Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Presiden Bank Dunia Bandingkan Beda Dampak Krisis di Negara Maju dan Berkembang

Presiden Bank Dunia David Malpass memperkirakan krisis akibat pandemi Covid-19 sangat berbeda dengan resesi 2008 yang memukul negara maju lebih keras.

8 Oktober 2020 | 16.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bank Dunia. worldbank.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Bank Dunia David Malpass memperkirakan krisis akibat pandemi Covid-19 sangat berbeda dengan resesi 2008 yang memukul negara maju lebih keras. Dari pandangannya, kemerosotan ekonomi saat ini lebih luas dan lebih dalam karena telah menghantam pekerja sektor informal dan warga miskin, terutama perempuan dan anak-anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal tersebut terlihat dari program subsidi oleh pemerintah di negara-negara maju yang terus diperluas. Negara-negara kaya memiliki sumber daya terus berupaya melindungi warganya, sesuatu yang tidak dimiliki oleh banyak negara berkembang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

David Malpass mencontohkan, pembelian aset bank sentral. Pembelian berskala semacam itu belum pernah terjadi sebelumnya dan telah berhasil menopang pasar keuangan global.

"Ini menguntungkan orang kaya dan mereka yang memiliki jaminan pensiun, terutama di negara kaya," kata David Malpass dalam sebuah pidato, dikutip Kamis, 8 Oktober 2020.

Meski begitu, menurut dia, tidak jelas bagaimana suku bunga 0 persen, saldo aset dan kewajiban pemerintah yang terus berkembang akan berubah menjadi pekerjaan baru. Begitu juga perubahan-perubahan itu membawa keuntungan bagi bisnis kecil dan meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga pada akhirnya bisa membalikkan kondisi ketimpangan ekonomi.

Lebih jauh, David Malpass menjelaskan, negara yang lebih miskin memiliki lebih sedikit perangkat dan stabilisator ekonomi makro. Selain itu, negara-negara ini masih harus dibebani kualitas layanan kesehatan yang terpukul pandemi.

Bagi negara miskin, tidak ada jalan pintas untuk membalikkan penurunan ekonomi, anjloknya pendapatan pariwisata, atau merosotnya remitansi. Padahal, pemulihan ekonomi yang berkelanjutan sangat butuh pertumbuhan yang menguntungkan semua orang dan bukan hanya mereka yang memegang kekuasaan.

"Dalam dunia yang saling berhubungan, di mana orang lebih mendapat informasi daripada sebelumnya, ketimpangan ini akan semakin menjadi ancaman bagi pemeliharaan tatanan sosial dan stabilitas politik, dan bahkan bagi pertahanan demokrasi," ujar Malpass.

BISNIS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus