Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Poros Maritim di Ujung Natuna

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengkaji kemungkinan investasi asing masuk perikanan tangkap. Susi memilih memindahkan nelayan pantai utara Jawa ke Natuna.

22 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada Susi Pudjiastuti dalam perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu pekan lalu. Menteri Kelautan dan Perikanan itu memilih merayakan hari kemerdekaan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Ia hadir sebagai tamu kehormatan dalam upacara yang dipimpin Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal.

Susi ingin melunasi janjinya. Jauh-jauh hari, ia berjanji mengikuti puncak peringatan proklamasi di Natuna, di tapal batas perbatasan yang bersinggungan dengan perairan Laut Cina Selatan. Acara itu dimeriahkan dengan penenggelaman kapal. "Hari ini saya telah menerima laporan pelaksanaan penenggelaman 60 kapal ikan asing di delapan tempat," kata Susi pada Rabu pekan lalu. Jumlah ini lebih sedikit dari targetnya menenggelamkan 71 kapal pencuri ikan pada HUT RI ke-71.

Penenggelaman kali ini lebih "halus". Tidak menggunakan bom, Kementerian Kelautan hanya membocori dinding kapal. Tim Satuan Tugas 115 (Anti Illegal Fishing) juga tak menyebutkan asal negara kapal yang tertangkap. "Ada perjanjian dengan sejumlah negara tetangga, penenggelaman kapal asing tak lagi menyebutkan asal negara," ujar Susi. Besoknya, Susi meresmikan sentra perikanan terpadu di Selat Lampa, Natuna, bersama sejumlah tamu negara sahabat.

Kementerian Kelautan dan Perikanan punya proyek besar di sana. Natuna akan memiliki pusat perikanan di lahan seluas 109.360 meter persegi, tepat di tepi dermaga Selat Lampa. Saat diresmikan, sejumlah alat berat dan pekerja masih mengerjakan petak-petak bangunan. Lokasi itu akan diisi lemari pendingin dan pusat perbekalan nelayan.

Pemerintah juga menyiapkan bengkel perbaikan alat tangkap dan stasiun pengisian bahan bakar. Aspal hot mix yang menghubungkan Selat Lampa dengan pusat Kabupaten Ranai telah terbentang mulus. "Laut Natuna akan menjadi poros maritim dunia," kata Susi dalam pidato peresmian.

Menurut Susi, pelayaran asing kerap melintas di perairan Natuna, termasuk kapal-kapal penangkap ikan ilegal yang memasuki kawasan zona ekonomi eksklusif—12 mil dari pulau terluar Natuna. Di depan tamu undangan, Susi menegaskan bahwa penangkapan ikan di Natuna hanya boleh dilakukan nelayan lokal. "Kapal berbendera asing dilarang menjaring di zona ekonomi eksklusif," kata Susi sambil mengutip Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 18 Mei 2016.

Ketentuan itu mengatur daftar negatif investasi, termasuk perikanan tangkap. Itu sebabnya, ketika Kementerian Koordinator Kemaritiman mengkaji peluang masuknya investasi asing di perairan tangkap, Susi meradang. Sebelum menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan negara asing seperti Cina boleh menangkap ikan di laut Natuna. "Dari negara mana saja boleh, tapi harus joint company," kata Luhut, ketika itu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, kepada sejumlah wartawan saat coffee morning di kantornya pada 20 Juli lalu.

Luhut mengatakan Indonesia akan memperoleh keuntungan jika ada investasi dari perusahaan luar. Namun semuanya harus mengikuti hukum dan aturan Indonesia. Mereka tidak boleh seenaknya karena Natuna adalah wilayah Indonesia.

Susi mengancam akan mundur kalau pihak asing diperbolehkan masuk di sektor hulu perikanan tangkap. "Untuk perikanan tangkap, 100 persen hanya milik nelayan Indonesia," kata Susi. Luhut meralat omongannya. "Semua itu baru usul dan belum dibahas," ujarnya.

* * *

Polemik di Natuna terjadi karena sembilan peta putus (nine-dash line) yang dibuat Cina tumpang-tindih dengan perairan Indonesia di Natuna. Berbeda dengan Filipina yang berkonfrontasi langsung dengan Cina, Indonesia dari awal memilih bersikap diam.

Hingga akhirnya insiden pelanggaran tapal batas oleh sejumlah nelayan Cina di perairan Natuna terjadi pada 17 Juni lalu. Kapal patroli TNI Angkatan Laut KRI Imam Bonjol 383 menangkap kapal Han Tan Chow dan menahan delapan awak kapalnya. Cina memprotes penangkapan itu. Negara itu mengklaim Natuna sebagai zona penangkapan ikan tradisionalnya.

Seorang pejabat di Kementerian Kelautan mengatakan, saat kapal Han Tan Chow ditangkap, aparat menemukan dokumen mengejutkan, yakni peta wilayah perikanan tangkap Cina yang memasukkan perairan Natuna ke wilayah operasi mereka. Nakhoda kapal yang ditangkap, kata pejabat tadi, merasa tak bersalah karena memiliki hak konsesi atas wilayah tersebut. "Peta konsesi itu diterbitkan Cina pada 1994," ujarnya.

Pejabat lain di Kementerian Kelautan menambahkan, sejak insiden itu, Kedutaan Besar Republik Rakyat Cina berulang kali melobi agar kapalnya dibebaskan. "Berulang kali mereka mengajak ketemu, tapi selalu ditolak," ucapnya.

Luhut menyatakan Indonesia tidak mengakui wilayah tangkap ikan tradisional Cina. Ia memastikan kajian mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2016, khususnya tentang perikanan tangkap, tidak ada kaitannya dengan urusan Cina di Natuna. "Tidak ada kompromi seperti itu," kata Luhut.

Pernyataan lain disampaikan Deputi Koordinasi Bidang Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman Ridwan Djamaluddin. Menurut dia, kerja sama dengan Cina bisa menjadi alternatif solusi damai sengketa perbatasan.

Ridwan menuturkan, Indonesia tidak mengakui nine-dash line. Tapi, kalau pertimbangan rasionalnya bisa saling menguntungkan, kerja sama bisa saja ditempuh. Investor Cina bisa turut menangkap ikan di Natuna asalkan mengakuinya sebagai wilayah Indonesia. "Tapi ini baru wacana dan belum disepakati," kata Ridwan pada Kamis pekan lalu.

Dukungan datang dari Ketua Asosiasi Tuna Indonesia Muhammad Billahmar, yang memberikan penafsiran lain terhadap Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016. Menurut dia, yang dilarang 100 persen adalah masuknya pihak asing ke usaha pengangkatan barang berharga asal muatan kapal tenggelam (harta karun) dan pemanfaatan koral atau karang dari alam. Billahmar menyebutkan tidak ada larangan negara lain ikut menangkap jika stok ikan di laut banyak. "Itu ada di Kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS)," kata Billahmar pada Jumat pekan lalu.

Billahmar mengatakan pemodal asing sebenarnya tetap bisa menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI (WPPRI), khususnya di zona ekonomi eksklusif Indonesia. "Tapi kuncinya tetap berada di tangan KKP sebagai pengelola perikanan di WPPRI," tuturnya. "Kalau Bu Susi tidak memberikan izin, ya, tetap tidak bisa."

Sebaliknya, kata Billahmar, negara lain bisa menuntut Indonesia bila stok ikan ternyata jauh lebih besar dari kemampuan nelayan lokal memanfaatkan sumber daya di zona ekonomi eksklusif Indonesia. Kalau Indonesia dinilai belum mampu memanfaatkan sumber daya alamnya, negara lain diberi kesempatan memanfaatkan surplus tersebut. "Data stok dan kemampuan tangkap kita menjadi penting," kata Billahmar.

Masalah data inilah yang bakal menjadi babak baru pertarungan Susi Pudjiastuti. Menurut Ridwan Djamaluddin, kementeriannya masih akan mengkonsolidasi data. "Ada beberapa data harus disepakati. Yang mana yang mau kami pakai, benar atau tidak, nanti kami lihat," ujar Ridwan.

Evaluasi, menurut Ridwan, perlu dilakukan dalam rangka peningkatan ekonomi. Ia menilai sampai saat ini sektor perikanan tangkap domestik belum menggeliat. Sumber data yang akan dipakai antara lain berasal dari kementerian dan lembaga terkait serta data dari ahli perikanan. Ia mencontohkan, saat ini ada sekitar 450 ribu kapal beroperasi di zona maksimal 12 mil, sementara 12 mil ke atas (ZEEI) baru ada 3.800-an kapal dari kondisi optimal 8.000-an kapal.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja membenarkan sampai saat ini belum ada persetujuan terkait dengan pencabutan larangan pihak asing dalam investasi perikanan tangkap. Menurut Sjarief, perombakan itu tidak mudah karena pemerintah harus mengubah aturan yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016.

Susi memilih mengoptimalkan potensi nelayan lokal. Sejak kebijakan moratorium kapal eks asing diberlakukan, Kementerian Kelautan meminta kapal yang tidak masuk "daftar hitam" melakukan deregistrasi. Dari 716 kapal, sudah 25 melakukan deregistrasi.

Pemerintah akan menggeser nelayan pantai utara Jawa ke Natuna karena potensinya baru tergarap 8,9 persen. Namun belum semua nelayan pantura bersepakat mengenai itu. "Kami mau saja pindah ke sana asalkan tetap boleh pakai cantrang," kata Bambang Wicaksana, Koordinator Nelayan Brebes-Rembang.

Sejumlah pengusaha ikan telah melobi Menteri Luhut Pandjaitan ketika ia berkunjung ke Pelabuhan Juwana, Pati, Jawa Tengah, pada 9 Agustus lalu. Dalam pertemuan itu, Luhut menjanjikan akan menyelesaikan masalah perikanan paling lambat pada Agustus ini. Sebagai pertemuan formalitas, mereka diminta memberikan masukan ke kantor Luhut pekan ini atau pekan depan. "Kami akan bertemu dengan pengusaha perikanan untuk menginventarisasi persoalan," ujarnya.

Agus Supriyanto, Ayu Prima Sandi, Putri Adityowati (Natuna)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus