Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DISKUSI Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dengan sejumlah komunitas internasional pada Kamis dua pekan lalu itu berlangsung gayeng. Dalam pertemuan selama hampir tiga jam di kantor Kementerian Energi, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, itu hadir antara lain perwakilan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Program Pembangunan (UNDP).
Mereka mengobrol soal pembangunan di sektor energi. Tetamu belum bertanya, Menteri proaktif menjelaskan Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas (RUU Migas) yang akan segera diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat. "Soalnya banyak yang menanyakan nasib dan kejelasan SKK Migas," ujar Sudirman seusai pertemuan itu.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi alias SKK Migas menjadi salah satu sorotan dalam proses amendemen UU Migas Nomor 22 Tahun 2001. Sebab, lembaga yang dulu bernama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) itu telah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam proses judicial review pada November 2012.
BP Migas atau kini SKK Migas menjadi perhatian internasional karena melalui lembaga inilah Indonesia menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan di sektor hulu migas. Sejumlah korporasi multinasional yang saat ini beroperasi di lapangan migas Tanah Air antara lain ExxonMobil, Chevron, BP, dan Total.
Rancangan undang-undang ini sebetulnya sudah didiskusikan saat Jero Wacik menjadi Menteri Energi. Tapi pembahasan intensif baru dilakukan belakangan. Draf terakhir disusun dalam pertemuan di Sentul, Bogor, 10 Februari 2015. Dalam rancangan ini, istilah badan pelaksana tak lagi disebut. Pada UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, badan ini diatur dalam Pasal 4 ayat 3.
Dalam RUU Migas itu justru Pertamina yang disebut "Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan memberikan izin usaha hulu kepada PT Pertamina (Persero) untuk setiap pengelolaan wilayah kerja". Hal itu diperjelas dalam pasal 12 ayat 1 bahwa kegiatan usaha hulu oleh Pertamina tersebut berdasarkan izin usaha hulu migas yang diberikan menteri.
Sudirman menjelaskan, pemerintah akan mengusulkan perubahan lembaga ini kepada DPR. Nantinya, kata dia, SKK Migas akan menjadi badan usaha khusus supaya tata kelolanya lebih baik. "Agar ada governance, neraca dan pengawasnya."
Perubahan pasal itu membuka peluang yang lebih besar kepada Pertamina untuk mengembangkan sektor hulu migas. Salah satu implementasi atas aturan tersebut, Sudirman memberi contoh, adalah pengelolaan wilayah kerja yang telah selesai masa kontrak. Saat ini, menurut Sudirman, pemerintah seperti tidak pede memberikan blok yang telah habis kontrak kepada Pertamina. "Nanti di UU baru harus dipertegas bagaimana hak pengelolaan dan hak privilege national oil company," ujarnya.
Pemberian hak istimewa kepada perusahaan milik negara itu mendapat dukungan dari Ketua Komisi Energi DPR Kardaya Warnika. Menurut Kardaya, yang juga mantan Kepala BP Migas, hak istimewa itu pula yang diberikan banyak negara terhadap badan usaha milik negaranya. Sebut saja Statoil di Norwegia, Petronas di Malaysia, dan Petrobras di Brasil.
Pertamina pun menyambut baik rencana ini. "Kami siap," kata juru bicara Pertamina, Wiyanda Pusponegoro. Rencananya draf RUU Migas ini akan dibahas pemerintah bersama DPR pada April atau Mei nanti. "Setelah masa reses berakhir," ucap Kardaya. Ia berharap tak ada "gemuruh" dalam pembahasan amendemen UU Migas itu. "Jangan membikin suasana yang membuat investor wait and see."
Retno Sulistyowati, Gustidha Budiartie
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo