Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Program minyak goreng satu harga mulai berlaku di pasar tradisional hari ini.
Pedagang pasar mengeluhkan panjangnya rantai distribusi.
Ekonom menyarankan penyaluran subsidi dilakukan melalui Bulog.
JAKARTA – Pemberlakuan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter ditetapkan pemerintah sejak Rabu pekan lalu hingga enam bulan ke depan. Pada tahap pertama, penyeragaman harga dilakukan lebih dulu di retail modern anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia. Adapun penerapan minyak goreng satu harga akan berlaku di pasar tradisional mulai hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun telah berlaku pada Rabu pekan lalu, harga minyak goreng, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, masih tinggi. Kemarin, harga rata-rata minyak goreng masih mencapai Rp 20.250 per liter. Sementara itu, harga minyak goreng kemasan bermerek I dan II masing-masing Rp 21 ribu per liter dan Rp 20.500 per liter. Sedangkan minyak goreng curah Rp 18 ribu per liter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia, Abdullah Mansuri, mengatakan pedagang bakal kesulitan mengikuti program minyak goreng satu harga tersebut. Pasalnya, kata dia, pola distribusi di setiap pasar tradisional berbeda-beda. Jadi, bukan tidak mungkin akan menimbulkan biaya yang lebih tinggi dan berdampak pada harga akhir minyak goreng.
Selain itu, proses distribusi pasar berbeda dengan retail modern yang bisa dari pabrik langsung ke gudang retail. Proses distribusi di pasar tradisional masih perlu melalui beberapa rantai pasok. “Nah, ini yang belum kami ketahui, sehingga kami belum bisa mendorong, memutuskan, ataupun menindaklanjuti harga minyak goreng di pasaran,” ujar Abdullah.
Ia mencontohkan, jika minyak goreng dikirim dari pabrik menuju agen, lalu diteruskan ke pasar, ternyata masih ada rantai distribusi lain. Kalau rantai tersebut masih panjang, Abdullah yakin pedagang pasar akan kesulitan menyesuaikan minyak goreng.
“Kami berharap ada kepastian distribusi, lalu ada pemantauan di pasar. Jangan sampai pedagang menjadi kambing hitam kalau harganya tetap sama,” ujar Abdullah.
Pedagang menunjukkan sisa stok minyak goreng di Pasar Cihapit, Bandung, Jawa Barat, 24 Januari 2022. TEMPO/Prima mulia
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Sahat Sinaga, mengatakan pedagang seharusnya tak perlu khawatir akan lebih tingginya harga minyak goreng di pasar tradisional. Sahat berujar, dari selisih harga minyak goreng yang dijual pedagang pasar, akan ada kompensasi sebesar Rp 2.150 per liter dengan menggunakan kupon. “Sehingga tidak ada yang perlu dipersoalkan,” ujar Sahat.
Direktur Bahan Pokok dan Penting Kementerian Perdagangan, Isy Karim, berujar semua pelaku usaha harus mematuhi kebijakan minyak goreng satu harga sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 dengan harga eceran tertinggi Rp 14 ribu per liter. Saat ini, kata Isy, minyak goreng murah itu sudah dapat diakses melalui retail modern, tapi diharapkan ketersediaan di pasar tradisional bisa terealisasi pada pekan ini.
Isy menyadari bahwa jaringan distribusi barang ke pasar tradisional lebih banyak melibatkan pelaku distribusi. Pada masing-masing rantai kerja, pola yang terjadi adalah beli putus. Konsekuensinya, distribusi minyak goreng satu harga tidak dapat secara langsung diimplementasikan pada pasar rakyat. Pemerintah, kata Isy, telah memberikan waktu bagi pedagang pasar rakyat untuk mengimplementasikan kebijakan satu harga ini.
“Kami telah mendorong pelaku usaha penyedia minyak goreng kemasan segera memasok ke pasar rakyat,” ujar Isy.
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai harga minyak goreng satu harga di pasar tradisional mungkin terealisasi dengan syarat subsidi disalurkan melalui Perum Bulog, bukan melalui perusahaan swasta. Menurut Bhima, biaya distribusi kepada pedagang pasar tradisional pasti ada. Namun, dengan peran Bulog, biayanya bisa jauh lebih murah, apalagi dengan cakupan nasional. “Pilihan lain, pemerintah perlu menambah biaya subsidi yang di dalamnya termasuk biaya distribusi ke pasar tradisional,” ujar Bhima.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo