Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN bersiap mengajukan gugatan arbitrase kepada Petronas Carigali Muriah Ltd, bagian dari perusahaan energi asal Malaysia, Petronas, di International Chambers of Commerce (ICC) di Hong Kong, Cina. Gugatan ini berkaitan dengan kisruh bisnis yang terjadi di antara kedua perusahaan di lapangan Kepodang di Blok Muriah, yang berada di 180 kilometer dari bibir pantai Semarang, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permohonan arbitrase akan disodorkan konsultan hukum yang ditunjuk PT Kalimantan Jawa Gas (KJG), cucu usaha PGN sebagai operator ruas pipa transmisi Kalimantan-Jawa. "Rencananya, gugatan akan kami daftarkan akhir Juli 2018," kata Sekretaris Perusahaan KJG Toto Yulianto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2018.
KJG merupakan perusahaan joint venture antara PT Permata Graha Nusantara, anak usaha PGN, dan PT Bakrie and Brothers dengan komposisi kepemilikan saham masing-masing 80 persen dan 20 persen. KJG mengalirkan gas dari Lapangan Kepodang milik Petronas menuju onshore receiving facilities (ORF) dan unit bisnis pembangkit milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Lokasinya ada di Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah.
Dalam bisnis ini, Petronas berperan sebagai pengguna pipa. Sedangkan KJG adalah pemilik yang membangun pipa Kalimantan-Jawa. Lalu PLN sebagai pembeli dari gas milik Petronas. Masalahnya, realisasi penyaluran gas oleh Petronas ke PLN selama tiga tahun terakhir selalu di bawah komitmen volume yang disepakati dalam Gas Transportation Agreement (GTA).
Dalam kesepakatan GTA, Petronas harus menyuplai gas 116 million standard cubic feet per day (MMSCFD) kepada PLN melalui pipa milik KJG setiap tahun selama 12 tahun. Namun realisasi penyaluran selama ini hanya berada di kisaran 75-90 MMSCFD. "Kami dirugikan karena sudah membangun pipa, sementara PLN dirugikan karena produksi listriknya terganggu akibat pasokan gasnya kurang," ujar Toto.
Menurut Toto, ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung Petronas karena tidak bisa merealisasikan 90 persen gas sesuai dengan kesepakatan GTA atau sekitar 104 MMSCFD per tahun. Dalam klausul kesepakatan, Petronas sebagai shipper atau pengguna pipa akan dikenakan kewajiban ship or pay atau SOP. Cucu perusahaan PGN, KJG, telah melakukan perhitungan. Hasilnya, SOP yang harus dibayarkan Petronas mencapai US$ 29,4 juta.