Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Boyolali -Ratusan peternak sapi perah dan pengepul susu dari berbagai wilayah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu, 9 November 2024, menggelar aksi protes atas pembatasan kuota penjualan susu ke pabrik atau industri pengolahan susu (IPS). Mereka mendesak pemerintah memberikan perhatian serius terhadap permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam aksi, para peternak dan pengepul susu itu mengangkut sekitar 50 ton atau 50 ribu liter susu dalam puluhan drum dan tangki. Drum berisi susu diangkut menggunakan beberapa mobil bak terbuka dari lokasi pengepul menuju Kantor Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali. Dari kantor tersebut, susu-susu itu lalu dibawa menuju ke pusat kota, tepatnya di kawasan Tugu Susu Tumpah di Kecamatan Boyolali Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Aksi, Sriyono Bonggol, mengatakan sebagian digunakan untuk mandi dalam aksi solidaritas untuk para peternak ini. Sedang sebagian susu turut dibagikan gratis kepada warga pengguna jalan. “Total ada 50 ribu liter susu yang dibuang dalam aksi solidaritas ini. Jika di rupiahkan, uang yang dibuang dalam aksi ini mencapai Rp 400 juta,” ujar Sriyono kepada wartawan.
Sebagian susu segar kemudian dibagi-bagikan kepada warga. Terlihat banyak warga yang sebelumnya sudah mendapatkan informasi akan ada pembagian susu gratis di tempat itu, membawa berbagai wadah untuk mendapatkan susu. Sebagian peternak ada juga yang melakukan aksi mandi susu di sebuah mobil bak terbuka, di tengah-tengah warga. Setelah itu, susu yang tersisa kemudian dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Winong.
Sriyono mengatakan susu yang dibuang tersebut berasal dari 20 ribu peternak dari berbagai daerah di Kabupaten Boyolali. Sesampainya di lokasi pembuangan, ribuan liter susu dalam drum dituangkan begitu saja dari atas bak pikap. "Ini sebagai wujud protes terhadap kondisi susu lokal saat ini. Akibat pembatasan kuota itu, setiap hari ada 30 ribu liter susu dari Boyolali yang tak bisa diserap oleh pabrik karena alasan pembatasan itu,” katanya.
Dia mengatakan kebijakan tersebut membuat banyak peternak sapi perah di Boyolali terkena dampaknya. Dari 140 ribu liter susu peternak, masih ada 30 ribu liter susu yang tak terserap setiap harinya. Kejadian ini, kata dia, membuat koperasi menanggung kerugian atas 30 ribu liter susu yang tak dibeli pabrik ini. “Jika pengepul tak lagi beroperasi maka peternak yang akan menanggung kerugiannya. Sapi terus makan, sementara susu tak ada yang bisa membelinya,” ucap dia.
Sriyono menyebut kondisi itu menjadi sebuah anomali. Ia mengungkapkan produksi susu dari peternak yang baru 20 persen terserap dari kebutuhan secara nasional, tetapi pabrik besar IPS justru melakukan pembatasan. “Kami menduga adanya impor susu yang tak dibatasi jadi penyebab utama masalah ini,” katanya.
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali, Lusia Diah Suciati mengatakan, menurunnya serapan susu lokal oleh IPS mulai terlihat sejak September lalu. Hal itu terjadi karena maintenance pabrik. “Alasan kedua kelesuan konsumen (daya beli masyarakat turun). Masalah ketiga, ada perbaikan grade standar kualitasnya,” ujar Lusia.
Dia menambahkan di KUD Mojosongo, per hari menampung 23 ribu liter susu lokal. Tapi IPS hanya bisa menerima 16 ribu liter.“Itu yang kemudian menyebabkan susu yang tak dibeli IPS kembali ditampung di mesin pendingin, sehingga overload. Terjadilah fenomena membuang susu sapi di wilayah Boyolali hingga Pasuruan, Jawa Timur,” kata dia.
Ia memastikan aksi para peternak dan pengepul susu tersebut tidak ada kaitannya dengan politik. Ia menegaskan hal itu murni karena keprihatinan mereka terhadap persoalan yang mempengaruhi usaha yang mereka jalani. "Ini murni sebagai bentuk keprihatinan kami terkait permasalahan yang sedang kami hadapi dan tidak ada kaitannya dengan politik," ucapnya.
Pilihan editor: Sekjen CPOPC Sebut EUDR Beri Tekanan Besar pada Industri Sawit