Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro mengatakan sapi impor bukanlah pesaing dari sapi kurban. Ia pun menjelaskan sejumlah alasannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Syarat sapi untuk dikurbankan harus tidak cacat. Sapi impor biasanya telinganya berlubang-lubang, maupun sudah dikebiri, jadi tidak sah untuk digunakan sebagai hewan kurban," kata Nanang kepada Tempo, Sabtu, 17 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, kata Nanang, sapi impor biasanya bersifat liar dan tidak ditali. Sehingga, penanganan sapi dari luar negeri relatif lebih sulit dan membuat pembeli enggan membelinya.
Sapi impor juga, tutur Nanang, tidak bisa dipotong di sembarang tempat seperti halaman masjid, lantaran terikat ketentuan animal welfare. Sehingga, sapi impor hanya bisa dipotong di rumah pemotongan hewan yang sudah diaudit.
Di samping itu, Nanang mengatakan bahwa sapi yang banyak masuk dari luar negeri pada bulan Mei dan Juni 2021 biasanya baru akan dilepas untuk dipotong setelah dipelihara tiga sampai empat bulan di kandang.
Nanang pun mencatat bahwa impor sapi hidup dari Australia sampai dengan Juli 2021 justru mengalami penurunan. Karena itu, ia menegaskan bahwa sapi impor bukanlah pesaing dari sapi kurban lokal.
Menurut dia, sepinya permintaan sapi pada periode Idul Adha tahun ini disebabkan oleh adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM Darurat dan turunnya daya beli masyarakat.
"Penurunan omzet tahun ini lebih kepada karena daya beli masyarakat yang turun dan penerapan PPKM Darurat yang membatasi pergerakan orang. Serta, kekhawatiran tidak diizinkannya potong sapi di masjid," ujar Nanang.
PPSKI memperkirakan permintaan sapi kurban turun sampai 40 persen dibanding tahun lalu. Turunnya permintaan itu, kata Nanang, tentu langsung terasa kepada turunnya omzet pada pedagang sapi.
"Estimasi kami dibanding tahun lalu, omzet tahun ini turun sampai dengan 40 persen. Beberapa kawan malah menyampaikan prediksi penurunan omzet sampai dengan 60 persen," ujar Nanang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor ternak jenis lembu tercatat sebesar US$ 55 juta pada Juni 2021. Angka ini naik 14,56 persen dibanding bulan lalu. Impor ternak jenis lembu ini didominasi dari Australia.
Meski demikian, Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono mengatakan permintaan sapi kurban masih bisa dipenuhi dari dalam negeri. Sehingga, pada bulan Juni 2021 tidak terjadi lonjakan impor sapi. "Dari datanya kalau sapi tidak alami lonjakan. Ini mengindikasikan pemenuhan untuk kurban dicukupi dari dalam negeri," ujar Margo, Kamis, 15 Juli 2021.