Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menahan Optimisme yang Berlebihan

22 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Manggi Habir*
*) Kontributor Tempo

PASAR bereaksi positif atas perombakan kabinet, terutama dengan kembalinya Sri Mulyani Indrawati, yang segera memangkas belanja pemerintah untuk memastikan defisit fiskal tak menyentuh batasan tiga persen per produk domestik bruto (PDB). Ini dilakukan walaupun penerimaan diperkirakan naik sebagai efek program pengampunan pajak mulai awal Juli lalu sampai akhir Maret tahun depan.

Tapi optimisme ini sedikit teredam, pekan lalu, oleh isu dwikewarganegaraan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar. Meski ia akhirnya diberhentikan, isunya tak lekas hilang dan kembali hangat dengan berita pencarian calon penggantinya.

Pada awal Agustus, rupiah menguat ke puncak 13.047 per dolar Amerika, dari titik terendah di level 14.600 pada kuartal ketiga tahun lalu, dan akhirnya stabil di tingkat 13.100 saat ini. Indeks harga saham gabungan juga menguat ke titik puncak 5.459 awal bulan ini, dari 4.120 pada kuartal ketiga tahun lalu. Akhir pekan lalu, posisinya sudah di atas 5.460.

Beberapa pelaku pasar rupanya mengantisipasi peningkatan pendapatan perusahaan di bursa, akibat naiknya penerimaan pajak pemerintah dan masuknya dana dari luar negeri. Tapi hasil program pengampunan ini sebenarnya masih jauh dari harapan. Sampai Kamis malam pekan lalu, total duit repatriasi tercatat baru Rp 1,2 triliun, dari target Rp 1.000 triliun. Deklarasi harta dari dalam dan luar negeri hampir Rp 33 triliun, dari target Rp 4.000 triliun. Adapun tebusan sebagai pemasukan pajak baru Rp 693 miliar, dari target Rp 165 triliun.

Dari faktor luar, lambatnya pemulihan ekonomi global dan hangatnya ketegangan politik di Laut Cina Selatan membuat kalangan usaha lebih berhati-hati. Surplus perdagangan luar negeri menurun. Impor yang didominasi bahan makanan ketimbang barang baku dan mesin mencerminkan masih lesunya ekonomi kita.

Walau begitu, pertumbuhan ekonomi tahunan pada kuartal kedua 2016 membaik ke angka 5,18 persen. Para analis memproyeksikan pertumbuhan tahun ini mencapai 5,0-5,3 persen. Inflasi Juli di level 3,21 persen dan rupiah yang relatif stabil semestinya memberi ruang bagi penurunan BI Rate. Tapi nyatanya bank sentral memutuskan bunga acuan tetap di tingkat 6,5 persen.

Dalam seminar yang dihadiri para petinggi bank sentral, baru-baru ini, ada diskusi tentang efektivitas penurunan suku bunga untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi dan perbedaan dampaknya bagi negara maju dibanding negara berkembang. Setelah krisis 2008, bank-bank sentral di negara maju serentak menurunkan suku bunga mereka. Maksudnya agar ada arus dana keluar, sehingga mata uangnya melemah dan selanjutnya meningkatkan ekspor. Namun untuk beberapa negara, seperti Jepang dan Swiss, yang tingkat utang luar negeri terhadap PDB-nya relatif rendah, uang dari luar justru banyak yang masuk mencari tempat investasi yang aman.

Masalah yang dihadapi negara berkembang berbeda. Suku bunga tak semudah itu bisa diturunkan. Mereka perlu menjaga kestabilan mata uangnya untuk menarik masuk dana asing agar ekonominya dapat tumbuh. Akibatnya, pinjaman luar negeri perusahaan negara berkembang naik cukup pesat, sehingga rentan terhadap gejolak kurs.

Dari pengalaman beberapa negara itu, tampaknya resep penurunan bunga untuk mengobati ekonomi yang lesu belum tentu manjur. Hanya Amerika Serikat yang terlihat ada dampaknya, dan itu pun kadang kala tak konsisten.

Boleh jadi tingkat pertumbuhan yang rendah akan berlangsung cukup lama, dan perlu diperhitungkan dunia usaha serta pemerintah. Asumsi pertumbuhan 5,4 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 jauh lebih realistis dibanding target 7 persen yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada awal pemerintahannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus