Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Protes terhadap daging impor

Daging lokal terdesak oleh daging asal Australia yang menembus sampai ke pasar-pasar tradisional. peternak lokal terancam dan minta proteksi.

13 November 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GLOBALISASI boleh jalan terus, GATT silakan berdebat, tapi bagi peternak sapi lokal di negeri ini, yang penting adalah proteksi. Rabu pekan lalu, Koperasi Pengusaha Pemotongan Hewan Jakarta Raya (Kopphi Jaya), telah mendesak Pemerintah agar melarang impor daging kualitas rendah dari luar negeri. ''Sebaiknya daging seperti paha depan dan belakang, jeroan, tetelan, dipenuhi oleh sapi lokal saja,'' itulah imbauan H. Sadimun Mulyadi, Ketua Kopphi Jaya. Imbauannya cukup bergema, tapi ada apa? Di Jakarta, ternyata daging impor sudah menembus ke los-los pasar tradisional. Padahal, menurut ketentuan, pasar becek itu hanya boleh dimasuki daging lokal. Wajar bila Haji Sadiman dan kawan-kawannya resah. Apalagi daging impor telah dengan semena- mena mendepak daging lokal. Kok bisa? Ternyata, daging impor yang banyak didatangkan dari Australia itu harganya lebih murah. Hati sapi impor Rp 4.500 sekilo (lokal Rp 8.000). Daging punuk yang lokal Rp 6.900, impor Rp 5.500. Sandung lamur impor Rp 4.500/kg, yang lokal Rp 5.850. Siapa tak tergiur? Tapi, di balik kerendahan harga itu, ru-panya bercokol dumping. Bandingkan, paha depan impor eks Australia, di Jakarta, dijual Rp 5.500/kg, tapi di negeri asalnya mencapai Rp 13.000/kg. ''Mereka bisa melakukan itu karena jeroan, yang di sana tidak ada harganya, dijual dengan harga tinggi di Indonesia. Jadi, mereka bisa subsidi silang,'' kata sumber TEMPO. Dengan merajalelanya daging impor, sapi yang dipotong pun berkurang. H. Sadimun kini memotong 55 ekor saja sehari, PD Dharma Jaya 700 ekor. Agar konsumen tak lagi melirik daging impor, pengusaha lokal banting harga. Dan bila diteruskan, jurus ini akan menjadi bumerang. Dirjen Peternakan, Drh. Soehadji, agak heran mendengar keluhan para peternak. Menurut dia, impor daging merupakan keputusan yang sudah dirundingkan antara pengimpor, pemerintah, dan pengusaha sapi lokal. ''Kenapa sekarang berteriak-teriak?'' Tentang daging impor yang masuk ke pasar tradisional, ia berkomentar, ''Itu akibat ulah oknum.'' Tak jelas siapa oknum itu. Namun, daging impor tetap bisa ditemukan di pasar tradisional dengan harga terjangkau. Apa boleh buat. Barangkali itulah salah satu risiko globalisasi. IQH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus