TAHUN silam boleh dicatat sebagai tahun cerah bagi industri mobil. Kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya naik rata-rata 1,9%, pasar mobil ternyata bisa melaju sampai 12% lebih. Kalangan berkantung tebal sampai dengan buruh yang di-PHK-kan dengan pesangon Rp 2-3 juta, agaknya, telah berlomba menarik mobil yang terus meningkat harganya sepanjang tahun silam. Demikian kira-kira situasi penjualan mobil tahun 1986, seperti terungkap dari data-data yang selesai dibuat Gaikindo (Gabungan Agen Tunggal & Industri Kendaraan Bermotor), pekan lalu. Tahun 1986 rupanya jadi tahun kemenangan Suzuki. Mobil-mobil yang diluncurkan PT Indo Mobil Utama itu terjual habis 43.811 unit, atau melonjak hampir 53% dibandingkan penjualannya pada 1985 yang tercatat 28.690 unit. Peningkatan penjualan terutama terjadi pada penjualan kendaraan komersial (Suzuki Carry), yang naik dari sekitar 25.000 menjadi sekitar 36.000 unit. Pasar sedannya (Forsa) juga melambung, dari 900 unit menjadi sekitar 3.100 unit. Dengan demikian, setelah berkejaran ketat dengan Daihatsu dan Toyota selama tiga tahun terakhir, Suzuki akhirnya bisa melaju di muka dengan menguasai 27% pangsa pasar penjualan mobii di Indonesia. Wajar bila dalam pelbagai iklannya di berbagai media cetak, Suzuki selalu berusaha menampilkan lompatan penjualannya dalam sebuah grafik menggoda. Tapi tunggu dulu. Tingginya volume penjualan itu ternyata tidak memasukkan uang banyak - karena mobil-mobil yang dijualnya pukul rata berharga di bawah Rp 20 juta. "Suzuki adalah mobil yang termurah," kata Soebronto Laras, Dirut Indo Mobil Utama yang juga Ketua Gaikindo. Kendati harganya murah, para penjual umumnya senang memasarkan Suzuki karena mereka bisa mendapatkan keuntungan ganda. Maklum, Suzuki diluncurkan Indo Mobil untuk dipasarkan dengan sistem karoseri bebas, yang memungkinkan penjual juga menerima komisi dari pembuat karoseri - selain dari agen tunggalnya. Pembeli juga mudah mendapatkannya, karena bisa kredit dari perusahaan leasing yang dibentuk Indo Mobil dan Bank Central Asia. Daihatsu, yang merajai pasar mobil 1985 dengan penjualan 33.064 unit, tahun silam harus puas di ranking kedua dengan penjualan 36.040 unit. Penjualan kendaraan komersial yang menjadi andalan Astra International itu, tahun silam, ternyata hanya naik sekitar 1.000 unit, menjadi 27.000 unit. Menurut General Manager Eddie Santoso, Daihatsu kalah karena tahun silam penjualan Daihatsu 1.000 cc Hi-Jet diganti Daihatsu Zebra. "Produksi sempat terhenti tiga bulan. Produk baru biasanya lambat naik," kata Eddie. Akhir-akhir ini, Daihatsu mini, yang masih tetap bermesin tiga langkah, mulai mengejar Suzuki yang bermesin empat langkah. Peningkatan itu ada karena promosi yang gencar dilakukan Daihatsu, antara lain dengan pameran di pusat-pusat pertokoan, seperti di Glodok, pekan lalu, dalam suasana Imlek. Toyota, seperti pada 1985, tahun silam pun masih menduduki ranking ketiga. PT Toyota Astra Motor, tahun silam, tampaknya telah meninggalkan pasaran truk, dan berkonsentrasi pada penjualan mobil komersial. Tahun silam, TAM meluncurkan pikap Kijang, dengan komponen body yang dikerjakan seluruhnya oleh Toyota Mobilindo, hingga bisa menjamin munculnya presisi yang lebih baik. "Itu disesuaikan dengan selera masyarakat. Kalau dulu dibilang kacanya jelek dan pintunya rembes air, kini sudah diperbaiki," kata Soemitro, Direktur TAM. Perbaikan itu sempat menyebabkan produksi Kijang terhenti tiga bulan. Tetapi, menurut Soemitro, penjualan masih sempat naik sekitar 1.000 unit. Permintaan terhadap Super Kijang, yang kini berharga Rp 14 juta-Rp 16 juta, sekitar dua kali harga pada awal 1986 itu, tampaknya terus membanjir. Pemesan Kijang minibus, sekarang, masih harus antre di perusahaan karoseri. Salah satu dari dua perusahaan karoseri yang dibina TAM di Jakarta adalah Superior Coach, yang dulu dikenal sebagai pembuat bis kota. Perusahaan ini, menurut informasi yang diperoleh TEMPO, mampu membuat 14 unit Super Kijang per hari, tetapi pesanan sudah penuh sampai dengan sekitar Mei mendatang. Di pasar penjualan mobil sedan, Toyota pun tampaknya semakin menggigit. Pada 1985, sedan-sedan Toyota, mulai dari yang kelas mini (Starlet) sampai dengan yang di atas 2.000 cc (Cressida), baru mencatat penjualan 4.804 unit. Sedan Toyota yang terjual 1986 ternyata mencapai 8.159 unit. Peningkatan penjualan itu terutama terjadi pada kelas Starlet, dengan isi langkah antara 1.000 cc dan 1.300 cc, yang naik dari 961 unit menjadi sekitar 3.000 unit. Mobil-mobil ukuran mewahnya, tampaknya, mulai menarik juga. Toyota Cressida, yang di tahun 1985 baru terjual 5 unit, tahun silam terjual sekitar 1.000 unit. Secara umum, pasaran sedan tahun silam memang meningkat pesat. Penjualan pada 1986 untuk semua jenis sedan berjumlah 33.739 unit, sedangkan penjualan tahun 1985 tercatat hanya sekitar 25.300 unit. Pasar sedan, sampai tahun silam, masih dirajai Honda dengan model-modelnya, Accord dan Civic, dengan penjualan total 9.914 unit. Tapi Ang Kang Ho, Manajer Imora Motor, agak heran karena permintaan Honda hanya naik sekitar 1.000 unit dari penjualan 1985 yang berjumlah 8.825. Ia, sebagaimana Soebronto dan Soemitro, mengira bahwa melonjaknya permintaan mobil tahun silam, dari Toyota Astra, karena spekulasi masyarakat. Orang beli mobil karena khawatir harga akan terus naik, selaras dengan kenaikan angka devaluasi dan menguatnya nilai yen. Permintaan mobil-mobil mewah, seperti BMW dan Mercedes Benz, tahun silam, tumben naik hebat juga. General Manager Astra International, Eddie Santoso, heran juga, BMW yang dijual perusahaannya Rp 75 juta per unit (BMW-520) laku keras. Pada tahun 1985, harga BMW-520 masih sekitar Rp 52 juta dan BMW-318 masih sekitar Rp 38,5 juta, Astra baru mampu menjual 200 unit. Tetapi tahun silam penjualan mencapai 1.002 unit, lima kali lipat penjualan tahun sebelumnya. "Penjualan dilakukan tunai, tidak seperti mobil komersial yang sekitar 70% dijual secara kredit," tutur Eddie. Mercedes pun demikian. Menurut T. Pawitra, Dirut PT Star Motors Indonesia, tahun 1985 perusahaannya baru bisa menjual 800 unit sedan Mercedes Benz tipe 200-S dan 300-E. Waktu itu harga paling mahal Rp 80 juta (Mercy 300-S). Pada 1986, penjualan naik melampaui 1.000 unit. "Habis dengan harga terakhir Rp 110 juta," tutur Pawitra. Sedan yang kurang bergengsi di kalangan eksekutif, seperti Ford, tahun silam mengalami peningkatan juga. Menurut General Manager PT Indonesian Republic Motor Coy. (IRMC), Robby Ludong, tahun lalu Ford terjual 1.600 unit, 60% di antaranya secara kredit. Kenaikan sekitar 60%, dibandingkan penjualan 1985 yang hanya 1.010 unit, cukup menggembirakan IRMC. Ford kini berusaha mempertahankan pangsa pasarnya dengan meluncurkan mobil tipe baru, Laser TX-3. "Saya yakin, konsumen selalu menyukai tipe baru," kata Robby. Langkah itu diambil sebagai bumper, karena kebanyakan pengusaha mobil memperkirakan pasar mobil akan menciut lagi tahun ini. "Pasar tahun 1987 mungkin akan jadi 25% lebih kecil dari pasar 1986," kata Soebronto Laras. Dasar ramalannya, antara lain, dampak devaluasi September lalu akan terasa tahun ini. Tapi pengusaha lain masih optimistis. Soalnya, berapa dalamnya tersembunyi daya beli masyarakat sulit dihitung. Iklan dan kampanye gencar dari pintu ke pintu, belakangan, ternyata sangat membantu menciptakan pasar. Max Wangkar, Laporan Budi Kusumah & Suhardjo Hs.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini