Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Emma Sri Martini menyebutkan pihaknya baru menerbitkan global bond dengan total nilai US$ 1,9 miliar atau setara dengan Rp 26,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penerbitan surat utang itu dilakukan pada pekan lalu. Emma menilai penerbitan global bond saat ini dianggap tepat karena imbal hasil (yield) mulai bergerak naik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun, surat utang yang dirilis terdiri atas US$ 1 miliar untuk tenor 5 tahun dengan kupon 1,4 persen. Selain itu surat utang yang diterbitkan berdenominasi US$ 900 juta untuk tenor 10 tahun dengan kupon 2,3 persen.
"Rabu lalu, kami issue US$ 1,9 miliar. Untuk 5 tahun di 1,4 persen untuk kuponnya dan untuk 10 tahun di 2,3 persen," kata Emma dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa, 9 Februari 2021.
Menurut Emma, kedua global bond itu ditawarkan dalam situasi yang kondusif. "Jadi dua-duanya inside the curve, bagus pricing-nya. Ini just in time karena yield sudah bergerak naik lagi," ucapnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, Pertamina memilih menerbitkan global bond dengan tenor jangka pendek untuk menekan biaya utang (cost of debt) perseroan.
"Kemarin tenor panjang-panjang. Tenor panjang kan tentunya kupon akan semakin ke-press. Ini salah satunya lowering cost of debt kami sama kami akan gunakan untuk capex," kata Emma.
Dalam kesempatan itu, Emma juga menyebutkan perseroan membukukan laba sekitar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Dia mengatakan terjadi peningkatan kinerja keuangan, karena pada semester I 2020, Pertamina membukukan rugi Rp 11 triliun.
"Alhamdulillah di posisi Desember ini, kita secara in house closing unaudited posisi membukukan laba sekitar US$ 1 miliar sekitar Rp 14 triliun," kata Emma.
Dia berharap angka itu bisa meningkat karena audit masih belum selesai, baik audit oleh kantor akuntan publik (KAP) ataupun dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Emma bersyukur Pertamina bisa mencatatkan laba di masa pandemi, di mana perusahaan lain seperti British Petroleum BP membukukan rugi Rp 80 triliun, dan Exxon rugi ratusan triliun.
BISNIS