett, CEO Boeing, Dennis Muilenburg mengatakan sulit untuk memprediksi kapan kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina tercapai. "Ini sangat menantang," kata Muilenburg seperti dikutip Reuters, Rabu 28 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, Cina sudah tidak memesan pesawat selama setahun terakhir sejak perang dagang dimulai. "Sulit untuk memprediksi apakah kesepakatan dagang akan tercapai," kata Muilenburg.
Boeing menyatakan telah mengirimkan lebih dari 25 persen pesawat yang dibuat tahun lalu kepada pelanggan di Cina. Jika perang dagang mereda, diperkirakan akan ada permintaan untuk 7.700 pesawat baru selama 20 tahun ke depan senilai US$1,2 triliun.
Akan tetapi akibat perang dagang AS dengan Cina, yang akan menyalip Amerika Serikat sebagai pasar penerbangan terbesar di dunia dalam dekade berikutnya, telah memperlambat ekonomi global dan memaksa Boeing untuk menjalani tatanan geopolitik selama lebih dari satu tahun.
Di satu sisi, Boeing telah meningkatkan jejak industrinya di hina karena berupaya untuk meningkatkan penjualannya di atas Airbus di Asia. Di sisi lain, eksekutif bersusah payah untuk menghindari bentrok dengan Presiden Donald Trump yang telah berulang kali mengatakan Amerika Serikat harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi pekerjaan dan teknologi Amerika Serikat.
Para analis mengatakan Cina memperlambat pemesanan pesawat baik dari Boeing maupun Airbus karena ekonominya goyah. Sehingga maskapai Cina dan menunda keputusan pengadaan pesawat dalam jumlah besar karena menunggu hasil negosiasi perang dagang dengan Amerika Serikat.
BISNIS