KEITH Rupert Murdoch, 55, adalah simbol keberhasilan. Dalam sepuluhan tahun terakhir ini, wartawan mana yang belum pernah mendengar namanya? Ia kini bisa disebut sebagai "raja diraja media massa". Wilayah kekuasaannya membentang di empat benua. Dua pekan lalu, ia melebarkan sayapnya ke negara kelahirannya, Australia. Dan Murdoch bukan Murdoch jika ia tidak melakukannya dengan gaya dan selera yang tinggi: ia membeli jaringan media terbesar di Australia, milik Herald and Weekly Times Limited (pemilik 14 surat kabar di lima negara bagian -- termasuk koran Melbourne Herald -- dan stasiun televisi di Melbourne dan Adelaide) seharga A$ 1,8 milyar (sekitar Rp 2 trilyun). Sudah menjadi ciri khas Murdoch untuk selalu datang dengan kejutan. Proses pembelian HWT, misalnya, berjalan sangat singkat. Para direkturnya hanya diberi waktu hingga pukul 17.00 untuk menerima tawaran A$ 12 per saham -- A$ 4 lebih tinggi dari harga di bursa. Setelah makan siang bersama Murdoch, para direktur itu setuju untuk menganjurkan pada para pemegang saham menerima tawaran tersebut. "Saya sangat gembira," ujar Murdoch dalam suatu pertemuan pers. "Ini benar-benar saat yang berarti buat saya." Jika para pemegang saham setuju, dan transaksi disepakati, berarti Murdoch akan menjadi raja koran terbesar di Australia. Langkahnya itu juga berarti mengembalikan "kekuasaan" keluarganya: ayahnya, Keith Murdoch, memimpin kelompok Herald tersebut sampai meninggal, pada 1952. Para wartawan Australia menentang niat Murdoch, dan menganggap transaksi itu bisa membahayakan kemerdekaan pers. Mereka menuntut agar pemerintah membentuk suatu komisi untuk mengkaji ketentuan pemilikan pers, radio, dan televisi. Pekan lalu, badan antimonopoli Australia, Komisi Praktek Perdagangan, mengumumkan akan mempelajari penawaran Murdoch. Badan ini bisa menggagalkan transaksi itu lewat pengadilan, jika ada petunjuk pengambilalihan HWT bisa memonopoli pasar. Hingga awal pekan ini, komisi tersebut belum mengumumkan keputusan mereka, tapi tampaknya mereka tidak akan bisa membendung Murdoch. Sang kaisar Murdoch sendiri sudah memberikan jaminan semua koran kelompok HWT akan tetap memiliki kebebasan meski telah dimilikinya. Ia juga menyatakan akan menjual jaringan televisi HWT, sesuai dengan peraturan pemerintah Australia yang melarang pemilikan bersama jaringan koran dan televisi. Meski sudah ada jaminan itu, masih banyak yang khawatir Murdoch akan muncul sebagai orang yang paling berpengaruh di Negara Kanguru -- setelah perdana menteri, tentunya. Di tangannya kini terletak 4,54 juta eksemplar surat kabar yang beredar di seluruh negeri setiap hari -- dibanding rival utamanya, kelompok John Fairfax: 1,53 juta eksemplar harian per hari. Maka, orang pun teringat kembali betapa keberhasilan Gough Whitlam dari Partai Buruh merebut kursi perdana menteri di tahun 1972 adalah berkat sokongan media milik Murdoch. Begitu pula kejatuhan Whitlam, Desember 1975, adalah lantaran pukulan bertubi-tubi media milik Murdoch. Berkali-kali Murdoch membuktikan keberhasilannya mengangkat surat kabar yang sudah sekarat. Koran The Australian yang sudah dua puluhan tahun megap-megap dilontarkannya menjadi koran yang berhasil. Masih banyak lagi contoh lain. Lihatlah harian The Sun dan mingguan News of the World, dua media pertama yang dibelinya ketika Murdoch melangkah ke London 1960-an. Tahun lalu saja, 17 harian nasional di Inggris hanya mengumpulkan US$ 34 juta -- jumlah yang belum bisa menandingi keuntungan harian pagi penuh gosip dan seronok, The Sun, dengan oplah 4,125 juta eksemplar. Sedang News of the World tumbuh dari mingguan kecil menjadi mingguan terbesar di Inggris, dengan oplah 5,103 juta eksemplar. Adalah Murdoch juga yang berhasil memacu harian berwibawa, The Times meraih keuntungan bersih US$ 7 juta tahun lalu, setelah merugi US$ 8,5 juta tahun sebelumnya. Di Amerika, Murdoch juga menapakkan pengaruhnya. Dengan modal dua koran kecil, San Antonio Express dan San Antonio News, pelan-pelan ia mengembangkan sayapnya. Tahun lalu, ia membeli jaringan televisi Metromedia, yang memberikannya 25 persen rumah tangga di Amerika. Selain itu, Murdoch menguasai harian The New York Post dan perusahaan film 20th Century Fox berikut jaringan televisinya. Untuk transaksi yang bernilai hampir US$ 3 milyar itu, ia terpaksa meminjam tambahan dana di bank. Harus diakui bahwa pengembangan usahanya di Amerika tidak selancar di Inggris. Apalagi untuk transaksi yang hampir US$ 3 milyar itu, ia terlibat utang US$ 480 juta. Agaknya, untuk mengatasi berbagai hambatan ini, Murdoch tak segan menanggalkan kewarganegaraan Australianya, dan menjadi warga negara Amerika. Salah satu resep keberhasilannya adalah menekan overhead cost. Antara lain dengan cara mengurangi tenaga manusia dan menggantinya dengan komputer. Seperti yang dilakukannya awal tahun ini di Inggris. Dari Fleet Street ia memindahkan markas empat surat kabarnya ke sebuah percetakan modern yang berpagarkan kawat berduri di daerah Wapping, London Timur, seraya mem-PHK-kan 6.000 karyawan percetakan lama. Namun, resep utama suksesnya adalah bumbu seks dan sensasi, yang banyak diolah koran-koran miliknya. Paling tidak, Murdoch tampaknya selalu berusaha mengurangi kadar keseriusan korannya. Corak pemberitaan The Times sekarang jauh lebih "encer" ketimbang sebelumnya. Cerita-cerita feature lebih banyak muncul. Kasus-kasus kriminal dan laporan olah raga mendapat porsi lebih besar. Halaman-halaman editorialnya sudah tidak lagi banyak memuat kolom yang membuat para politisi lebih cepat menderita penyakit darah tinggi. Kemunculannya di Hong Kong awal bulan lalu merupakan perwujudan keinginannya untuk menancapkan kakinya di Asia. Ia memulai langkahnya dengan membeli 34,9 persen saham The Hongkong Shanghai Banking Corporation dan Hutchison Whampoa Limited di kelompok The South China Morning Post Limited, penerbit harian pagi The South China Morning Post. Bukan kebiasaan Murdoch, sebenarnya membeli andil yang masih memungkinkan ia "diatur" oleh pihak lain. Namun, klausul perjanjian yang bernilai HK$ 821 juta itu memberikan kesempatan bagi Murdoch untuk memiliki saham mayoritas kelak, yang saat ini masih dikuasai oleh Hongkong Bank. Mungkinkah ia akan melebarkan sayap ke belahan Asia lainnya? Untuk sampai pada tujuan tersebut, Murdoch terhadang oleh sedikitnya negara Asia yang menyediakan kesempatan bagi orang asing memiliki saham mayoritas di media massa. James R. Lapian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini