Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM ingatan Hu Wenchang, Mohan pernah menjadi kota mati. Kota di wilayah selatan Yunnan itu bertahun-tahun tak dilirik investor. Aktivitas perdagangan di sana hanya ramai melalui jalur laut dan Sungai Lancang-Mekong.
Namun, sejak Cina membangun jalan dari Kunming—ibu kota Provinsi Yunnan—sampai Bangkok, Thailand, kegiatan perdagangan di kota yang berbatasan dengan Laos itu mulai berdenyut. Dibangun tujuh tahun lalu, jalan sepanjang 1.910 kilometer yang membelah Mohan itu kini ramai dimanfaatkan pedagang.
"Mohan sekarang sudah berubah," ujar Hu, Direktur Biro Perdagangan dan Luar Negeri Kawasan Ekonomi Mohan, awal Desember tahun lalu. Pedagang, kata Hu, perlahan-lahan mulai mengurangi pengiriman barang melalui sungai.
Tak aneh bila dalam tempo singkat Mohan menjadi kawasan percontohan pembangunan ekonomi wilayah perbatasan yang menghubungkan Cina dengan negara-negara Asia Tenggara. "Semua produk dari luar ditampung dulu di sini sebelum masuk ke seluruh penjuru Cina," ujar Hu. Mohan juga memiliki zona pergudangan seluas 15 hektare yang siap menampung derasnya barang impor. Letaknya sekitar 800 meter dari perbatasan.
Dengan denyut perdagangan seperti sekarang, Hu yakin lima tahun lagi Mohan akan menjadi sentra perdagangan antarnegara karena dilintasi dua infrastruktur transportasi utama. Salah satunya jalan bebas hambatan yang ditargetkan rampung pada 2017. Adapun jalur kereta cepat Trans-Asia rute Kunming-Singapura yang menelan dana lebih dari US$ 25 miliar (sekitar Rp 341 triliun dengan kurs saat ini) akan selesai pada 2020. Otoritas setempat juga sudah menerapkan layanan perizinan satu atap, sekaligus memberikan insentif pajak. Tujuannya untuk menjaring pemilik modal yang akan mengguyurkan duitnya.
Menurut Wang Wei, Wakil Direktur Jenderal Hubungan Luar Negeri Provinsi Yunnan, Mohan mulai diperhitungkan karena menjadi salah satu pintu masuk perdagangan luar negeri ke Yunnan. Apalagi Yunnan merupakan provinsi dengan wilayah perbatasan terpanjang di Cina. Dengan panjang 4.060 kilometer, provinsi ini bersinggungan dengan Laos, Vietnam, dan Myanmar.
Saat berkunjung ke Kunming tahun lalu, Presiden Xi Jinping mengatakan Yunnan adalah pintu gerbang Cina. "Inilah jalur sutra untuk mempererat kerja sama antarnegara one belt, one road," ujar Wang, mengutip pernyataan sang Presiden.
Berangkat dari situ, Pemerintah Provinsi Yunnan bertekad mengembangkan kawasannya. Badan usaha milik daerah dapat menggandeng perusahaan asing untuk menggarap proyek pembangunan, sementara pemerintah lokal membuat kebijakan yang ramah bagi investor. "Tapi investasi besar dan strategis tetap harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat," kata Wang. Kelonggaran itu membuat produk domestik bruto, pendapatan fiskal, dan volume ekspor-impor pada 2014 terkerek 17,1 persen. Akibat pertumbuhan ini, hampir separuh dari 47 juta penduduk Yunnan berpindah dari desa ke kota. Pendapatan per kapita penduduk provinsi itu naik 8,1 persen dari tahun sebelumnya.
Tak cuma mewujudkan jalur sutra di darat—misalnya jalan raya lebar dan rencana pembangunan rel kereta Trans-Asia—pemerintah Tiongkok berusaha menggenjot jalur laut melalui Pelabuhan Qinzhou Guangxi di daerah otonomi Guangxi Zhuang, Cina selatan. Namun aktivitas bongkar-muat di sana masih sepi. Jumlah peti kemas yang masuk hanya sekitar 3.000 setiap hari. Bandingkan dengan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang saban hari kedatangan lebih dari 10 ribu kontainer.
Di sekitar pelabuhan, terdapat Kawasan Industri Qinzhou seluas 55 kilometer persegi. Dibangun tiga tahun lalu dengan nilai investasi 6,2 miliar yuan (sekitar Rp 13 triliun), kawasan ini merupakan kongsi patungan antara Cina dan Malaysia, dengan porsi penyertaan modal 51 : 49 persen. Beragam fasilitas, seperti jalan, gedung perkantoran, tempat penyimpanan minyak kelapa sawit, dan supermarket bebas pajak untuk barang impor, telah tersedia menyambut arus kedatangan barang dan jasa dari jalur sutra, yang sudah ada sejak abad ketiga sebelum Masehi.
Upaya membangkitkan kembali jalur sutra tak lepas dari kebijakan reformasi ekonomi berorientasi pasar yang diterapkan pemimpin besar Cina, Deng Xiaoping, pada 1978. Salah satunya menyiapkan infrastruktur yang memadai. Sejak itu, pembangunan gencar dilakukan. Tak kurang dari 2.000 kawasan ekonomi khusus kini tersebar di Cina.
Meski semakin banyak orang asing keluar-masuk Cina, negeri itu tak memberlakukan pengurusan izin tinggal saat kedatangan (visa on arrival). Hal ini berlaku juga di Mohan. Ditanya mengenai hal ini, Hu Wenchang mengatakan kebijakan itu merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Menurut Hu, pemerintah Cina juga membatasi jumlah tenaga kerja yang diboyong investor. Sebab, kedatangan pemodal asing semestinya membuka lapangan pekerjaan bagi warga Cina, bukan mendatangkan pekerja dari luar negeri. "Kami masih punya pekerjaan rumah untuk meningkatkan taraf hidup sekitar 70 juta penduduk miskin," ujar Wang Wencheng, profesor ilmu sosial di Akademi Yunnan.
Pembangunan jorjoran di Mohan sejalan dengan rencana Indonesia meningkatkan perdagangan antarnegara, termasuk dengan Cina. Dalam perayaan Hari Nusantara di Aceh, pertengahan bulan lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla meluncurkan jalur samudra Cheng Ho sebagai jalur perdagangan antarnegara, termasuk dengan Tiongkok. "Kembalikan kejayaan perdagangan melalui jalur maritim," ujarnya. Hanya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pasar Indonesia masih menjadi sasaran empuk bagi produk Cina. Barang impor dari negara itu yang masuk ke Tanah Air bernilai sekitar US$ 30,6 miliar pada 2014. Adapun nilai ekspor Indonesia ke Cina baru US$ 17,6 miliar.
Rini Kustiani (Mohan), Reza Aditya (Banda Aceh)
Berdagang Melalui Darat dan Laut
Presiden Cina Xi Jinping mencetuskan gagasan "one belt, one road" pada September 2013 buat membangkitkan kembali perdagangan di jalur sutra. Untuk mewujudkan ambisi itu, Cina membangun beragam infrastruktur: jalan bebas hambatan, pelabuhan, jalur kereta, jaringan pipa, dan kabel serat optik. Bagian selatan Cina merupakan pintu gerbang bagi negara-negara Asia Tenggara.
Jalan
Kunming-Bangkok
Dibuka pada 2008, sepanjang 1.910 kilometer, jalan ini merupakan kerja sama Cina, Laos, dan Thailand, yang didanai Bank Pembangunan Asia (ADB).
LAUT
Qinzhou Guangxi- Kelang: 1.549 mil laut
Qinzhou-Kuantan: 1.225 mil laut
Qinzhou-Ho Chi Minh: 800 mil laut
Qinzhou-Manila: 836 mil laut
Qinzhou-Jakarta: 1.720 mil laut
Qinzhou-Singapura: 1.338 mil laut
730 kilometer
Kunming-Mohan
262 kilometer
Mohan-Ban Houayxay
918 kilometer
Ban Houayxay-Bangkok
Kereta
Trans-Asia Kunming-Singapura diperkirakan selesai pada 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo