Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2018-2023 Perry Warjiyo hari ini tampil dalam sesi Konferensi High Level Meeting International Monetary Fund (IMF). Di depan sejumlah delegasi internasional, Perry mengungkapkan dukungannya terhadap integrasi antar negara di kawasan Asia Tenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kita memerlukan ekonomi yang lebih terinterkoneksi satu sama lain," kata dia dalam acara yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, 27 Februari 2018. Dukungan tersebut disampaikannya di hadapan perwakilan Bank Sentral negara tetangga.
Perry Warjiyo menilai negara-negara di kawasan Asia Tenggara selama ini konsisten dalam mengeluarkan kebijakan moneter secara yang disiplin dan hati-hati. Kondisi ini menjadi modal kuat di masa mendatang. "Indonesia dan ASEAN bisa tetap menjaga ketahanan ekonomi, namun tetap memacu pertumbuhan," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Semangat integrasi yang disuarakan Perry Warjiyo tak jauh berbeda dengan langkah Gubernur BI saat ini, Agus Martowardojo. Pertengahan Desember 2017 misalnya, BI di bawah kepemimpinan Agus, berhasil mewujudkan The Local Currency Settlement Framework (LCS Framework) bersama Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand.
LCS Framework ini merupakan tonggak utama dalam kerja sama bank sentral di regional Asia Tenggara ke depan, terutama untuk mengurangi penggunaan mata uang dolar Amerika Serikat. "Kami sebagai otoritas moneter ingin melihat jauh, agar penggunaan Rupiah, Ringgit, dan Bath semakin kuat di pasar domestik masing-masing," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat.
Perry Warjiyo menyadari bahwa stabilitas makro ekonomi adalah langkah yang akan diambil oleh banyak Bank Sentral. Namun dia menilai stabilitas ekonomi harus tetap sejalan dengan dukungan pada pertumbuhan ekonomi. Selain interest policy, menurut dia, negara ASEAN masih memiliki kebijakan makro pudensial untuk mencapainya.
Meski semangat Perry Warjiyo menggebu-gebu, kenyataan di lapangan tak terlalu memuaskan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang nomor tiga diantara negara G20, tapi di ASEAN kalah dari Vietnam dan Filipina. Masing-masing tumbuh 6,2 persen dan 6,9 persen, sedang Indonesi berkutat di angka 5 persen.
Ke depan, kata Perry Warjiyo, Indonesia dan negara ASEAN akan banyak menghadapi tantangan baru seperti proteksionisme negara-negara maju hingga distrupsi oleh ekonomi digital. Namun, ujarnya, ASEAN mesti bisa meyakinkan dunia global bahwa ekonomi di kawasan tersebut memiliki ketahanan dan bisa beradaptasi. "Jadi untuk investor global, silahkan investasi di Indonesia dan ASEAN," kata Perry.
Dalam kesempatan yang sama, Managing Director International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde juga menganggap kerja sama antara negara ASEAN dalam bidang ekonomi selama ini patut diapresiasi. Menurut Lagarde, semangat kerja sama tersebut harus disebarkan ke negara lain ditengah maraknya kebijakan proteksionisme akhir-akhir ini. "Kita memiliki kesempatan pada model pertumbuhan yang baru, yaitu The ASEAN Way," kata dia.