FDA (Otorita Obat dan Makanan) Amerika Serikat tak lagi memperkenankan minyak inti sawit, alias palm kernel oil (PKO), sebagai pencampur minyak goreng. Larangan ini erat kaitannya dengan tudingan mereka terdahulu yang menuduh minyak sawit itu banyak mengandung kolesterol. Tapi manuver AS itu tidak sampai menamatkan riwayat PKO. Minyak yang diolah dari biji sawit ini ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik. Grup Humpuss, yang dipimpin Tommy Hutomo Mandala Putra, tahu betul itu. Tahun lalu, grup ini mendirikan sebuah anak perusahaan baru, PT Bina Reksa Inti Sawit (BRIS) namanya, dengan investasi 6 juta dolar. Belum satu tahun, perusahaan ini sudah menuai hasil. Dari produksinya yang dimulai Desember 1989, BRIS telah mengantungi devisa enam juta dolar. Berarti, dalam empat bulan saja, BRIS sudah kembali modal. "Industri ini memang mempunyai nilai tambah yang cukup tinggi," kata Eddy Mardanus, Dirut BRIS. Tiap tahun, BRIS mampu mengolah 115 ribu ton biji sawit, untuk dijadikan 50 ribu ton PKO, plus 65 ribu ton bungkil. Seluruh hasil produksinya diekspor ke Amerika dan Eropa Barat. Untung besar? Tampaknya begitu. Apalagi, seperti kata Eddy, PKO tidak terkena pajak ekspor. Eddy yakin, BRIS akan mampu menyaingi efisiensi beberapa PTP yang juga memproduksi PKO. Alasannya, mesin-mesin yang digunakan PTP sudah tua, hingga biaya produksinya lebih mahal. Bukan tak mungkin karena biaya tinggi itu pula, kelak pabrik PKO milik PTP gulung tikar. Kalau itu yang terjadi, maka BRIS akan mendapat pekerjaan tambahan: mengolah semua bahan baku yang kini dikerjakan PTP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini