Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pindahnya Prima ke Berdikari

Pabrik tepung terigu pt berdikari mengambil alih saham pma pabrik tepung terigu pt prima indonesia seharga us$ 31,5 juta. diharapkan prospek pt berdikari akan lebih baik. (eb)

20 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDADAK saja pabrik tepung terigu PT Prima Indonesia di pelahuhan Makassar, Ujungpandang, dilanda kesibukan. Puluhan truk sarat dengan muatan terigu tanpa henti mengalir ke luar kawasan pabrik itu. Tekanan terhadap beban kerja memang mencapai puncaknya ketika November tahun lalu, lulog meminta agar Prima menggiling 10 ribu ton gandum. Padahal sebelumnya, instansi pemerintah yang mengawasi pengadaan pangan itu, hanya memberi jatah giling 2.500 ton sebulannya. Di bulan Januari dan Februari, Bulog kembali memberi jatah giling 20 ribu ton. Pesanan sebanyak itu hanya dilumat beberapa hari oleh Prima yang punya kemampuan giling sekitar 1.000 ton per hari. Di luar dugaan karyawan, tentu saja, kalau jatah besar-besaran itu justru merupakan kerja terakhir manajemen Prima. Sebab Kamis pekan lalu, bertempat di BKPM, Jakarta, Tjeng Chan Ban, Dirut PT Prima Indonesia, secara resmi menandatangani pengalihan manajemen pabrik itu kepada PT PP Berdikari Sari Utama Flour Mills. Bertindak sebagai wakil PT Berdikari adalah Bustanil Arifin yang sehari-hari dikenal sebagai Kepala Bulo. Dalam kesepakatan yang dibuat 13 Oktober 1981, Berdikari setuju membeli seluruh (9.000) saham Prima seharga US$ 31.500.000 (atau "US$ 3.500 per sahamnya). Sebaliknya dalam perjanjian itu, Prima Limited Singapore juga setuju membeli sebagian barang eks Prima Indonesia - seperti seluruh stok bahan gandum (wheat rain dan wheat flour) dan semua utang piutang dengan nilai US$ 10 juta. "Semua transaksi itu dibicarakan dengan baik-baik. Dan coba lihat, acaranya juga berlangsung baik," ujar Bustanil Arifin. Untuk menunjukkan keterbukaan, Bustanil memang sengaja ingin merayakan pengambilalihan itu secara besar-besaran. Bagai gayung bersambut, Ketua BKPM Suhartoyo segera mengundang puluhan wartawan untuk meliput acara yang oleh Bustanil dianggap cukup "bersejarah" itu. Sebab bua pertama kalinya memang pihak Indonesia membeli sebuah perusahaan PMA penuh. "Kita langsung bayar karena mereka mau kontan," ujar Bustanil. Tapi, agaknya peristiwa ini cukup mengejutkan mengingat Prima belum lagi genap 10 tahun berroperasi. Apakah pabrik itu mengalami kesulitan keuangan dengan agak hati-hati, Tjeng Chan Ban, Warga Negara Singapura menjawab, kami dapat untung. Kalau tak untung mana bisa jual " Mengaku sudah 36 tahun, bisnis di Indonesia, dia bertekad "tetap akan menanamkan capital disini" sekalipun Primanya sudah diambil orang. Tjeng pernah mengalami kesulitan memasarkan tepung terigu cap Kereta keluaran Prima. Mei tahun lalu, Manajer Pemasaran Prima, Kho Tiang Lio, mengeluh kepada Komisi VI DPR: daerah pemasaran terigu cap Kereta telah dipersempit hanya di wilayah Sulawesi, dan Kalimantan Timur. Jatah produksinya pun dikurangi hingga tinggal 2.500 ton sebulan. Padahal sebelumnya, dengan tingkat produksi 7 ribu sebulan, pemasarannya meliputi seluruh Kalimantan (kecuali Kalimantan Barat), Nusa Tenggara Barat dan Timur, Maluku, Irian Jaya, dan Sulawesi. Sisa Stok PT Bogasari Flour Mills punya Liem Sioe Liong ketika itu disebut-sebut sebagai dalang penciutan wilayah pemasaran Prima. Tapi anggapan itu serta-merta ditolak Bogasari. Sebab ternyata memang Bulog sendirilah yang menganggap Prima tak mampu menyalurkan terigunya ke kawasan Indonesia Timur karena kesulitan pengapalan. Instansi pemerintah itu akhinya memutuskan kebutuhan terigu Indonesia Timur harus disuplai dari Surabaya (Bogasari Hour Mills 11). Dalam suasana itulah Bustanil datang mengajukan penawaran untuk membeli seluruh saham Prima yang sedang kempis-kempis -- hanya menghasilkan tepung terigu kurang dari separuh kemampuan produksinya. Dan Prima, yang sudah terpojok, tampaknya tak punya jalan lain--kecuali menyerah secara baik-baik. Cepat atau lambat "mereka bakal terkena peraturan pemerintah mengenai keharusan Indonesianisasi," sambung Bustanil. Kendati manajemen sudah diambilalih Berdikari, Prima Indonesia masih diizinkan beroperasi sampai 31 Maret ini untuk menjual habis sisa stok terigu cap Kereta yang berjumlah sekitar 3 ribu ton. "Sesudah stok habis, kami akan memberi cap baru. Yang pasti bukan cap Kereta lagi," Bustanil ketawa cerah. Di pabrik Prima, Ujungpandang, karyawannya, berjumlah 289 orang (sekitar 60% merupakan pegawai bulanan) tampak tetap tenang bekerja. Gaji karyawan (yang tertinggi Rp 200 ribu/bulan, terendah Rp 25 ribu/bulan, dan harian Rp 1.000) tetap lancar didrop dari Jakarta. "Barangkali saja di bawah Berdikari kelak, kesejahteraan kami akan lebih baik lagi," kata seorang pegawai Prima. Tapi siapa Berdikari? PT Pilot Project Berdikari pada masa orde lama dulu merupakan perusahaan yang dimiliki Markam, dulu raja karet. Sejak 1966 PT Berdikari berada di bawah koordinasi Bulog. Tugasnya: turut menjaga stabilitas 'narga pangan. Adalah Brigjen Suhardiman ketika itu diangkat mcnjadi Dirut PT Berdikari sampai tallnl 1972. Menurut Bustanil, Berdikari kini punya sembilan anak perusahaan, di antaranya PT Bank Duta Ekonomi, isuransi Timur Jauh, PT Wotraco, dan PT Ujung Lima. Dana yang US $ 31,5 juta untuk membeli Prima itu pun dikumpulkan dari seluruh anak perusahaan," kata Bustanil. Dia yakin prospek Berdikari akan lebih baik sesudah menguasai Prima.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus