Dalam verifikasi yang dipaparkan auditor BPPN, Delloitte Touch Tomatsu (DTT), terungkap bahwa BNI adalah satu dari beberapa bank dengan asset transfer kit (ATK) yang dokumennya di BPPN tak lengkap. Akibatnya, merebak wacana agar bank-bank itu dikenai sanksi, paling tidak diwajibkan menyetor kekurangan aset ke BPPN, sesuai dengan selisih nilai yang tidak ter-cantum dalam ATK tersebut. Namun Syafruddin Temenggungākini ditunjuk sebagai Kepala BPPN yang baruāmeredam berita tak sedap itu dengan penjelasan bahwa dokumen ATK itu belum lengkap. Sumber lain di pemerintahanāseperti dikutip Koran Tempoāmalah menyebut bahwa hasil audit DTT masih mentah dan belum layak dipublikasi.
Di tengah suasana kisruh itu, Bank BNI memublikasi kinerjanya sepanjang tahun 2001. Di situ tercantum bahwa bank pemerintah yang sudah go public ini membukukan laba bersih Rp 1,76 triliun, berarti ada peningkatan 460,5 persen dibandingkan dengan laba tahun 2000 yang hanya Rp 313 miliar.
Kenaikan laba bersih itu diperoleh dari pendapatan bunga bersih BNI yang mencapai Rp 2,766 triliun, atau naik 317 persen dibandingkan dengan tahun 2000, ditambah pendapatan operasional lain yang menyumbang sekitar Rp 1,744 triliun. Selain itu, beban operasional bank ini juga naik 36,2 persen dari tahun sebelumnya, menjadi Rp 2,86 triliun. āKenaikan itu karena adanya kenaikan biaya administrasi dan biaya personalia,ā kata Budhiyono, pe-jabat Hubungan Investor dan Kesekretariatan Bank BNI.
Kinerja Bank BNI yang tahun lalu membukukan rasio kecukupan modal (CAR) 14,2 persen juga diperkuat dengan kenaikan total ekuitas yang mencapai Rp 6,797 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini