Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Labuan Bajo - Degradasi lahan yang berkaitan dengan kerusakan hutan bakau dan lahan gambut serta keanekaragaman hayati menjadi isu yang diperdalam dalam pertemuan kedua Sherpa G20 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sigit Reliantoro di Labuan Bajo mengatakan pembahasan ini merupakan agenda lanjutan dari Presidensi G20 yang sebelumnya diselenggarakan di Arab Saudi pada 2020 dan di Italia pada 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Presiden G20 di Indonesia memperluas pembahasan land degradation tidak hanya di land saja, tetapi juga ekosistem lain terutama di mangrove dan lahan gambut karena akan menjadi flagship Presidensi Indonesia," kata Sigit di Labuan Bajo, Senin, 12 Juli.
Sigit mengatakan pembahasan mengenai lahan basah (wetland) baru masuk pada agenda Presidensi G20 di Italia. Sedangkan pembahasan mengenai isu lingkungan di Arab Saudi lebih pada inisiatif global untuk mengurangi degradasi lahan.
Adapun Indonesia berpotensi menjalin kerja sama dengan sejumlah negara untuk proses transfer pengetahuan. Sebab Indonesia, menurut Sigit, sudah punya regulasi dan mengimplementasikan kebijakan soal lahan gambut sejak 2017.
"Pengalaman itu belum dimiliki Argentina, Peru, Kongo. Itu yang kita mau transfer untuk kerja sama Selatan-Selatan, Selatan-Utara," tutur Sigit.
Di Indonesia, sudah ada Pusat Gambut Tropis Internasional atau International Tropical Peatland Centre (ITPC) yang menurut Sigit bisa menjadi pusat tukar-menukar kerangka pengalaman. Peresmian sekretariat ITPC ini pada 2018 sempat ditandai dengan deklarasi bersama dari perwakilan Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Kongo dan Pemerintah Republik Demokratik Kongo.
"Kalau ada kesempatan pembiayaan bisa mengundang Kongo, Peru untuk belajar implementasi di Indonesia dan membuat diplomasi lingkungan ke sana," tutur Sigit.
Gagasan ini juga disebut mendapat dukungan dari semua anggota delegasi G20. Bahkan, sudah ada permintaan untuk memperluas agenda mengenai lahan basah agar tidak hanya di lingkup bakau.
"Mereka meminta tak hanya bakau dan mangrove tapi juga keseluruhan wetland didorong untuk diperluas." Forum juga menetapkan Indonesia menjadi promotor untuk isu lahan basah tersebut.
AISHA SHAIDRA (LABUAN BAJO)
Baca juga: Cina Pastikan Bakal Dukung Dana Darurat Kesehatan FIF di G20
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini