Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi atau PHE, Meidawati bakal memberikan kompensasi bagi warga di sekitar pesisir pantai Karawang dan Bekasi, Jawa Barat, yang terkena dampak tumpahan minyak. Tapi, sejumlah syarat diberlakukan agar kompensasi ini bisa tepat sasaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi tidak serta merta ada pengaduan, diberi kompensasi,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Kamis, 1 Agustus 2019. Konferensi pers diadakan Pertamina bersama Menteri Susi Pudjiastuti dan para eselon I KKP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, insiden gelembung gas dan tumpahan minyak ini awal mulanya terjadi pada 12 Juli 2019, pukul 01.30 WIB ketika Pertamina melakukan kegiatan korporasi muncul gelembung gas. Kejadian ini terjadi di pada sumur YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di lepas pantai utara Karawang, Jawa Barat.
Sebanyak kurang lebih 3000 barel minyak tumpah setiap hari ke laut sejak kejadian. Namun sampai sekarang, Pertamina belum menghitung berapa banyak minyak yang telah tumpah ke laut karena mengaku masih fokus pada pembersihan. Hingga hari ini, Pertamina menyatakan jumlahnya sudah berkurang dan tinggal bersisa 10 persen saja dari keseluruhan minyak yang tumpah.
Meidawati melanjutkan, kompensasi pertama diberikan kepada para relawan yang memang membantu Pertamina membersihkan pesisir pantai. Selain diberi kompensasi, mereka juga dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri atau APD agar bisa bekerja dengan aman. “Kami bekerja sama dengan TNI Polri untuk mengamankan, sehinga menjadi jelas siapa yang membantu kami,” kata dia.
Kompensasi kedua diberikan kepada warga sekitar yang terdampak tumpahan minyak ini. Saat ini, Pertamina telah membuka posko pengaduan yang menerima semua aduan dari warga. Pengaduan ini akan ditampung oleh pihak PHE ONWJ dan komite yang terdiri dari Dinas Perikanan dan Bupati setempat. Ini merupakan syarat utama yang diberlakukan PHE ONWJ.
Tahap selanjutnya, Pertamina bakal melakukan proses verifikasi bersama komite tersebut, Dalam tahap ini kedua pihak akan menguji apakah kerugian yang dilaporkan oleh pengadu benar-benar diakibatkan oleh tumpahan minyak. Jika tidak, maka pengaduan akan ditolak. “Kami akan cek dan ricek lagi, betul gak akibat dampak dari operasi kami?” kata dia,
Jika benar, maka Pertamina bakal menilai sejauh mana kerugian dan besaran kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat tersebut. Setelah itu, barulah dilakukan pembayaran kompensasi. Namun dalam konferensi pers ini, Pertamia sama sekali tidak bersedia menjelaskan berapa besar biaya kompensasi yang bakal diterima oleh setiap individu.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan sampai saat ini, memang belum ada kompensasi yang disalurkan kepada warga yang terdampak dari tumpahan minyak ini. Ia beralasan masih menunggu data verifikasi pengaduan dari komite. “Itu dinas perikanan dan bupati,” kata dia.
Sementara itu pada Selasa kemarin, 30 Juli 2019, Pemerintah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, masih mendata kerugian nelayan, petani tambak dan masyarakat pesisir atas peristiwa kebocoran minyak Pertamina, Kepala Dinas Perikanan Karawang Hendro Subroto mengatakan pihaknya hingga kini masih melakukan pendataan kerugian yang dialami nelayan dan petani tambak atas insiden kebocoran minyak mentah di perairan Karawang.
Setelah dilakukan pendataan, selanjutnya akan dilakukan verifikasi. Hal tersebut dilakukan agar kompensasi atau ganti rugi yang akan dikeluarkan pihak Pertamina bisa tepat sasaran. Meski begitu, Hendro mengatakan hingga kini belum ada kepastian bentuk kompensasi atau ganti rugi yang akan disalurkan oleh pihak Pertamina. "Apakah kompensasinya uang atau apa, sampai saat ini belum ada kepastian dari pihak Pertamina," kata dia di Karawang.
ANTARA