Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelidiki kasus dugaan korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara atau PT PGN periode 2017-2021. Komisi antirasuah itu juga sudah menetapkan tersangkanya. “Sudah ada dua tersangka,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dikutip dari Majalah Tempo Edisi 10-16 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari dua dokumen tertanggal 20 Mei 2024 yang diperoleh Tempo, KPK sudah mengeluarkan surat pemberitahuan penyidikan kepada Direktur Komersial PT PGN periode 2016-2019, Danny Praditya, dan Komisaris PT Inti Alasindo Energi dan Direktur Utama PT Isar Gas, Iswan Ibrahim. Danny dan Iswan ditulis sebagai tersangka korupsi jual-beli gas PT PGN. Keduanya diduga berkomplot merancang kontrak kerja sama pengadaan gas yang merugikan negara senilai US$ 14,19 juta atau sekitar Rp 212 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK juga sudah melakukan penggeledahan pada 28-29 Mei 2024 di kantor pusat PT PGN, Jakarta Pusat. Sebagian di antara penyidik KPK juga menyambangi rumah kedua tersangka Danny dan Iswan di Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. Dua hari berselang, kantor cabang PT Isar Gas di Gresik, Jawa Timur, jadi target penggeledahan. “Penyidik menyita sejumlah dokumen kontrak bisnis serta berkas mutasi rekening bank,” kata Ali Fikri.
Modus korupsi PT PGN
Perkara bermula ketika PT PGN berencana memperbesar slot kuota gas dari lapangan Madura Strait yang dikelola Husky CNOOC Madura Ltd (HCML) sekitar tahun 2017. Jajaran direksi ketika itu menyepakati pembelian gas dari perusahaan terafiliasi PT Isar Gas selaku salah satu pemegang kuota. PT Isar Gas setuju tapi dengan sejumlah syarat. Di antaranya, PT PGN membayar utang usaha PT Isar Gas dan perusahaan terafiliasi ke beberapa pihak sebagai uang panjar. Nilainya sebesar US$ 15 juta atau Rp 225 miliar.
Rencana tersebut tertuang dalam risalah rapat direksi nomor 680/R-BOD/2017 tanggal 24 Oktober 2017. Direktur Utama PGN kala itu, Jobi Triananda Hasjim; Direktur Keuangan Nusantara Suyono, dan Direktur Infrastuktur dan teknologi Dilo Seno Widagdo adalah orang yang menandatangani dokumen tersebut. Rapat yang berlangsung selama lima jam tersebut digelar dari ketinggian lantai 30 gedung The Manhattan Square, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Baca selengkapnya di Uang Panjar dan Penjualan Bertingkat: Modus Korupsi Jual-Beli Gas PT PGN
Jobi yang kini menjabat Direktur Utama PT Sucofindo, tak menjelaskan duduk perkara perjanjian itu ketika dimintai konfirmasi perihal pertemuan tersebut. Lewat pesan WhatsApp, ia meminta agar kerja sama yang dikenal dengan nama Proyek Libra itu disampaikan oleh PT PGN. “Biar satu pintu, lewat PGN saja ya,” ujarnya.
PT Perusahaan Gas Negara bergabung dan menjadi anak usaha PT Pertamina sejak 2018. Lewat jawaban secara tertulis, Penjabat Corporate Secretary PT Pertamina Gas Negara, Susiyani Nurwulandari, juga tak menjelaskan secara detail bentuk kerja sama tersebut. Dia mengatakan manajemen PGN akan mendukung KPK dan bersikap kooperatif untuk menuntaskan kasus ini. “Kami menghormati dan terus memantau proses hukum di KPK,” kata dia.
Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan duit untuk PT Isar Gas mengalir pada 17 November 2017. Sebanyak US$ 8 juta di antaranya dipakai Isar Gas membayar utang mereka kepada Pertagas Niaga dan US$ 2 juta kepada salah satu bank pelat merah. Sisanya, US$ 5 juta, digunakan untuk menyelesaikan utang PT Isar Aryaguna, induk usaha Isar Gas.
Saat itu, PT PGN tak keberatan. Namun mereka mengajukan sejumlah klausul tambahan dan meminta jaminan fidusia. Klausul tambahan di antaranya opsi memperhitungkan uang muka sebagai nilai pengurang jika kelak PT PGN berencana mengakuisisi saham PT Isar Gas.
PGN juga meminta jaminan berupa penguasaan jaringan pipa PT Banten Inti Gasindo, perusahaan yang terafiliasi dengan Isar Gas. Uang panjar itu menjadi masalah karena, hingga kontrak berakhir, PGN baru menerima pengiriman gas senilai US$ 805 ribu dari perusahaan terafiliasi Isar Gas.
Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan kerugian negara muncul lantaran PT PGN tak memiliki kajian dan mitigasi risiko bisnis yang memadai. Begitupun dengan skema uang panjar senilai US$ 15 juta yang melatari syarat kerja sama. Kerja sama tersebut juga diduga tak sesuai dengan sejumlah aturan dan rekomendasi Dewan Komisaris untuk menghentikan kerja sama. “Ada larangan kontrak penjualan bertingkat, tapi aturan itu mereka abaikan,” kata Ali.