Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indikator manufaktur atau Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia kembali ke level ekspansi setelah mengalami kontraksi selama lima bulan beruntun. Kementerian Keuangan optimistis kinerja ini berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan aktivitas manufaktur Indonesia yang kembali ke zona ekspansif menjadi kabar baik awal tahun. Mencerminkan perekonomian Indonesia yang tetap solid di tengah berbagai tantangan global maupun domestik. “Pemerintah semakin optimistis pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen untuk tahun 2024 dapat tercapai,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PMI Indonesia meningkat dari 49,6 pada November menjadi 51,2 pada Desember 2024. Angka ini merupakan level tertinggi sejak Mei 2024. Berdasarkan laporan lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor's Global Ratings (S&P), hal ini didorong oleh kenaikan produksi dan permintaan baru, baik dari pasar domestik maupun internasional, yang meningkat menjelang Hari Raya Natal dan perayaan Tahun Baru.
Febrio memaparkan di sisi lain, beberapa negara ASEAN dengan ekonomi berbasis manufaktur seperti Vietnam dan Malaysia mencatatkan PMI manufaktur yang terkontraksi. PMI masing-masing negara tersebut berada pada level 49,8 dan 48,6. Ambang batas pertumbuhan PMI manufaktur adalah 50, di bawah itu tergolong level kontraksi.
Kuatnya permintaan domestik terhadap produk dalam negeri diyakini menopang kinerja sektor manufaktur. Indeks Penjualan Ritel (IPR) mencatat kenaikan 1,7 persen secara tahunan (yoy)pada November 2024. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia pada November 2024 naik signifikan ke level 125,9.
Perkembangan indikator tersebut dianggap mencerminkan daya beli yang terus meningkat. Berdasarkan komponen PMI, kata Febrio, peningkatan jumlah persediaan barang jadi mencerminkan sikap optimis pelaku usaha terhadap permintaan produk manufaktur.
Peningkatan aktivitas manufaktur ini juga diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih ekspansif. Beberapa indikator yang dipaparkan menurut dia menjadi modal penting bagi Indonesia menghadapi tantangan 2025, karena konsumsi domestik dan aktivitas industri tetap menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi.
“Pemerintah melalui APBN berkomitmen menjaga momentum ini dengan menciptakan kondisi yang kondusif, melindungi daya beli masyarakat, dan tetap menjaga level inflasi.”