Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

CEO UOB Indonesia: Akuisisi Citibank Rampung Tahun Ini

CEO UOB Indonesia Hendra Gunawan menyatakan proses akuisisi Citibank di Indonesia akan selesai pada kuartal keempat tahun ini.

23 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Utama PT Bank UOB Indonesia Hendra Gunawan. Dok. Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • UOB Indonesia sedang merampungkan proses akuisisi Citibank.

  • UOB Indonesia mengembangkan platform untuk mendukung mobilitas nasabah di kawasan Asia Tenggara.

  • Pembiayaan untuk bisnis batu bara tak bisa dihentikan begitu saja.

MEMASUKI tahun ketiganya sebagai Direktur Utama PT Bank UOB Indonesia, Hendra Gunawan mengemban tugas khusus: penyelesaian proses akuisisi lini bisnis konsumer Citibank Indonesia. Aksi korporasi ini bagian dari langkah UOB Group yang mengambil alih bisnis konsumer Citi di Indonesia, Malaysia, Thailand, serta Vietnam dengan total nilai US$ 690 juta. Sekitar 5.000 nasabah bank dan pegawai bakal bermigrasi ke UOB setelah prosesnya rampung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Proses akuisisi perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat itu berjalan sejak awal 2022. Hendra menuturkan Indonesia menjadi negara terakhir yang merampungkannya. "Kami akan selesaikan semuanya di kuartal empat ini," kata dia kepada Tempo dan sejumlah wartawan dalam sesi wawancara terbatas di Jakarta, Senin, 9 Oktober lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain bicara mengenai proses akuisisi tersebut, Hendra membagikan rencananya menggaet lebih banyak nasabah serta strategi OUB Indonesia di tengah maraknya layanan pay later dan desakan pembiayaan untuk energi bersih. Berikut penggalan wawancara dengan Hendra Gunawan.

Apa tantangan dalam proses akuisisi bisnis konsumer Citi?

Komunikasi, utamanya kepada nasabah yang sekarang masih berstatus nasabah Citibank. Kami harus menjelaskan kepada mereka keuntungan bergabung dengan UOB Indonesia dan perbedaan yang ada di antara kedua perusahaan. Misalnya, sebelumnya mereka bisa mentransfer (dana) ke New York pada hari yang sama, sekarang, maaf, tidak lagi. Namun mereka akan mendapatkan keuntungan lain sebagai bagian dari bank regional yang memiliki banyak cabang di kawasan Asia Tenggara.

Komunikasi dengan staf juga menjadi tantangan. Kami perlu menjelaskan siapa kami, prinsip kami, yang ada kemungkinan berbeda dengan Citi. Kami punya budaya sendiri dan kami harus membuat mereka nyaman bergabung. Selain itu, komunikasi dengan para pengatur kebijakan. Di Indonesia ada OJK, Bank Indonesia, misalnya.

Bagaimana dengan proses integrasi sistem, teknologi, dan infrastruktur lain?

Ini juga menantang. Namun semua yang Citi punya sudah dimiliki juga oleh UOB Group. Mungkin tidak semuanya ada di Indonesia, tapi grup kami sudah ada. 

Setelah akuisisi, nasabah seperti apa yang menjadi target UOB Indonesia?

Kami memilih Citi karena demografi nasabah mereka searah dengan visi kami, yang ingin menjadi platform untuk mereka yang aktif beraktivitas di kawasan (Asia Tenggara). Mereka tidak hanya berfokus di Jakarta, tapi sering bepergian juga ke Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, dan wilayah lain, misalnya. Nasabah seperti itu yang saya pikir akan mendapatkan manfaat terbesar dari platform kami. Namun, jika Anda bukan nasabah seperti itu, bukannya tidak jadi sasaran kami. Saya hanya menyatakan bahwa platform kami dirancang berfokus pada mobilitas. 

Gedung UOB di Jakarta. TEMPO/Subekti

Bagaimana peluang untuk merangkul lebih banyak nasabah?

Kunci utamanya adalah mengenal nasabah. Tidak sekadar tahu nama atau alamatnya, tapi juga bisnis mereka yang sudah dibangun selama bertahun-tahun, bahkan ada kemungkinan dari generasi ke generasi. Mereka akan melalui siklus ekonomi berbeda. Jadi, penting untuk memahami pasar. Kami ingin memastikan ketika ada sesuatu hal terjadi, atau ada tantangan, nasabah tahu bahwa kami selalu ada. Kami di Indonesia akan hadir untuk waktu yang lama, bukan sebentar.

Induk kami dapat AA rating yang hanya dimiliki beberapa bank di dunia. Di Indonesia, rating kami AAA. Jadi, kami yakin bisa menjadi tumpuan nasabah pada waktu-waktu sulit. Kami harus memastikan bahwa kami memahami bisnis nasabah dan tahu risikonya. Kedua, memastikan modal kami kuat. Ketiga, memastikan bagaimana pendanaan kami solid. 

Skema pay later yang disediakan berbagai platform fintech hingga bank sekarang banyak menarik perhatian masyarakat, bagaimana UOB Indonesia menghadapinya?
Kami punya layanan pay later pada platform digital banking yang diluncurkan tahun lalu. Layanan ini ada karena kami tahu nasabah mungkin ada yang membutuhkan. Namun kami tidak mau secara serta-merta semua orang mendapat fasilitas ini. Kami punya tanggung jawab sosial dan ingin memastikan nasabah kami tahu pro dan kontra produk tertentu.

Makanya, untuk itu, kami bermitra dengan perusahaan-perusahaan lain. Contohnya dengan e-commerce Bhineka.com. Jadi, kalau ada orang yang mau beli, baru ditawarkan. Kami tidak mau memberikan kredit ke sembarang orang yang akhirnya bukan membantu, tapi malah memberatkan. 

Pembiayaan transisi energi juga menjadi perhatian banyak orang. Bagaimana peran UOB Indonesia?

Kami tahu keberlanjutan sekarang banyak dibicarakan. Kami berkomitmen melakukan transisi energi dan membantu nasabah beralih dari bisnis tinggi karbon. Misalnya, untuk perusahaan tambang batu bara. Kami membantu mereka berinvestasi di lini bisnis baru di luar bisnis batu bara mereka. Kami juga membantu perusahaan mengembangkan industri antara pengolahan nikel yang jadi bahan baku utama baterai. Kami juga membantu nasabah memasang panel surya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Apa akan menghentikan pembiayaan untuk proyek energi fosil?

Untuk bilang menghentikan semua pembiayaan sekarang, saya pikir ini tidak bertanggung jawab. Faktanya, listrik yang kita nikmati sekarang berasal dari energi fosil. Kalau dihentikan, harga akan naik. Tahu siapa yang akan menderita? Bukan orang kaya, tapi mereka yang tidak mampu. Mereka sudah punya banyak masalah dengan inflasi, harga pangan, dan lainnya. Apa kita ingin membunuh dengan kenaikan harga energi? Itu sangat tidak bertanggung jawab.

Jadi, kita harus menjaga porsi tertentu untuk menstabilkan harga. Kami memutuskan tidak lagi menambah pembiayaan buat energi fosil. Pada saat yang sama, saat ada kesempatan untuk ekspansi, kami harus membantu pengusaha berkembang ke bisnis non-fosil.

VINDRY FLORENTIN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus