Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perbaiki Harga, RI Pangkas Ekspor Karet Hampir 100 Ribu Ton

Indonesia akan mengurangi ekspor karet sebesar 98.160 ton mulai hari ini hingga 31 Juli 2019.

1 April 2019 | 11.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mulai menjalankan kebijakan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) keenam pada 1 April 2019, guna memperbaiki harga karet alam dunia yang hingga kini masih anjlok. Dengan kebijakan itu Indonesia akan mengurangi ekspor karet sebesar 98.160 ton dalam empat bulan ke depan, yakni hingga 31 Juli 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Telah disepakati mulai 1 April 2019 bahwa Indonesia dan Malaysia akan mengimplementasikan kesepakatan tersebut sebagai bagian dari komitmen, nanti Thailand juga akan melaksanakan," ujar Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri, di kantornya, Jakarta, Senin, 1 April 2019. Adapun Thailand baru mulai melaksanakan kebijakan itu mulai Mei 2019.

Kesepakatan tersebut sesuai dengan hasil pertemuan khusus pejabat senior International Tripartite Rubber Council pada 4-5 Maret 2019 di Bangkok, Thailand. Dalam kebijakan AETS ke-6, negara-negara eksportir karet sepakat untu mengurangi ekspor karet alam sebesar total 240.000 ton selama empat bulan. 

Jumlah tersebut, kata Kasan, dibagi secara proporsional kepada tiga negara sesuai dengan angka produksi dan kontribusi ekspor masing-masing negara. Thailand yang berkontribusi 52,6 persen, sepakat bakal membatasi ekspor sebesar 126.240 ton. Adapun Malaysia yang berkontribusi 6,5 persen akan membatasi ekspor 15.600 ton.

Sebagai bentuk komitmen atas kesepakatan itu, Kasan berujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita telah menuangkan kebijakan pembatasan ekspor tersebut dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 779 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan AETS ke-6 untuk Komoditi Karet Alam. Beleid itu menyatakan penugasan kepada Gabungan Perusahaan Karet Indonesia atau Gapkindo sebagai pelaksana AETS. Eksportir yang melanggar implementasi AETS dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

Dengan kebijakan tersebut, diharapkan harga karet alam yang sempat menyentuh harga US$ 1,21 per kilogram pada November 2018, bisa terkoreksi membaik sehingga bisa lebih menguntungkan petani. Kini, harga telah bergerak naik ke kisaran US$ 1,4 per kilogram. "Kalau bisa mencapai US$ 2 per kilogram, dalam beberapa tahun terakhir harga di bursa tersebut akan ditransmisi ke harga tingkat petani," ujar dia. 

Deputi VII Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengatakan kebijakan tersebut adalah instrumen di ITRC untuk mengendalikan harga karet alam di pasar global. Selain mengatur ekspor, instrumen lainnya adalah mengendalikan produksi dan permintaan. 

"Instrumen pengurangan ekspor di tiga negara akan memberi dampak jangka pendek untuk mempengaruhi harga karet internasional agar mencapai harga wajar, akhir 2018 kan harganya hampir US$ 1,2 per kilogram, itu cukup rendah," ujar Rizal. Skema itu akan berjalan paralel dengan peningkatan serapan karet alam di dalam negeri, misalnya sebagai bahan campuran aspal jalan, kebutuhan infrastruktur, hingga untuk kebutuhan vulkanisir ban.  

Dalam keterangan tertulis, Ketua Umum Gapkindo Moenardji Soedargo menyatakan dukungannya dan keseriusan organisasinya agar kebijakan tersebut berjalan efektif guna memperbaiki harga karet alam dunia. Kebijakan itu, ujar dia, telah diinformasikan kepada seluruh anggotanya.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus